Allah Ta'ala
berfirman: "Dan apa saja yang engkau semua nafkahkan, maka Allah akan
menggantinya." (Saba': 39)
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Dan barang-barang baik -dari rezeki- yang engkau semua nafkahkan itu
adalah untuk dirimu sendiri dan engkau semua tidak menafkahkannya melainkan
karena mengharapkan keridhaan Allah, juga barang-barang baik yang engkau semua
nafkahkan itu, niscaya akan dibalas kepadamu dan tidaklah engkau semua
dianiaya." (al-Baqarah: 272)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Dan barang-barang baik yang berupa apapun juga yang engkau
semua nafkahkan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui." (al-Baqarah:
273)
542. Dari Ibnu
Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tiada kehasudan yang dibolehkan
melainkan dalam dua macam perkara, yaitu: seorang yang dikarunia oleh Allah akan
harta, kemudian ia mempergunakan guna menafkahkannya itu untuk apa-apa yang hak
-kebenaran- dan seorang yang dikaruniai oleh Allah akan ilmu pengetahuan,
kemudian ia memberikan keputusan dengan ilmunya itu -antara dua orang atau dua
golongan yang berselisih- serta mengajarkannya pula." (Muttafaq 'alaih)
Artinya ialah bahwa
seorang itu tidak patut dihasudi atau iri kecuali dalam salah satu kedua perkara
di atas itu.
543. Dari Ibnu
Mas'ud r.a. pula katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapakah diantara engkau
semua yang harta orang yang mewarisinya itu dianggap lebih disukai daripada
hartanya sendiri?" Para sahabat menjawab: "Ya Rasulullah, tiada seorangpun dari
kita ini, melainkan hartanya adalah lebih dicintai olehnya." Kemudian beliau
s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya hartanya sendiri ialah apa yang telah terdahulu
digunakannya, sedang harta orang yang mewarisinya adalah apa-apa yang
ditinggalkan olehnya -setelah matinya." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Maksudnya yang
telah terdahulu digunakannya, misalnya yang dipakai untuk makan minumnya,
pakaiannya, perumahannya atau yang diberikan untuk sedekah atau lain-lain yang
berupa pertolongan kesosialan. Selebihnya tentulah akan ditinggalkan, jika telah
meninggal dunia. Oleh sebab itu hadits di atas secara tidak langsung memberikan
sindiran kepada kita kaum Muslimin agar harta yang ada di tangan kita yang
sebenarnya hanya titipan dari Allah Ta'ala itu, supaya gemar kita nafkahkan
untuk jalan kebaikan, semasih kita hidup di dunia ini. Dengan demikian
kemanfaatannya akan dapat kita rasakan setelah kita ada di akhirat nanti.
544. Dari 'Adi bin
Hatim r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua dari
siksa api neraka, sekalipun dengan menyedekahkan potongan kurma." (Muttafaq
'alaih)
545. Dari Jabir
r.a., katanya: "Tiada pernah sama sekali Rasulullah s.a.w. itu dimintai sesuatu,
kemudian beliau berkata: "Jangan." (Muttafaq 'alaih)
546. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seharipun yang
sekalian hamba berpagi-pagi pada hari itu, melainkan ada dua malaikat yang
turun. Seorang diantara keduanya itu berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang
yang menafkahkan itu akan gantinya," sedang yang lainnya berkata: "Ya Allah,
berikanlah kepada orang yang menahan -tidak suka menafkahkan hartanya- itu
kerusakan -yakni hartanya menjadi habis-." (Muttafaq 'alaih)
547. Dari Abu
Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala
berfirman -dalam hadits Qudsi-: "Belanjakanlah -hartamu-, pasti engkau diberi
nafkah -harta oleh Tuhan-." (Muttafaq 'alaih)
548. Dari Abdullah
bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang lelaki yang
bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: "Manakah di dalam Islam itu amalan yang
terbaik?" Beliau s.a.w. bersabda: "Engkau memberikan makanan serta mengucapkan
salam kepada orang yang engkau ketahui dan orang yang tidak engkau ketahui."
(Muttafaq 'alaih)
549. Dari Abdullah
bin 'Amr bin al-'Ash r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada empat
puluh macam amalan dan setinggi-tingginya adalah meminjamkan kambing -untuk
diambil susunya-. Tiada seorang yang mengamalkan dengan satu perkara daripada
empat puluh macam perkara itu, melainkan Allah Ta'ala akan memasukkannya dalam
syurga." (Riwayat Bukhari) Keterangan hadits ini sudah terdahulu dalam bab
Banyaknya Jalan-jalan Kebaikan -lihat hadits no.138-.
550. Dari Abu
Umamah Shuday bin 'Ajlan r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai anak
Adam, sesungguhnya jikalau engkau memberikan apa-apa yang kelebihan padamu,
sebenarnya hal itu adalah lebih baik untukmu dan jikalau engkau tahan -tidak
engkau berikan kepada siapapun-, maka hal itu adalah menjadikan keburukan
untukmu. Engkau tidak akan tercela karena adanya kecukupan -maksudnya menurut
syariat engkau tidak dianggap salah, jikalau kehidupanmu itu dalam keadaan yang
cukup dan tidak berlebih-lebihan. Lagi pula mulailah -dalam membelanjakan
nafkah- kepada orang yang wajib engkau nafkahi. Tangan yang bagian atas adalah
lebih baik daripada tangan yang bagian bawah -yakni yang memberi itu lebih baik
daripada yang meminta-." (Riwayat Muslim)
551. Dari Anas
r.a., katanya: "Tiada pernah Rasulullah s.a.w. itu diminta untuk kepentingan
Islam, melainkan tentu memberikan pada yang memintanya itu. Sesungguhnya pernah
ada seorang lelaki datang kepada beliau s.a.w., kemudian beliau memberinya
sekelompok kambing yang ada diantara dua gunung -yakni karena banyaknya hingga
seolah-olah memenuhi dataran yang ada diantara dua gunung-. Orang itu lalu
kembali kepada kaumnya kemudian berkata: "Hai kaumku, masuklah engkau semua
dalam Agama Islam, sebab sesungguhnya Muhammad memberikan sesuatu pemberian
sebagai seorang yang tidak takut akan kemiskinan." Sekalipun lelaki itu masuk
Islam dan tiada yang dikehendaki olehnya melainkan harta dunia, tetapi tidak
lama kemudian Agama Islam itu baginya adalah lebih ia cintai daripada dunia dan
segala sesuatu yang ada di atasnya ini -yakni Islamnya amat baik dan
sebenar-benarnya-." (Riwayat Muslim)
552. Dari Umar
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. membagikan suatu pembagian, lalu saya berkata:
"Ya Rasulullah, sebenarnya selain yang Tuan beri itulah yang lebih berhak
daripada mereka yang Tuan beri itu." Beliau lalu bersabda: "Sebenarnya mereka
itu -yakni yang diberi- memberikan pilihan kepadaku, apakah mereka itu meminta
padaku dengan jalan yang tidak baik -seolah memaksa-maksa-, kemudian saya
memberikan sesuatu pada mereka ataukah mereka menyuruh saya untuk berlaku kikir,
sedangkan saya ini bukanlah seorang yang kikir." (Riwayat Muslim)
553. Dari Jubair
bin Muth'im r.a. bahwasanya ia berkata, ia pada suatu ketika berjalan bersama
Nabi s.a.w. ketika pulang dari peperangan Hunain, kemudian mulailah ada beberapa
orang A'rab -penduduk pedalaman- meminta-minta kepada beliau, sehingga beliau
itu dipaksanya sampai kesebuah pohon samurah, lalu pohon tersebut menyambar
selendangnya -yakni selendang beliau itu terikat oleh duri-durinya-. Selanjutnya
Nabi s.a.w. berdiri -sambil memegang kendali untanya- lalu bersabda: "Berikanlah
padaku selendangku. Andaikata saya mempunyai ternak sebanyak hitungan duri-duri
pohon ini, sesungguhnya semuanya itu akan saya bagikan kepadamu, selanjutnya
engkau semua tidak akan menganggap saya sebagai seorang kikir, pendusta atau
pengecut." (Riwayat Bukhari)
554. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah sesuatu pemberian
sedekah itu mengurangi banyaknya harta. Tidaklah Allah itu menambahkan seorang
akan sifat pengampunannya, melainkan ia akan bertambah pula kemuliaannya. Juga
tidaklah seorang itu merendahkan diri karena mengharapkan keridhaan Allah,
melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah 'Azzawajalla. (Riwayat
Muslim)
555. Dari Abu
Kabsyah, yaitu Umar bin Sa'ad al-Anmari r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Ada tiga perkara yang saya bersumpah atasnya dan saya
memberitahukan kepadamu semua akan suatu Hadis, maka peliharalah itu: Tidaklah
harta seorang itu akan menjadi berkurang sebab disedekahkan, tidaklah seorang
hamba dianiaya dengan suatu penganiayaan dan ia bersabar dalam menderitanya,
melainkan Allah menambahkan kemuliaan padanya, juga tidaklah seorang hamba itu
membuka pintu permintaan, melainkan Allah membuka untuknya pintu kemiskinan,"
atau sabda beliau s.a.w. merupakan kalimat lain yang senada dengan uraian di
atas. "Saya akan memberitahukan lagi kepadamu semua suatu hadits maka
peliharalah itu: Sesungguhnya dunia ini untuk empat macam golongan orang yaitu:
Seorang hamba yang dikarunia rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu
pengetahuan, kemudian ia bertaqwa kepada Tuhannya dan mempererat hubungan
kekeluargaan serta mengetahui pula haknya Allah dalam apa yang dimilikinya itu,
maka ini adalah tingkat yang seutama-utamanya, juga seorang hamba yang
dikaruniai ilmu pengetahuan tetapi tidak dikaruniai harta, kemudian orang itu
benar keniatannya, lalu ia berkata: "Andaikata saya mempunyai harta, niscaya
saya akan melakukan sebagaimana yang dilakukan si Fulan itu -dalam hal
kebaikan-, maka orang tadi karena keniatannya tadi, pahalanya sama antara ia
dengan orang yang akan dicontohnya. Ada pula seorang hamba yang dikarunia harta
tetapi tidak dikarunia ilmu pengetahuan, kemudian ia menubruk -mempergunakan-
hartanya dalam hal-hal yang tidak dimakluminya -secara awur-awuran atau
sembarangan dan boros- serta ia tidak pula bertaqwa kepada Tuhannya dan tidak
suka mempereratkan tali kekeluargaannya, bahkan tidak pula mengetahui hak-hak
Allah dalam hartanya itu, maka orang semacam ini adalah dalam tingkat yang
seburuk-buruknya, juga seorang hamba yang tidak dikarunia harta dan tidak pula
ilmu pengetahuan, lalu ia berkata: "Andaikata saya mempunyai harta sesungguhnya
saya akan melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh si Fulan -yang memboroskan
hartanya tersebut dalam hal keburukan-, maka orang itu karena keniatannya adalah
sama dosanya antara ia sendiri dengan orang yang akan dicontohnya itu."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan
shahih.
556. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha bahwasanya para sahabat sama menyembelih kambing -lalu mereka
sedekahkan kecuali belikatnya-, kemudian Nabi s.a.w. bertanya: "Bagian apakah
yang tertinggal dari kambing itu?" Aisyah menjawab: "Tidak ada yang tertinggal
daripadanya, melainkan belikatnya." Beliau lalu bersabda: "Sesungguhnya semua
anggotanya itu masih tertinggal, kecuali belikatnya yang tidak." Diriwayatkan
oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits shahih. Maknanya
ialah supaya disedekahkanlah semuanya kecuali belikatnya, maka sabda beliau
s.a.w. itu jelasnya ialah bahwa di akhirat semua itu masih tetap ada pahalanya
-sebab disedekahkan- kecuali belikatnya yang tidak ada pahalanya -karena dimakan
sendiri-.
557. Dari Asma'
binti Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda kepadaku: "Jangan engkau menyimpan apa-apa yang ada di tanganmu, sebab
kalau demikian maka Allah akan menyimpan terhadap dirimu -yakni engkau tidak
diberi rezeki lagi-." Dalam riwayat lain disebutkan: "Nafkahkanlah, atau
berikanlah atau sebarkanlah dan jangan engkau menghitung-hitungnya, sebab kalau
demikian maka Allah akan menghitung-hitungkan karunia yang akan diberikan
padamu. Jangan pula engkau mencegah -menahan untuk memberikan sesuatu-, sebab
kalau demikian maka Allah akan mencegah pemberianNya padamu." (Muttafaq
'alaih)
558. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perumpamaan
orang kikir dan orang yang suka menafkahkan itu adalah seperti dua orang lelaki
yang di tubuhnya ada dua buah baju kurung dari besi -masing-masing sebuah-,
antara dua susunya dengan tulang lehernya. Adapun orang yang suka menafkahkan,
maka tidaklah ia menafkahkan sesuatu, melainkan makin sempurnalah atau mencukupi
seluruh kulitnya sampai-sampai menutupi tulang-tulang jari-jarinya, bahkan
menutupi pula bekas-bekasnya -ketika berjalan-. Adapun orang kikir maka tidaklah
ia menginginkan hendak menafkahkan sesuatu, melainkan makin melekatlah setiap
kolongan -ruang kosong- itu pada tempatnya. Ia hendak meluaskan kolongan tadi,
tetapi tidak dapat melebar." (Muttafaq 'alaih) Aljubbah atau Addir'u artinya
baju kurung. Artinya ialah bahwa seorang yang suka membelanjakan itu setiap ia
menafkahkan sesuatu, maka makin sempurna dan memanjanglah sehingga tertariklah
pakaian yang dikenakannya itu sampai ke belakangnya, sehingga dapat menutupi
kedua kaki serta bekas jalan dan langkah-langkahnya.
559. Dari Abu
Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa
bersedekah dengan sesuatu senilai sebiji buah kurma yang diperolehnya dari hasil
kerja yang baik -bukan haram- dan memang Allah itu tidak akan menerima kecuali
yang baik. Maka sesungguhnya Allah akan menerima sedekah orang itu dengan tangan
kanannya -sebagai kiasan kekuasaanNya-, kemudian memperkembangkan pahala sedekah
tersebut untuk orang yang melakukannya, sebagaimana seorang dari engkau semua
memperkembangkan anak kudanya sehingga menjadi seperti gunung -yakni memenuhi
lembah gunung karena banyaknya-." (Muttafaq 'alaih) Alfaluwwu dengan fathahnya
fa' dan dhammahnya lam serta syaddahnya wawu, ada juga yang mengucapkan dengan
kasrahnya fa', sukunnya lam serta diringankannya wawu yakni wawunya tidak
disyaddahkan -dan berbunyi Alfilwu-, artinya anak kuda.
Keterangan:
Hadis di atas
menurut uraian Imam al-Maziri diartikan sebagai perumpamaan yakni yang lazim
berlaku di kalangan bangsa Arab. Misalnya dalam percakapan mereka sehari-hari
untuk memudahkan pengertian. Jadi seperti sedekah yang benar-benar diterima oleh
Allah, lalu dikatakan "diterima dengan tangan kanannya," juga seperti perlipat
gandaan pahala, dikatakan dengan "perawatan atau pemeliharaan yang
sebaik-baiknya." Imam Tirmidzi berkata: "Para alim-ulama ahlus sunnah wal
jama'ah berkata: "Kita semua mengimankan apapun yang terkandung dalam hadits itu
dan tidak perlu kita fahamkan sebagai perumpamaan, namun demikian kitapun tidak
akan menanyakan dan tidak pula memperdalamkan: "Jadi bagaimana wujud
sebenarnya?" Misalnya mengenai tangan kanan Tuhan, perawatan dan pemeliharaan
yang dilakukan olehNya dan lain-lain sebagainya."
560. Dari Abu
Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Pada suatu ketika ada seorang
lelaki berjalan di suatu tanah lapang -yang tidak berair-, lalu ia mendengar
suatu suara dalam awan: "Siramlah kebun si Fulan itu!" Kemudian menyingkirlah
awan itu menuju ke tempat yang ditunjukkan, lalu menghabiskan airnya di atas
tanah lapang berbatu hitam itu. Tiba-tiba sesuatu aliran air dari sekian banyak
aliran airnya itu mengambil air hujan itu seluruhnya, kemudian orang tadi
mengikuti aliran air tersebut. Sekonyong-konyong tampaklah olehnya seorang
lelaki yang berdiri di kebunnya mengalirkan air itu dengan alat keruknya. Orang
itu bertanya kepada pemilik kebun: "Hai hamba Allah, siapakah nama Anda?" Ia
menjawab: "Namaku Fulan," dan nama ini cocok dengan nama yang didengar olehnya
di awan tadi. Pemilik kebun bertanya: "Mengapa Anda tanya nama saya?" Orang itu
menjawab: "Sesungguhnya saya tadi mendengar suatu suara di awan yang inilah air
yang turun daripadanya. Suara itu berkata: "Siramlah kebun si Fulan itu! Nama
itu sesuai benar dengan nama Anda. Sebenarnya apakah yang Anda lakukan?" Pemilik
kebun menjawab: "Adapun Anda menanyakan semacam ini, karena sesungguhnya saya
selalu melihat -memperhatikan benar-benar- jumlah hasil yang keluar dari kebun
ini. Kemudian saya bersedekah dengan sepertiganya, saya makan bersama keluarga
saya yang sepertiganya dan saya kembalikan pada kebun ini yang sepertiganya pula
-untuk bibit-bibitnya-." (Riwayat Muslim)