740. Dari Wahsyi bin Harb r.a. bahwasanya para sahabat Rasulullah s.a.w.
berkata; "Ya Rasulullah, sesungguhnya kita semua ini makan dan tidak kenyang."
Beliau s.a.w. bersabda: "Barangkali engkau semua berpisah-pisah -dalam makan
itu-." Mereka menjawab: "Ya." Beliau s.a.w. bersabda lagi: "Maka dari itu
berkumpullah engkau semua kepada makananmu itu dan sebutkanlah nama Allah -yakni
bacalah Bismillah-, tentu akan diberkahi dalam makanan itu." (Riwayat Abu Dawud)
Maksudnya makannya bersama dalam satu piring atau nampan.
Sabtu, 27 Februari 2016
Bab 105. Larangan Mengumpulkan Dua Buah Kurma Atau Lain-lainnya Jikalau Makan Bersama-sama Kecuali Dengan Izin Kawan-kawannya
739. Dari Jabalah
bin Suhaim, katanya: "Kita semua terkena tahun peceklik beserta Ibnu Zubair.
Kemudian kita mendapat rezeki kurma. Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma
berjalan melalui kita dan kita sedang makan, lalu ia berkata: "Jangan engkau
semua mengumpulkan -yakni makan dua buah atau lebih dengan sekaligus-, karena
sesungguhnya Nabi s.a.w. melarang mengumpulkan itu." Kemudian ia melanjutkan
katanya: "Kecuali kalau yang seseorang -orang lainnya- itu mengizinkan
saudaranya." (Muttafaq 'alaih)
Bab 104. Makan Dari Apa-apa Yang Ada Di Dekatnya, Menasihati Serta Mengajarkannya Budi Pekerti Pada seorang Yang Buruk Tata Kramanya Ketika Makan
737. Dari Umar bin
Abu Salamah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya -pada ketika itu- adalah seorang
anak yang ada di bawah pengawasan Rasulullah s.a.w., tanganku berputar-putar ke
sekitar piring -kalau makan-. Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda kepadaku: "Hai
anak, ucapkanlah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari
apa-apa yang dekat denganmu." (Muttafaq 'alaih)
738. Dari Salamah
bin al-Akwa' r.a. bahwasanya ada seorang lelaki makan di sisi Rasulullah s.a.w.
dengan tangan kirinya, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Makanlah dengan tangan
kananmu." Orang itu menjawab: "Saya tidak dapat -makan dengan tangan kanan-."
Beliau lalu bersabda: "Engkau tidak dapat?" Tidak ada yang menyebabkan ia
berbuat sedemikian itu kecuali karena kesombongannya. Maka ia tidak dapat
mengangkatkan tangan kanannya ke mulut -untuk selama-lamanya sejak saat itu-.
(Riwayat Muslim)
Senin, 22 Februari 2016
Bab 103. Apa Yang Diucapkan Oleh Orang Yang Diundang Untuk Menghadiri Jamuan Makanan Lalu Diikuti Oleh Orang Lain -Tanpa Diundang-
736. Dari Abu
Mas'ud al-Badri r.a., katanya: "Ada seorang lelaki mengundang Nabi s.a.w. untuk
menghadiri suatu jamuan makanan yang dibuat untuk beliau, sebagai orang kelima
dari lima orang yang diundang untuk itu. Tiba-tiba orang-orang yang diundang itu
diikuti -oleh seseorang- yang tidak ikut diundang. Setelah beliau s.a.w. sampai
di pintu, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Orang ini mengikuti kita semua. Jadi
jikalau engkau suka mengizinkan untuk ikut -biarlah ia ikut-, tetapi jikalau
engkau tidak menyukainya, biarlah ia kembali saja." Orang yang mengundang lalu
menjawab: "Bahkan saya mengizinkannya, ya Rasulullah." (Muttafaq 'alaih)
Selasa, 16 Februari 2016
Bab 102. Apa-apa Yang Diucapkan Oleh Orang Yang Mendatangi Makanan Ketika Ia Sedang Berpuasa Dan Tidak Hendak Berbuka
735. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila seseorang diantara
engkau semua diundang -untuk menghadiri sesuatu jamuan makan-, maka hendaklah
mengabulkan undangan itu. Jikalau ia berpuasa, maka hendaklah ia berdoa sesuatu
yang baik untuk keluarga yang mengundang itu, dan jikalau ia berbuka -yakni
tidak berpuasa-, maka hendaklah makan." (Riwayat Muslim) Para alim ulama
berkata: "Artinya fal yushalli ialah hendaklah berdoa agar keluarga seisi rumah
orang yang mengundang itu memperoleh pengampunan dan keberkahan. Adapun artinya
fal-yath'am ialah hendaklah ia makan."
Bab 101. Jangan Mencela Makanan Dan Sunnahnya Memuji Makanan
733. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu tidak pernah mencela sama sekali
pada sesuatu makanan. Jikalau beliau s.a.w. ingin pada makanan itu beliaupun
memakannya dan jikalau tidak menyukainya, maka beliau tinggalkan -tanpa
mengucapkan celaan padanya-." (Muttafaq 'alaih)
734. Dari Jabir
r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. meminta lauk pauk kepada keluarganya, lalu mereka
berkata: "Tidak ada yang kita punyai melainkan cuka. Beliau s.a.w. lalu
memintanya dan mulailah beliau makan serta bersabda: "Sebaik-baik lauk pauk
ialah cuka, sebaik-baik lauk pauk ialah cuka." (Riwayat Muslim) Sabdanya Beliau
s.a.w. adalah untuk memuji lauk yang sedang dimakan tersebut, bukan untuk
dibanding-bandingkan dengan lauk yang lain. Wallahu'alam.
Bab 100. Kitab Adab-adab Makanan Mengucapkan Bismillah Pada Permulaan Makan Dan Alhamdulillah Pada Penghabisannya
Setiap manusia
hidup pasti memerlukan makan minum. Ini sudah menjadi keharusan, sebab tanpa itu
tentu mati. Tetapi makan dan minum itupun wajib menurut aturanNya. Jangan asal
suka, terus dimasukkan saja, sehingga perut menjadi sesak dan padat, penuh dan
tidak ada kelonggarannya sama sekali.
Dalam Hadits-hadits
di bawah ini Rasulullah s.a.w. memberikan tuntunan kepada kita:
-
Tidak satu wadahpun yang diisi oleh seseorang sampai penuh yang lebih buruk daripada ia mengisi perutnya. Ini adalah sebagai anjuran secara halus bahwa kita kalau makan jangan terlampau penuh dan padat isi perut itu. Oleh sebab itu Nabi s.a.w. pernah bersabda: "Kita -kaum Muslimin- adalah suatu kaum yang tidak akan makan sehingga kita merasa lapar dan apabila kita makan tidak sampai kekenyangan." Kegemaran makan sampai padat adalah sesuatu yang amat dikhawatirkan oleh Rasulullah s.a.w. atas umatnya, sebagaimana sabdanya: "Yang paling saya takuti diantara hal-hal yang saya takuti atas umatku ialah besarnya perut, gendut karena banyak makan, terus menerus tidur, kegemaran tidur yang melampaui batas, malas-malasan dan lemahnya keyakinan, tidak mempunyai pendirian yang tegas dan mantap."
-
Makan itu secukupnya saja asalkan tulang dapat berdiri untuk dapat digunakan bekerja, yakni tidak sampai kehilangan semangat sebab lapar.
-
Isi perut hendaklah dibagi tiga macam, yakni sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiganya lagi untuk bernafas serta letak udara yang perlu dikosongkan, sehingga jiwa menjadi baik dan bersih.
Ada beberapa hal
yang perlu kita perhatikan sehubungan dengan urusan makan minum ini, yaitu:
-
Perut besar -karena kebanyakan makan- itu adalah rumah penyakit, sedang menjaga diri sebelum sakit adalah pokok pangkal pengobatan, karena jikalau telah sakit tentu sukar diobati dan tentu makan waktu untuk kesembuhannya. Oleh sebab itu berlaku sederhanalah dalam makan minum.
-
Bukan banyaknya makanan yang menyebabkan kuatnya tubuh, tetapi makan secukupnya itulah yang membuat tubuh menjadi bersemangat dan menyebabkan kecerdikan dan berfikir.
-
Jikalau perut sudah terisi banyak makanan, maka sempitlah jadinya untuk isi minuman. Jikalau sudah di isi terlampau banyak dengan minuman, maka sempitlah jadinya untuk diisi udara. Kalau demikian itu, terjadi, maka kelesuan, kemalasan, kelelahan akan menghinggapi orang yang berbuat semacam itu. Hal ini sangat membahayakan kesehatannya, sebab akhirnya akan sering sakit-sakitan tubuhnya dan jiwanya menjadi pemalas dan gemar menganggur, fikirannya tumpul dan hilanglah semangat kerjanya. Akibatnya timbullah berbagai angan-angan yang buruk dalam fikirannya.
Menilik hal-hal di
atas itu, maka dapatlah kita menilai, betapa tinggi ajaran yang diberikan oleh
Rasulullah s.a.w. itu kepada umatnya. Selanjutnya terserahlah kepada kita
sendiri untuk melaksanakan atau mengabaikannya. Semoga Allah memberikan taufik
kepada kita agar kita dapat selalu mengikuti dan mengamalkan ajaran-ajarannya
itu. Amin.
Apa yang diuraikan
dalam nomor tiga di atas adalah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad s.a.w.
kepada seluruh umatnya dan disabdakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam-imam Ahmad, Tirmidzi, Nasa'i serta Ibnu Majah yang oleh Imam Tirmidzi
dikatakan sebagai hadits hasan. Hadits ini diterima dari sahabat Almiqdam bin
Ma'dikariba r.a.
Adapun sabda
Rasulullah yang dimaksudkan ialah: "Tiada seorang anak Adam (manusia)pun yang
memenuhi sesuatu wadah yang lebih buruk daripada perut. Cukuplah anak Adam
(manusia) itu makan beberapa suap saja yang dapat mendirikan (menguatkan) tulang
belakangnya. Oleh sebab itu, apabila perut itu mesti diisi, cukuplah sepertiga
untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga lagi untuk
pernafasannya (jiwanya)."
725. Dari 'Amr bin
Abu Salamah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepadaku:
"Ucapkanlah Bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah dari
makanan yang ada di dekatmu." (Muttafaq 'alaih)
726. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila seorang dari
engkau semua makan, maka hendaklah menyebutkan nama Allah Ta'ala -yakni
mengucapkan Bismillah-. Jikalau ia terlupa menyebutkan nama Allah Ta'ala pada
permulaan makannya itu, maka hendaklah mengucapkan: "Bismillahi awwalahu wa
akhirahu," artinya: Dengan nama Allah pada permulaan -makan- dan pada
penghabisannya. Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dari Tirmidzi dan Tirmidzi
mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
727. Dari Jabir
r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila seorang itu
masuk rumahnya, lalu ia berdzikir kepada Allah di waktu masuknya dan ketika
makannya, maka syaitan berkata kepada kawan-kawannya: "Engkau semua tidak dapat
memperoleh tempat bermalam serta makanan. Tetapi jikalau orang itu masuk lalu
tidak berdzikir kepada Allah Ta'ala ketika masuknya, maka syaitan berkata:
"Engkau semua dapat memperoleh tempat bermalam." Selanjutnya jikalau orang tadi
tidak pula berdzikir kepada Allah Ta'ala ketika makannya, maka syaitan tadi
berkata: "Engkau semua dapat memperoleh tempat bermalam serta makanan." (Riwayat
Muslim)
728. Dari Hudzaifah
r.a., katanya: "Kita semua itu apabila mendatangi makanan bersama Rasulullah
s.a.w., maka kita tidak akan meletakkan tangan-tangan kita lebih dulu sebelum
Rasulullah s.a.w. memulainya, lalu beliau meletakkan tangannya. Sesungguhnya
kita semua pernah mendatangi makanan pada suatu ketika bersama beliau s.a.w.,
lalu datanglah seorang jariah -wanita-, mungkin seorang hamba sahaya atau
seorang merdeka, seolah-olah ia dijorokkan -seperti didorong kedepan karena amat
cepat jalannya-, lalu ia maju untuk meletakkan tangannya pada makanan, kemudian
Rasulullah s.a.w. mengambil tangannya -dilarang makan dulu-. Seterusnya datang
pulalah seorang A'rab -penghuni pedalaman negeri Arab-, seolah-olah ia
dijorokkan, lalu tangannya diambil pula oleh beliau s.a.w. Setelah itu
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya syaitan itu mencari halalnya makanan
itu apabila tidak disebutkan nama Allah Ta'ala atasnya -yakni tidak dibacakan
Bismillah lebih dulu-. Sebenarnya syaitan itu datang dengan membawa jariah ini
untuk mencari halalnya makanan ini baginya, tetapi saya telah mengambil -yakni
menahan- tangannya. Kemudian datang pulalah syaitan tadi dengan membawa orang
A'rab ini untuk mencari halalnya makanan ini baginya, lalu saya ambil pula
tangannya. Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya,
sesungguhnya tangan syaitan itu ada di dalam genggaman tanganku ini bersama
kedua tangan orang yang kupegang ini." Sesudah itu beliau s.a.w. menyebutkan
nama Allah Ta'ala -yakni membaca Bismillah- lalu makan." (Riwayat Muslim)
729. Dari Umayyah
bin Makhsyi as-Shahabi r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. -pada suatu ketika-
duduk di situ ada seorang lelaki yang makan lalu tidak mengucapkan Bismillah,
sehingga makanannya tidak tertinggal melainkan sesuap saja. Setelah orang itu
mengangkatkan sesuatu yang tertinggal tadi di mulutnya, tiba-tiba ia
mengucapkan: Bismillahi awwalahu wa akhirahu." Kemudian Nabi s.a.w. ketawa latu
bersabda: "Tidak henti-hentinya syaitan tadi makan bersama orang itu. Tetapi
setelah ia ingat untuk mengucapkan nama Allah -yakni setelah membaca Bismillah,
maka syaitan tadi memuntahkan seluruh makanan yang telah ada dalam perutnya-.
(Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i)
730. Dari Aisyah
radhiallahu'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. -pada suatu ketika- hendak makan
sesuatu makanan bersama enam orang sahabat-sahabatnya. Lalu datanglah seorang
A'rab -penghuni pedalaman negeri Arab-, kemudian makan makanan itu dalam dua
kali suap saja. Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya saja andaikata
orang ini suka membaca Bismillah -sebelum makannya tadi- niscaya makanan itu
dapat mencukupi engkau semua pula -karena adanya keberkahan dalam makanan itu-."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan
shahih.
731. Dari Abu
Umamah r.a. bahwasanya nabi s.a.w. apabila mengangkat hidangannya -yakni setelah
selesai makan- beliau s.a.w. mengucapkan -yang artinya-: "Segala puji bagi Allah
sebanyak-banyaknya, makanan yang suci serta diberkahi, tidak diremehkan serta
tidak pula dianggap kurang berguna, ya Tuhan kita." (Riwayat Bukhari)
732. Dari Mu'az bin
Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang setelah
selesai makan sesuatu makanan lalu mengucapkan -yang artinya-: "Segala puji bagi
Allah yang telah memberikan makanan ini padaku dan memberikan rezeki itu padaku
tanpa adanya daya serta kekuatan daripadaku", maka diampunkanlah untuknya
apa-apa yang telah terdahulu dari dosanya." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu
Dawud dan Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
Jumat, 12 Februari 2016
Bab 90. Mendengarkannya Seorang Kawan Kepada Pembicaraan Kawannya Yang Tidak Berupa Pembicaraan Yang Haram Dan Memintanya Orang Alim Serta Juru Nasihat Kepada Orang-orang Yang Menghadiri Majelisnya Supaya Mereka Mendengarkan Baik-baik
696. Dari Jarir bin
Abdullah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda dalam haji wada' -yakni haji
terakhirnya Nabi s.a.w. sebagai tanda perpisahan-: "Mintalah orang-orang itu
supaya mendengarkan baik-baik." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Janganlah
engkau semua kembali menjadi orang-orang kafir sepeninggalku nanti, lagi pula
janganlah yang sebagian dari engkau semua itu memukul leher sebagian lainnya,"
maksudnya janganlah melakukan sesuatu yang dapat menyebabkan terjadinya
perceraian, permusuhan dan pertempuran antara sesama kaum Muslimin." (Muttafaq
'alaih)
Bab 89. Sunnahnya Menerangkan Dan Menjelaskan Pembicaraan Kepada Orang Yang Diajak Bicara Dan Mengulang-ulanginya Agar Dapat Dimengerti, Jikalau Orang Itu Tidak Dapat Mengerti Kecuali Dengan Cara Mengulang-ulangi Itu
694. Dari Anas r.a.
bahwasanya Nabi s.a.w. apabila berbicara dengan sesuatu pembicaraan, maka beliau
s.a.w. mengulanginya -hingga- tiga kali sehingga dapat dimengerti apa yang
dibicarakannya itu. Dan jikalau beliau s.a.w. itu datang pada sesuatu kaum, lalu
memberikan salam kepada mereka, maka salam itu diucapkan sebanyak tiga kali."
(Riwayat Bukhari)
695. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Percakapannya Rasulullah s.a.w. itu adalah
merupakan percakapan yang terpisah-pisah -yakni jelas sekali antara kata yang
satu dengan kata yang lainnya- dan dapat dimengerti oleh setiap orang yang
mendengarnya." (Riwayat Abu Daud)
Bab 88. Sunnahnya Berbicara Yang Baik Dan Menunjukkan Wajah Yang Manis Ketika Bertemu
Allah Ta'ala
berfirman: "Dan tundukkanlah sayapmu -yakni bersikap merendahkan dirilah-
terhadap kaum mu'minin." (al-Hijr: 88)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Andaikata engkau itu berakhlak jelek serta keras hati,
sesungguhnya orang-orang itu sama lari dari sekelilingmu." (Ali-Imran: 159)
691. Dari 'Adiy bin
Hatim r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua kepada
neraka, sekalipun dengan jalan bersedekah dengan potongan kurma, maka
barangsiapa yang tidak dapat menemukan itu, maka hendaklah bersedekah dengan
mengucapkan perkataan yang baik." (Muttafaq 'alaih)
692. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Dan mengucapkan perkataan yang
baik itu adalah merupakan sedekah." (Muttafaq 'alaih) Dan hadits ini adalah
sebagian dari hadits yang lampau dengan kelengkapannya yang panjang -lihat
hadits no.122-.
693. Dari Abu Zar
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saya: "Janganlah engkau
menghinakan sesuatupun dari amal kebaikan -yakni sekalipun tampaknya kecil,
janganlah tidak dilakukan-, meskipun andaikata engkau bertemu saudaramu dengan
menunjukkan wajah yang manis," -atau berseri-seri tanda bersuka cita ketika
bertemu itu-. (Riwayat Muslim)
Bab 87. Memelihara Apa-apa Yang Sudah Dibiasakan Dari Hal Kebaikan -Istiqomah-
Allah Ta'ala
berfirman: "Sesungguhnya Allah itu tidak mengubah keadaan yang ada dalam sesuatu
kaum, sehingga kaum itu mengubah sendiri apa-apa yang ada di dalam diri mereka."
(ar-Ra'ad: 11)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan
benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu
menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan
adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.
Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari
kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu."
(An-Nahl: 92) Al-Ankats ialah jamaknya niktsun yaitu tenunan yang diurai dan
tercerai-berai.
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Janganlah mereka itu menjadi seperti orang-orang yang diberi
al-Kitab -yakni kaum Yahudi dan Nasrani- dari sebelum ini, kemudian panjang
sekali masa yang berlalu atas mereka, lalu menjadi keraslah hati mereka itu."
(al-Hadid: 16)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Kemudian mereka itu tidak suka memelihara -ketentuan-ketentuan
Allah itu- dengan pemeliharaan yang sesungguh-sungguhnya." (al-Hadid: 27)
690. Dari Abdullah
bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda
kepada saya: "Hai Abdullah, janganlah engkau menjadi seperti si Fulan itu.
Dahulu ia suka berdiri shalat diwaktu malam, tetapi kini ia meninggalkan shalat
di waktu malam itu." (Muttafaq 'alaih)
Bab 86. Memenuhi Perjanjian Dan Melaksanakan Janji
Allah Ta'ala
berfirman: "Dan penuhilah perjanjian, karena sesungguhnya perjanjian itu akan
ditanyakan." (al-Isra': 34)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Dan penuhilah perjanjian terhadap Allah, jikalau engkau semua
menjanjikannya." (an-Nahl: 91)
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji itu."
(al-Maidah: 1)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, mengapa engkau semua
mengucapkan apa-apa yang tidak engkau semua kerjakan? Besar sekali dosanya di
sisi Allah jikalau engkau semua mengucapkan apa-apa yang tidak engkau semua
kerjakan itu." (as-Shaf: 2-3)
687. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tandanya orang munafik itu
ada tiga, yaitu: jikalau ia berbicara berdusta, jikalau ia berjanji menyalahi
dan jikalau ia dipercaya berkhianat." (Muttafaq 'alaih) Ia menambahkannya dalam
riwayat Imam Muslim: "Sekalipun orang itu berpuasa dan shalat dan mengaku bahwa
dirinya adalah seorang Muslim."
688. Dari Abdullah
bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Ada
empat perkara, barangsiapa yang empat perkara itu semuanya ada di dalam dirinya,
maka orang itu adalah seorang munafik yang murni -yakni munafik yang
sebenar-benarnya- dan barangsiapa yang di dalam dirinya ada satu perkara dari
empat perkara tersebut, maka orang itu memiliki pula satu macam perkara dari
kemunafikan sehingga ia meninggalkannya, yaitu: jikalau dipercaya berkhianat,
jikalau berbicara berdusta, jikalau berjanji bercidera -yakni tidak menepati-
dan jikalau bertengkar maka ia berbuat kecurangan -yakni tidak melalui jalan
yang benar lagi-." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Nifaq atau
kemunafikan adalah suatu sifat yang ada di dalam hati manusia dan tidak dapat
diketahui oleh orang lain. Kemunafikan adalah suatu penyakit rohani yang tidak
dapat disembuhkan kecuali oleh orang itu sendiri. Kita dapat mengetahui
seseorang itu dihinggapi oleh penyakit kemunafikan, hanyalah semata-mata dari
tanda-tandanya yang lahiriyah belaka. Apakah kemunafikan itu? Kemunafikan ialah
menunjukkan di luar sebagai seorang Muslim yang benar-benar keislaman dan
keimanannya, tetapi dalam hatinya adalah sebaliknya. Orang munafik itu
hakikatnya adalah orang yang memusuhi Agama Islam, menghalang-halangi
perkembangan dan kemajuan Islam, tidak ridha dengan kepesatan dan keluhuran
Islam dan dengan segala daya upaya hendak mematikan Agama Islam. Itulah yang
terkandung dalam hatinya yang sebenar-benarnya. Hanya tampaknya saja ia sebagai
pemeluk Islam yang setia. Bagi Islam orang munafik itu adalah sebagai musuh
dalam selimut. Ia menggunting dalam lipatan atau menusuk kawan seiring dari
belakang. Besar benar bahayanya kaum munafik itu terhadap Islam dan kaum
Muslimin. Oleh sebab itu Allah menjanjikan siksa yang pedih kepada kaum munafik
itu dengan firmannya: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu ada di dalam tingkat
terbawah dari neraka." Oleh sebab tidak seorangpun yang mengetahui isi hati
seorang, maka oleh Rasulullah s.a.w. diuraikan tanda-tandanya kemunafikan, yaitu
ada empat macam perkara. Dijelaskan oleh beliau s.a.w. bahwa barangsiapa yang
memiliki empat macam perkara itu keseluruhannya, maka ia benar-benar dapat
digolongkan dalam kelompok kaum munafik yang asli, tulen atau murni, bagaikan
emas kemunafikannya sudah 24 karat. Tetapi apabila hanya satu perkara saja yang
dimilikinya itu, maka ia telah dihinggapi satu macam penyakit kemunafikan
tersebut.
Adapun empat
perkara itu ialah:
-
Jikalau berbicara berdusta.
-
Jikalau berjanji tidak menepati.
-
Jikalau bertengkar atau bertentangan dengan seorang, lalu berbuat kejahatan.
-
Jikalau membuat sesuatu perjanjian lalu merusakkan atau membatalkannya sendiri yakni tidak mematuhi isi perjanjian itu dengan sebaik-baiknya.
Dalam hadits
sebelumnya disebutkan bahwa salah satu sifat kemunafikan ialah: Jikalau
dipercaya lalu berkhianat. Penyakit kemunafikan itu tetap berjangkit dalam diri
seorang selama sifat-sifat buruk di atas (lima macam) tidak ditinggalkan,
sekalipun orang tersebut mengerjakan shalat, puasa serta mengaku bahwa dirinya
adalah manusia Muslim. Amat sederhana sekali tampaknya sifat-sifat kemunafikan
yang banyaknya empat atau lima macam di atas itu, tetapi bahayanya amat besar
sekali. Oleh sebab itu, selama masih ada satu penyakit kemunafikan itu
menghinggapi seorang, maka tetap ia dapat dianggap sebagai orang munafik,
jikalau penyakitnya itu tidak dilenyapkan sendiri, sekalipun taraf
kemunafikannya masih rendah. Jadi kemunafikan seseorang itu dianggap tinggi atau
rendah, murni atau tidak, hal itu tergantung kepada banyaknya sifat kemunafikan
yang dimiliki olehnya. Jelasnya kemunafikannya itu dapat 20%, 40%, 60%, 80% atau
100% yakni tulen dan murni. Semoga kita semua dihindarkan dari sifat kemunafikan
ini selama-lamanya.
689. Dari Jabir
r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda kepada saya: "Andaikata harta dari daerah
Albahrain itu benar-benar telah tiba, tentulah saya akan memberimu sekian,
sekian dan sekian." Tetapi harta dari Albahrain itu tidak pernah datang sampai
Nabi s.a.w. wafat. Kemudian setelah harta dari Albahrain itu datang, Abu Bakar
r.a. menyuruh supaya diserukan: "Barangsiapa yang di sisi Rasulullah s.a.w.
mempunyai suatu janji atau hutang, maka hendaklah datang ke tempat kami." Saya
lalu mendatangi Abu Bakar r.a., dan saya berkata: "Sesungguhnya Nabi s.a.w.
pernah bersabda kepada saya demikian, demikian." Abu Bakar r.a. lalu memberikan
kepada saya suatu pemberian, kemudian saya menghitungnya, tiba-tiba jumlahnya
itu ialah lima ratus dirham dan Abu Bakar r.a. berkata: "Ambillah dua kalinya
itu lagi." (Muttafaq 'alaih)
Senin, 08 Februari 2016
Bab 85. Menjaga Rahasia
Allah Ta'ala
berfirman: Dan penuhilah janji, karena sesungguhnya janji itu akan ditanyakan."
(al-Isra': 34)
683. Dari Abu Said
al-Khudri r.a, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya
seburuk-buruknya manusia di sisi Allah dalam hal kedudukannya pada hari kiamat
ialah seorang lelaki yang menyetubuhi istrinya dan istrinya itupun
menyetubuhinya, kemudian menyiar-nyiarkan rahasia istrinya itu," misalnya
mengatakan pada orang lain perihal cara bersetubuhnya atau apa-apa yang
dilakukan sebelum itu dan lain-lain. Hal ini termasuk dosa besar. (Riwayat
Muslim)
684. Dari Abdullah
bin Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Umar r.a. pada suatu ketika puterinya
itu menjadi janda yakni Hafshah. Umar berkata: "Saya bertemu Usman bin Affan,
kemudian saya menawarkan padanya akan Hafshah, lalu saya berkata: "Jikalau Anda
suka, akan saya kawinkan Anda dengan Hafshah binti Umar." Usman menjawab: "Akan
saya fikirkan dulu persoalanku ini," -yakni suka mengawini atau tidaknya-. Saya
-Umar- berdiam diri beberapa malam -maksudnya menantikan sampai beberapa hari-,
kemudian ia menemui saya lalu berkata: "Kini telah jelas dalam pendirian saya
bahwa saya tidak akan kawin pada hariku ini." Selanjutnya saya bertemu dengan
Abu Bakar as-Shiddiq r.a. lalu saya berkata: "Jikalau Anda suka, saya akan
mengawinkan anda dengan Hafshah binti Umar. Abu Bakar r.a. diam saja dan
seterusnya ia tidak kembali padaku sama sekali -yakni tidak memberikan jawaban
apa-apa perihal ya atau tidaknya-. Oleh sebab tidak menerima jawaban itu, maka
saya lebih sangat marahnya kepada Abu Bakar daripada terhadap Usman. Selanjutnya
saya berdiam diri beberapa malam, kemudian dipinang oleh Nabi s.a.w. lalu saya
mengawinkan Hafshah itu kepada beliau s.a.w. Setelah itu Abu Bakar menemui saya,
kemudian iapun berkatalah: "Barangkali Anda marah kepada saya ketika Anda
menawarkan Hafshah pada saya itu, tetapi saya tidak memberikan jawaban apapun
pada Anda?" Saya berkata: "Ya." Abu Bakar lalu berkata lagi: "Sebenarnya tidak
ada yang menghalang-halangi saya untuk kembali -memberikan jawaban- kepada Anda
itu perihal apa yang Anda tawarkan pada saya, hanya saja karena saya telah
mengerti bahwa Nabi s.a.w. pernah menyebut-nyebutkan Hafshah tadi -maksudnya
beliau s.a.w. ada keinginan akan mengawininya-. Maka oleh sebab itu saya tidak
akan menyiar-nyiarkan rahasia Rasulullah s.a.w. itu. Andaikata beliau s.a.w.
meninggalkannya -yakni tidak ada keinginan mengawininya-, sesungguhnya saya
menerimanya -yakni suka mengawininya-. (Riwayat Bukhari) Taayyamat yaitu menjadi
tidak bersuami lagi -yakni janda-, karena suaminya r.a. telah wafat. Wajad-ta
artinya marah.
685. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Kita semua para istri Nabi s.a.w. sedang berada di
sisi beliau s.a.w. itu. Kemudian menghadaplah puterinya yakni Fathimah
radhiallahu 'anha dengan berjalan dan -cara- berjalannya itu tidak ada salahnya
sama sekali -yakni sama persis- dengan cara jalannya Rasulullah s.a.w. Ketika
beliau s.a.w. melihatnya, beliaupun menyambutnya dengan baik dan bersabda:
"Marhaban hai puteriku." Fathimah disuruhnya duduk di sebelah kanannya atau
-menurut riwayat lain- di sebelah kirinya. Seterusnya Nabi s.a.w. membisikinya,
lalu Fathimah menangis dengan tangisnya yang keras sekali. Setelah beliau s.a.w.
melihat kegelisahan puterinya lalu dibisikinya sekali lagi, lalu Fathimah
tertawa." Saya -Aisyah- berkata kepada Fathimah: "Engkau telah diistimewakan
oleh Rasulullah s.a.w. diantara sekalian istri-istrinya dengan dibisiki,
kemudian engkau menangis." Sesudah Rasulullah s.a.w. berdiri dari tempatnya,
lalu saya -Aisyah- bertanya kepada Fathimah: "Apakah yang disabdakan oleh
Rasulullah s.a.w. padamu itu?" Fathimah menjawab: "Saya tidak akan
menyiar-nyiarkan apa yang dirahasiakan oleh Rasulullah s.a.w." Sesudah
Rasulullah s.a.w. wafat, saya berkata kepada Fathimah: "Saya bersengaja hendak
bertanya kepadamu dengan cara yang sebenarnya, supaya engkau meberitahukan
kepadaku apa yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w. Fathimah menjawab: "Kalau
sekarang, baiklah saya memberitahukan itu. Adapun yang dibisikkan oleh beliau
s.a.w. pada pertama kalinya, yaitu beliau s.a.w. memberitahukan kepada saya
bahwasanya Jibril dahulunya memberikan kepadanya wahyu dari al-Quran itu dalam
setahun sekali, sedang sekarang dalam setahun diberikan dua kali. Beliau s.a.w.
bersabda: "Sesungguhnya saya tidak mengetahui tentang datangnya ajalku itu,
melainkan tentu sudah dekat. Maka dari itu bertaqwalah engkau dan bersabarlah,
sesungguhnya saja sebaik-baiknya orang yang mendahului ialah saya mendahuluimu."
Karena itu lalu saya menangis sebagaimana tangisku yang Anda lihat dulu itu.
Selanjutnya setelah beliau s.a.w. melihat betapa kegelisahan hatiku, lalu saya
dibisikinya untuk kedua kalinya, lalu beliau bersabda: "Hai Fathimah, tidakkah
engkau suka jikalau engkau menjadi penghulu -pemimpin- dari seluruh wanita dari
kalangan kaum mu'minin atau penghulu dari seluruh wanita dari kalangan umat
ini?" Oleh karena itu, maka sayapun ketawa sebagaimana yang Anda lihat dulu
itu." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Muslim.
686. Dari Tsabit
dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. mendatangi saya dan di waktu itu
saya sedang bermain-main dengan beberapa orang anak. Beliau s.a.w. mengucapkan
salam pada kita, kemudian menyuruh saya untuk sesuatu keperluannya. Oleh sebab
itu saya terlambat mendatangi ibuku. Selanjutnya setelah saya datang, ibu lalu
bertanya: "Apakah yang menahanmu -sampai terlambat datangnya ini-?" Saya
berkata: "Saya diperintah oleh Rasulullah s.a.w. untuk sesuatu keperluannya."
Ibu bertanya: "Apakah hajatnya itu?" Saya menjawab: "Itu adalah rahasia." Ibu
berkata: "Kalau begitu jangan sekali-kali engkau memberitahukan rahasia
Rasulullah s.a.w. tersebut kepada siapapun juga." Anas berkata: "Demi Allah,
andaikata rahasia itu pernah saya beritahukan kepada seseorang, sesungguhnya
saya akan memberitahukan hal itu kepadamu pula, hai Tsabit." Diriwayatkan oleh
Imam Muslim, sedang Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dengan diringkaskan.
Bab 84. Malu Dan Keutamaannya Dan Menganjurkan Untuk Berakhlak Dengan Sifat Malu Itu
679. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui seorang lelaki
dari golongan kaum Anshar dan ia sedang menasihati saudaranya tentang hal sifat
malu. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Biarkanlah ia, sebab sesungguhnya
sifat malu itu termasuk dari keimanan." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Malu itu ada yang
baik dan ada yang jelek. Malu menjalani sesuatu kemungkaran dan kemaksiatan atau
umumnya larangan agama atau hal-hal yang syubhat adalah terpuji dan sangat baik.
Tetapi malu menjalankan ketaatan kepada Allah, misalnya malu shalat karena baru
saja menyadari kebenaran beragama, malu pergi ke masjid, malu kalau tidak suka
diajak berdansa-dansi, malu kalau menolak berjabatan tangan dengan wanita (bagi
seorang lelaki), semuanya itu adalah tercela dan tidak ada kebaikannya sama
sekali. Dalam hal ini ada sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari yang
diterima dari Abu Mas'ud yaitu Uqbah al-Anshari, mengatakan bahwa Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya diantara hal-hal yang ditemui (didapatkan) dari
ucapan kenubuwatan yang pertama ialah: Apabila kamu tidak malu, maka lakukanlah
apa saja yang kamu kehendaki." Adapun hadits di atas itu mengandung pengertian
sebagai ancaman atau untuk menakut-nakuti pada seorang yang hendak berbuat
semau-maunya. Jadi maksudnya ialah: "Kalau kamu tidak malu kepada Allah dalam
melakukan kemungkaran dan kemaksiatan itu, terserahlah, kamu boleh melakukan
apa-apa yang kamu inginkan dan sesuka hatimulah. Tetapi ingatlah bahwa setiap
sesuatu itu ada balasannya, baik di dunia ataupun di akhirat." Ada pula sebagian
alim ulama yang berpendapat bahwa maksud hadits di atas itu adalah untuk
menunjukkan kebolehan sesuatu kelakuan. Jelasnya: "Kalau kamu hendak melakukan
sesuatu, sekiranya kamu tidak malu kepada Allah dan para manusia, sebab memang
bukan larangan agama, baik sajalah kamu lakukan. Tetapi sekalipun agama
membolehkan, kalau kamu malu, tidak kamu lakukanpun baik juga jikalau hal itu
termasuk sesuatu yang mubah (yakni bukan hal yang wajib atau sunnah). Jadi baik
dilakukan atau ditinggalkan sama saja bolehnya."
680. Dari Imran bin
Hushain radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sifat malu
itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan." (Muttafaq 'alaih) Dalam
riwayat Muslim disebutkan: "Sifat malu itu baik seluruh akibatnya." Atau beliau
s.a.w. bersabda: "Malu itu semuanya baik akibatnya." Yang dimaksud itu ialah
malu mengerjakan kejahatan atau hal-hal yang tidak sopan menurut pandangan umum.
Adapun malu mengerjakan kebaikan, maka amat tercela dan tidak dibenarkan oleh
agama.
681. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Keimanan itu ada tujuh
puluh lebih -tiga sampai sembilan- atau keimanan itu cabangnya ada enam puluh
lebih -tiga sampai sembilan-. Seutama-utamanya ialah ucapan La ilaha illallah
dan serendah-rendahnya ialah menyingkirkan apa-apa yang berbahaya -semacam batu,
duri, ranting, paku, kayu, tumpahan minyak oli, lumpur, abu kotoran dan
lain-lain sebagainya- dari jalanan. Sifat malu adalah suatu cabang dari keimanan
itu." (Muttafaq 'alaih)
682. Dari Abu Said
al-Khudri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu lebih sangat sifat malunya
daripada seorang perawan dalam tempat persembunyiannya -yakni perawan yang baru
kawin dan berada dalam biliknya dengan suami yang belum pernah dikenalnya-. Ia
-perawan tersebut- amat sangat malu kepada suaminya itu. Jikalau beliau s.a.w.
melihat sesuatu yang tidak disenangi, maka kita dapat melihat itu tampak di
wajahnya." (Muttafaq 'alaih) Para alim ulama berkata: "Hakikat sifat malu itu
ialah suatu budi pekerti yang menyebabkan seorang itu meninggalkan apa-apa yang
buruk dan menyebabkan ia tidak mau lengah untuk menunaikan haknya seorang yang
mempunyai hak." Kami meriwayatkan dari Abul Qasim al-Junaid rahimahullah,
katanya: "Malu ialah perpaduan antara melihat berbagai macam kenikmatan atau
karunia dan melihat adanya kelengahan, lalu tumbuhlah diantara kedua macam sifat
yang di atas tadi suatu keadaan yang dinamakan sifat malu." Wallahu a'lam.
Bab 83. Melarang Memberikan Jabatan Sebagai Amir -Penguasa Negara- Ataupun Kehakiman Dan Lain-lainnya Dari Jabatan-jabatan Pemerintahan Negara Kepada Orang Yang Memintanya Atau Tamak -Berambisi- Untuk Memperolehnya, Lalu Menawarkan Diri Untuk Jabatan Itu
678. Dari Abu Musa
al-Asy'ari r.a., katanya: "Saya masuk ke tempat Nabi s.a.w. bersama dua orang
dari kemenakanku, salah seorang dari dua orang ini berkata: "Ya Rasulullah,
berikanlah kepada kita jabatan sebagai amir -penguasa negara- untuk memerintah
sebagian daerah yang dikuasakan oleh Allah 'Azzawajalla pada Tuan." Orang yang
satunyapun berkata demikian, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya kami
ini, demi Allah, tidak akan memberikan kekuasaan untuk memegang suatu tugas
kepada seseorang yang memintanya ataupun seorang yang tamak -loba atau serakah-
untuk memperolehnya." (Muttafaq 'alaih)
Bab 82. Memerintah Sultan Atau Qadhi Dan Lain-lainnya Dari Golongan Pemegang Pemerintahan Supaya Mengangkat Wazir -Pembantu- Yang Baik Dan Menakut-nakuti Mereka Dari Kawan-kawan Yang Jahat Serta Menerima -Membenarkan- Keterangan Mereka Itu
Allah Ta'ala
berfirman: "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi
sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (az-Zukhruf:
67)
676. Dari Abu Said
dan Abu Hurairah radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tiada seorang Nabipun yang diutus oleh Allah dan tidak pula Allah mengangkat
seorang khalifah, melainkan Nabi atau khalifah itu mempunyai dua golongan -yang
bertentangan-. Golongan yang satu menyuruhnya untuk mengerjakan kebaikan dan
mengajaknya melaksanakan sedemikian itu sedang golongan yang satunya lagi
menyuruhnya mengerjakan kejahatan dan mengajaknya melaksanakan sedemikian itu.
Orang yang terjaga ialah yang dipelihara -niat, ucapan dan perbuatannya- oleh
Allah." (Riwayat Bukhari)
677. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila Allah itu
menghendaki kepada seorang amir -penguasa negara- menjadi baik, maka Allah
membuat untuknya wazir -atau pembantu- yang benar. Jikalau amir itu lupa dari
melaksanakan kebaikan, maka wazir itu mengingatkannya dan jikalau amir itu ingat
-untuk melakukan kebaikan-, maka wazir itu memberikan pertolongannya. Tetapi
apabila Allah menghendaki kepada seorang amir menjadi yang selain itu -yakni
menjadi amir yang jelek-, maka Allah membuat untuknya wazir yang jelek pula.
Jikalau amir itu lupa -dari melaksanakan kebaikan-, maka wazir itu tidak suka
mengingatkannya dan jikalau amir itu telah ingat -untuk melaksanakan kebaikan-,
maka wazir itupun tidak suka memberikan pertolongan padanya." Diriwayatkan oleh
Abu Dawud dengan isnad yang baik menurut syaratnya Imam Muslim.
Bab 81. Dilarang Meminta Jabatan Untuk Memegang Pemerintahan, Memilih Meninggalkan Kekuasaan Jikalau Tidak Ditentukan Untuk Itu Atau Karena Ada Hajat -Kepentingan- Padanya
Allah Ta'ala
berfirman, "Perumahan akhirat Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak
menghendaki berbuat kesombongan di bumi dan pula tidak membuat kerusakan dan
penghabisan yang baik adalah untuk orang-orang yang bertaqwa." (al-Qashash:
83)
672. Dari Abu Said,
yaitu Abdur Rahman bin Samurah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada
saya: "Hai Abdur Rahman bin Samurah, janganlah engkau meminta jabatan amir
-penguasa negara-, sebab jikalau engkau diberi tanpa adanya permintaan
daripadamu, maka engkau akan diberi pertolongan oleh Allah dalam memegang
jabatan itu, tetapi jikalau engkau diberi dengan sebab adanya permintaan
daripadamu, maka engkau akan dipalingkan dari pertolongan Allah. Jikalau engkau
bersumpah atas sesuatu yang disumpahkan, kemudian engkau mengetahui sesuatu yang
selainnya itu lebih baik daripada apa yang engkau sumpahkan tadi, maka
datangilah -yakni laksanakanlah- apa-apa yang lebih baik tadi serta bayarlah
kaffarah -denda- karena sumpahmu itu." (Muttafaq 'alaih)
673. Dari Abu Zar
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Abu Zar, sesungguhnya saya
melihat engkau itu adalah seorang yang lemah dan sesungguhnya saya mencintai
untukmu sesuatu yang saya cintai untukku sendiri. Janganlah engkau menjadi
seorang amir -pemegang kekuasaan atau hakim- atas dua orang -maksudnya sekalipun
yang diperintah itu hanya sedikit dan diibaratkan dua orang, jangan menjadi
penguasa atau yang membawahi mereka- dan jangan pula engkau mendekati harta anak
yatim -sehingga engkau pakai untuk keperluanmu sendiri-." (Riwayat Muslim)
674. Dari Abu Zar
r.a. pula, katanya: "Saya berkata: "Ya Rasulullah, tidakkah Tuan suka
menggunakan saya -yakni mengangkat saya sebagai seorang petugas negara-." Beliau
s.a.w. lalu menepuk bahuku dengan tangannya, lalu bersabda: "Hai Abu Zar,
sesungguhnya pada hari kiamat engkau adalah seorang yang lemah dan sesungguhnya
jabatan pemerintahan itu adalah sebagai amanat dan sebenarnya jabatan sedemikian
itu adalah merupakan kerendahan serta penyesalan -pada hari kiamat- bagi orang
yang tidak dapat menunaikan amanatnya, kecuali seorang yang mengambil amanat itu
dengan hak sebagaimana mestinya dan menunaikan apa yang dibebankan atas dirinya
perihal amanat yang dipikulkan tadi. (Riwayat Muslim)
675. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya engkau semua
itu akan bersifat loba -serakah- untuk memperoleh jabatan sebagai penguasa
negara dan jabatan sedemikian itu akan menyebabkan adanya penyesalan pada hari
kiamat." (Riwayat Bukhari)
Bab 80. Wajibnya Mentaati Pada Penguasa Pemerintahan Dalam Perkara-perkara Bukan Kemaksiatan Dan Haramnya Mentaati Mereka Dalam Urusan Kemaksiatan
Allah Ta'ala
berfirman: "Hai sekalian orang yang beriman, taatlah engkau semua kepada Allah
dan taat pulalah kepada Rasulullah, juga kepada orang-orang yang memegang
pemerintahan dari kalanganmu sendiri." (an- Nisa': 59)
661. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Wajib atas seorang Muslim untuk
mendengar dengan patuh serta mentaati, baik dalam hal yang ia senangi dan yang
ia benci, melainkan jikalau ia diperintah untuk sesuatu kemaksiatan. Maka
apabila ia diperintah -oleh penguasa pemerintahan- dengan sesuatu kemaksiatan,
tidak bolehlah ia mendengarkan perintahnya itu dan tidak boleh pula
mentaatinya." (Muttafaq 'alaih)
662. Dari Ibnu Umar
r.a. pula, katanya: "Kita semua itu apabila berbai'at kepada Rasulullah s.a.w.
untuk mendengar dengan patuh dan mentaati -apa-apa yang diperintahkan olehnya-,
beliau s.a.w. selalu bersabda: "Dalam apa yang engkau semua kuasa
melaksanakannya -yakni dengan sekuat tenaga yang ada padamu semua-." (Muttafaq
'alaih)
663. Dari Ibnu Umar
r.a. pula, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: Barangsiapa yang
melepaskan tangan ketaatan -yakni keluar dari ketaatan terhadap penguasa
pemerintah-, maka orang itu akan menemui Allah pada hari kiamat, sedang ia tidak
mempunyai hujjah -alasan lagi untuk membela diri dari kesalahannya itu-. Adapun
yang meninggal dunia sedang di lehernya tidak ada pembai'atan -untuk mentaati
pada pemerintahan yang benar-, maka matilah ia dalam keadaan mati jahiliyah."
(Riwayat Muslim) Dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan: "Dan
barangsiapa yang mati dan ia menjadi orang yang memecah belah persatuan umat
-kaum Muslimin-, maka sesungguhnya ia mati dalam keadaan mati jahiliyah."
664. Dari Anas
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dengarlah olehmu semua dengan patuh
dan taatlah pula, sekalipun yang digunakan -yakni yang diangkat sebagai pemegang
pemerintahan- atasmu semua itu seorang hamba sahaya keturunan Habsyi -orang
berkulit hitam-, yang di kepalanya itu seolah-olah ada bintik-bintik hitam
kecil-kecil." (Riwayat Bukhari)
665. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Wajiblah atasmu itu
mendengar dengan patuh serta mentaati baik engkau dalam keadaan sukar ataupun
lapang, juga baik engkau dalam keadaan rela menerima perintah itu ataupun dalam
keadaan membencinya dan juga dalam hal yang mengalahkan kepentingan dirimu
sendiri." (Riwayat Muslim)
666. Dari Abdullah
bin Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Kita semua bersama Rasulullah s.a.w.
dalam berpergian, kemudian kita turun berhenti di suatu tempat pemberhentian.
Diantara kita ada yang memperbaiki pakaiannya, ada pula yang berlomba panah
memanah dan ada pula yang menyampingi ternak-ternaknya. Tiba-tiba di kala itu
berserulah penyeru Rasulullah s.a.w. mengatakan: "Shalat jamaah akan segera
dimulai." Kita semua lalu berkumpul ke tempat Rasulullah s.a.w., kemudian beliau
bersabda: "Sesungguhnya tiada seorang Nabipun yang sebelum saya itu, melainkan
adalah haknya untuk memberikan petunjuk kepada umatnya kepada apa-apa yang
berupa kebaikan yang ia ketahui akan memberikan kemanfaatan kepada umatnya itu,
juga menakut-nakuti dari keburukan apa-apa yang ia ketahui akan membahayakan
mereka. Sesungguhnya umatmu semua ini keselamatannya diletakkan di bagian
permulaannya dan kepada bagian penghabisannya akan mengenailah suatu bencana dan
beberapa persoalan yang engkau semua mengingkarinya -tidak menyetujui karena
berlawanan dengan syariat-. Selain itu akan datang pula beberapa fitnah yang
sebagiannya akan menyebabkan ringannya bagian yang lainnya. Ada pula fitnah yang
akan datang, kemudian orang mu'min berkata: "Inilah yang menyebabkan
kerusakanku," lalu fitnah itu lenyaplah akhirnya. Juga ada fitnah yang datang,
kemudian orang mu'min berkata: "Ini, inilah yang terbesar -dari berbagai fitnah
yang pernah ada-." Maka barangsiapa yang senang jikalau dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan dalam syurga, hendaklah ia sewaktu didatangi oleh kematiannya
itu, ia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, juga memperlakukan
para manusia dengan sesuatu yang ia senang jika diperlakukan sedemikian itu oleh
orang lain. Dan barangsiapa yang membai'at seorang imam -pemuka-, lalu ia telah
memberikan tapak tangannya -dengan berjabatan tangan- dan memberikan pula buah
hatinya -maksudnya keikhlasan-, maka hendaklah ia mentaatinya apabila ia kuasa
demikian -yakni sekuat tenaga yang ada pada dirinya-. Selanjutnya jikalau ada
orang lain yang hendak mencabut -merampas kekuasaan imam yang telah dibai'at
tadi-, maka pukullah leher orang lain itu -yakni perangilah yang membangkang
tersebut-. (Riwayat Muslim) Sabdanya: yantadhilu artinya berlomba dengan
permainan melemparkan panah atau berpanah-panahan. Aljasyaru dengan fathahnya
jim dan syin mu'jamah dan dengan ra', yaitu binatang-binatang yang sedang
digembalakan dan bermalam di tempatnya itu pula. Sabdanya: yuraqqiqu ba'dhuha
ba'dhan artinya yang sebagian membuat ringan pada yang sebagian lagi, sebab
besarnya apa yang datang sesudah yang pertama itu. Jadi yang kedua menyebabkan
dianggap ringannya yang pertama. Ada yang mengatakan bahwa artinya ialah yang
sebagian menggiring yakni menyebabkan timbulnya sebagian yang lain dengan
memperbaguskan serta mengelokkannya, juga ada yang mengatakan bahwa artinya itu
ialah menyerupai yang sebagian pada sebagian yang lainnya.
667. Dari Abu
Hunaidah yaitu Wail bin Hujr r.a., katanya: "Salamah bin Yazid al-Ju'fi bertanya
kepada Rasulullah s.a.w., lalu ia berkata: "Ya Nabiyullah, bagaimanakah pendapat
Tuan, jikalau kita semua diperintah oleh beberapa orang penguasa, mereka selalu
meminta hak mereka dan menghalang-halangi apa yang menjadi hak kita. Apakah yang
Tuan perintahkan itu terjadi?" Beliau s.a.w. memalingkan diri dari pertanyaan
itu -seolah-olah tidak mendengarnya-. Kemudian Salamah bertanya sekali lagi,
kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dengarlah olehmu semua -apa yang
diperintahkan- dan taatilah, sebab sesungguhnya atas tanggungan mereka
sendirilah apa-apa yang dibebankan pada mereka -yakni bahwa mereka berdosa
jikalau mereka menghalang-halangi hak orang-orang yang di bawah kekuasaannya-
dan atas tanggunganmu sendiri pulalah apa yang dibebankan padamu semua -yakni
engkau semua juga berdosa jikalau tidak mentaati pimpinan orang yang sudah sah
dibai'at-." (Riwayat Muslim)
668. Dari Abdullah
bin Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saja akan
datanglah sesudahku nanti suatu cara mementingkan diri sendiri -dari golongan
penguasa negara sehingga tidak memperdulikan hak kaum Muslimin yang diperintah-
serta beberapa perkara-perkara yang engkau semua mengingkarinya -tidak
menyetujui karena menyalahi ketentuan-ketentuan syariat-." Para sahabat lalu
berkata: "Ya Rasulullah, kalau sudah demikian, maka apakah yang Tuan perintahkan
kepada yang orang menemui keadaan semacam itu dari kita -kaum Muslimin-?" Beliau
s.a.w. menjawab: "Engkau semua harus menunaikan hak orang yang harus menjadi
tanggunganmu dan meminta kepada Allah hak yang harus engkau semua peroleh."
(Muttafaq 'alaih)
669. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya; "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang taat
kepadaku, maka ia telah mentaati Allah dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku,
maka ia telah bermaksiat pula kepada Allah dan barangsiapa yang mentaati amir
-pemegang pemerintahan-, maka ia benar-benar mentaati saya dan barangsiapa yang
bermaksiat kepada amir, maka ia benar-benar bermaksiat kepada saya." (Muttafaq
'alaih)
670. Dari Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa
yang membenci sesuatu tindakan dari amirnya -yang memegang pemerintahannya-,
maka hendaklah ia bersabar, sebab sesungguhnya barangsiapa yang keluar -yakni
membangkang- dari seorang sultan -penguasa negara- dalam jarak sejengkal, maka
matilah ia dalam keadaan mati jahiliyah." (Muttafaq 'alaih)
671. Dari Abu
Bakrah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa
yang merendahkan seorang sultan -penguasa negara-, maka ia akan direndahkan oleh
Allah." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah
hadits hasan.
Bab 79. Penguasa Yang Adil
Allah Ta'ala
berfirman: "Sesungguhnya Allah itu memerintahkan keadilan, berbuat baik dan
memberikan bantuan kepada kaum kerabat," sampai habisnya ayat. (an-Nahl: 90)
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Dan berlaku adillah engkau semua, sesungguhnya Allah itu mencintai
orang-orang yang berlaku adil." (al-Hujurat: 9)
657. Dari Abu
Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Ada tujuh macam orang yang akan
diberi naungan oleh Allah dalam naungannya pada hari itu tiada naungan melainkan
naungan Allah itu sendiri, yaitu:
-
Imam -pemimpin atau kepala pemerintahan- yang adil
-
Pemuda yang tumbuh -sejak kecil- dalam beribadah kepada Allah 'Azzawajalla
-
Seorang yang hatinya tergantung -sangat memperhatikan- kepada masjid-masjid
-
Dua orang yang saling cinta mencintai karena Allah, keduanya berkumpul atas keadaan yang sedemikian serta berpisah pun atas keadaan yang sedemikian
-
Seorang lelaki yang diajak oleh wanita yang mempunyai kedudukan serta kecantikan wajah, lalu ia berkata: "Sesungguhnya saya ini takut kepada Allah," - ataupun sebaliknya yakni yang diajak itu ialah wanita oleh seorang lelaki
-
Seorang yang bersedekah dengan suatu sedekah lalu menyembunyikan amalannya itu -tidak menampak-nampakkannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tangan kirinya tidak mengetahui apa-apa yang dilakukan oleh tangan kanannya
-
Seorang yang ingat kepada Allah di dalam keadaan sepi lalu melelehlah airmata dari kedua matanya."(Muttafaq 'alaih)
658. Dari Abdullah
bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya orang yang berlaku adil itu di sisi Allah akan menempati beberapa
mimbar dari cahaya. Mereka itu ialah orang-orang yang adil dalam menetapkan
hukum, juga terhadap keluarga dan perihal apapun yang mereka diberi kekuasaan
untuk mengaturnya." (Riwayat Muslim)
659. Dari 'Auf bin
Malik, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Pemimpin-pemimpin
pilihan diantara engkau semua ialah orang-orang yang engkau semua mencintai
mereka dan mereka pun mencintaimu semua, juga yang engkau semua mendoakan
kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untukmu semua. Adapun
pemimpin-pemimpin yang jahat diantara engkau semua ialah orang-orang yang engkau
semua membenci mereka dan mereka pun membenci padamu semua, juga yang engkau
semua melaknat mereka dan mereka pun melaknat padamu semua." 'Auf berkata: "Kita
para sahabat lalu berkata: "Ya Rasulullah, apakah kita tidak boleh menentang
kepada pemimpin-pemimpin yang sedemikian itu? Beliau s.a.w. bersabda: "Jangan
menentang mereka, selama mereka masih tetap mendirikan shalat di kalanganmu
semua." (Riwayat Muslim)
660. Dari 'Iyadh
bin Himar r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ahli
syurga itu ada tiga macam, yaitu orang yang mempunyai kekuasaan pemerintahan
yang berlaku adil dan dikaruniai taufik -yakni dikaruniai pertolongan oleh Allah
untuk melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya-, juga
seorang yang berhati kasih sayang, lemah-lembut kepada semua kerabatnya dan juga
kepada sesama Muslimnya, dan pula seorang yang menahan diri dari meminta-minta
dan berusaha untuk tidak meminta-minta itu, sedangkan ia mempunyai keluarga
banyak -dan dalam keadaan miskin-." (Riwayat Muslim)
Bab 78. Perintah Kepada Pemegang Pemerintahan Supaya Bersikap Lemah-lembut Kepada Rakyatnya, Memberikan Nasihat Serta Kasih Sayang Kepada Mereka, Jangan Mengelabui Dan Bersikap Keras Pada Mereka, Juga Jangan Melalaikan Kemaslahatan-kemaslahatan Mereka, Lupa Mengurus Mereka Ataupun Apa-apa Yang Menjadi Hajat Kepentingan Mereka
Allah Ta'ala
berfirman: "Dan rendahkanlah sayapmu -yakni bersikap merendahkan dirilah- kepada
orang yang mengikutimu dari golongan kaum mu'minin.” (as-Syu'ara': 215)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Sesungguhnya Allah menyuruh -berbuat- dengan keadilan, berbuat
baik dan memberi sedekah kepada kaum kerabat serta melarang perbuatan keji,
kemungkaran dan kedurhakaan. Allah menasihatkan kepadamu semua, supaya engkau
semua dapat memperoleh peringatan." (an-Nahl: 90)
651. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiap
seseorang dari engkau semua itu adalah penggembala dan setiap seorang dari
engkau semua itupun akan ditanya perihal penggembalaannya. Pemimpin adalah
penggembala dan akan ditanya perihal penggembalaannya. Seorang lelaki adalah
penggembala dalam keluarganya dan akan ditanya perihal penggembalaannya. Seorang
wanita adalah penggembala dalam rumah suaminya dan akan ditanya perihal
penggembalaannya. Buruh adalah penggembala dalam harta majikannya dan akan
ditanya perihal penggembalaannya. Jadi setiap seorang dari engkau semua itu
adalah penggembala dan tentu akan ditanya perihal penggembalaannya." (Muttafaq
'alaih)
652. Dari Abu Ya'la
yaitu Ma'qil bin Yasar r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Tiada seorang hamba pun yang diserahi oleh Allah untuk menggembala
suatu penggembalaan -yakni memimpin sesuatu umat atau bangsa-, lalu ia mati pada
hari kematiannya, sedang di kala itu ia dalam keadaan menipu pada
penggembalaanya, melainkan Allah mengharamkan padanya untuk masuk syurga."
(Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: "Lalu orang yang diserahi
penggembalaan itu tidak menjaga penggembalaannya dengan nasihatnya -yakni
mengusahakan apa-apa yang bermanfaat untuk rakyatnya dan menolak apa-apa yang
akan membahayakan mereka-, maka orang itu tidak akan dapat memperoleh bau
syurga." Dalam riwayat Imam Muslim juga disebutkan: "Tiada seorang amir
-pemimpin- yang menguasai urusan pemerintahan kaum Muslimin, kemudian ia tidak
bersungguh-sungguh memberikan kemanfaatan kepada mereka, juga tidak memberikan
nasihat pada mereka -yakni mengusahakan mana-mana yang baik dan menolak
mana-mana yang tidak baik-, melainkan pemimpin itu tidak akan masuk syurga
beserta mereka yang dipimpinnya itu."
653. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda dalam
rumahku demikian: "Ya Allah, barangsiapa yang menguasai sesuatu dari urusan
pemerintahan umatku, kemudian ia membuat kesengsaraan pada mereka, maka berilah
kesengsaraan kepada orang itu sendiri, sedang barangsiapa yang menguasai sesuatu
dari urusan pemerintahan umatku, kemudian ia menunjukkan kasih sayang kepada
mereka, baik ucapan ataupun perbuatannya, maka kasih sayangilah orang itu."
(Riwayat Muslim)
654. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Kaum Bani Israil itu
selalu dipimpin oleh para Nabi, yaitu setiap ada seorang Nabi yang meninggal
dunia, maka digantilah oleh Nabi lainnya. Sesungguhnya tiada Nabi lagi
sepeninggalku nanti. Akan datanglah sesudahku beberapa khalifah -para
pengganti-, maka banyaklah jumlah mereka itu." Para sahabat berkata: "Apakah
yang Tuan perintahkan pada kita pada saat itu?" Beliau s.a.w. bersabda:
"Penuhilah dengan pembai'atan yang pertama -yakni patuh pada pemerintahan itu
serta memerangi orang yang menentangnya-, kemudian berilah kepada
khalifah-khalifah itu akan hak mereka -yang wajib dipenuhi- dan mohonlah kepada
Allah apa-apa yang semestinya menjadi hakmu semua -yaitu supaya dikasih sayangi
oleh pemerintahan itu serta diusahakan mana-mana yang bermanfaat dan dihindarkan
dari bencana-, karena sesungguhnya Allah akan menanya kepada khalifah-khalifah
itu perihal cara penggembalaan mereka kepada umatnya." (Muttafaq 'alaih)
655. Dari 'Aidz bin
'Amr r.a. bahwasanya ia masuk ke tempat 'Ubaidullah bin Ziad, lalu ia berkata:
"Hai anakku, sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya seburuk-buruknya penggembala ialah orang-orang yang keras hati
-pada penggembalaannya-." Maka dari itu janganlah engkau termasuk golongan
mereka itu." (Muttafaq 'alaih) [55]
656. Dari Abu
Maryam al-Azdi r.a. bahwasanya ia berkata kepada Mu'awiyah r.a.: "Saya mendengar
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang diserahi oleh Allah akan sesuatu
kekuasaan dari beberapa urusan pemerintahan kaum Muslimin, kemudian orang itu
menutup diri -tidak memperhatikan- perihal hajat, kepentingan atau kefakiran
orang-orang yang di bawah kekuasannya, maka Allah juga akan menutup diri -yakni
tidak memperhatikan- perihal hajat, kepentingan atau kefakirannya sendiri pada
hari kiamat." Sejak saat itu Mu'awiyah lalu mengangkat seorang untuk mengurus
segala macam keperluan orang banyak." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan
Tirmidzi.
Minggu, 07 Februari 2016
Bab 77. Marah Jikalau Kehormatan-kehormatan Syara' Dilanggar Dan Membantu Untuk Kemenangan Agama Allah Ta'ala
Allah Ta'ala
berfirman: "Dan barangsiapa yang mengagungkan peraturan-peraturan suci dari
Allah, maka itulah yang terbaik baginya di sisi Tuhannya." (al-Haj: 30)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Jikalau engkau memberikan pertolongan kepada agama Allah maka
Allah pasti memberikan pertolongan kepadamu semua dan menetapkan -meneguhkan-
kaki-kakimu." (Muhammad: 7)
Dalam bab ini
Hadits-haditsnya termasuklah hadits Aisyah yang terdahulu dalam bab
Memaafkan.
647. Dari Abu
Mas'ud yaitu 'Uqbah bin 'Amr al-Badri r.a., katanya: "Ada seorang lelaki datang
kepada Nabi s.a.w., lalu berkata: "Sesungguhnya saya pasti membelakangkan diri
dari shalat subuh -yakni tidak ikut berjama'ah- karena si Fulan itu, karena ia
memanjangkan bacaan suratnya untuk kita." Maka saya -Abu Mas'ud- sama sekali
tidak pernah melihat Nabi s.a.w. marah dalam nasihatnya lebih daripada marahnya
pada hari itu. Beliau s.a.w. bersabda: "Hai sekalian manusia, sesungguhnya
diantara engkau semua ada orang-orang yang menyebabkan larinya orang lain. Maka
siapa saja diantara engkau semua yang menjadi imam orang banyak -dalam
bershalat- hendaklah ia menyingkatkan bacaannya, sebab sesungguhnya di
belakangnya itu ada orang yang sudah tua, anak kecil dan ada pula orang yang
segera hendak mengurus keperluannya." (Muttafaq 'alaih)
648. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. datang dari berpergian dan saya
telah memberikan tutup dalam rumahku -gorden- dengan tabir yang tipis sekali, di
situ ada beberapa gambar boneka. Setelah Rasulullah s.a.w. melihatnya lalu
dirusaknya dan berubahlah warna wajahnya serta bersabda: "Hai Aisyah,
sesangat-sangatnya manusia dalam hal siksanya di sisi Allah pada hari kiamat
ialah orang-orang yang menyamai dengan apa-apa yang diciptakan oleh Allah."
(Muttafaq 'alaih)
649. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha pula bahwasanya orang-orang Quraisy disedihkan oleh peristiwa
seorang wanita dari golongan Makhzum yang mencuri -dan wajib dipotong
tangannya-. Mereka berkata: "Siapakah yang berani memperbincangkan soal wanita
ini dengan Rasulullah s.a.w.?" Kemudian mereka berkata pula: "Tidak ada rasanya
seorang pun yang berani mengajukan perkara ini -maksudnya untuk meminta supaya
dimaafkan dan hukuman potong tangan diurungkan- melainkan Usamah bin Zaid, yaitu
kecintaan Rasulullah s.a.w. Usamah lalu membicarakan hal tersebut pada beliau
s.a.w., kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah engkau hendak meminta
tolong dihapuskannya sesuatu had -hukuman- dari had-had yang ditentukan oleh
Allah Ta'ala?" Seterusnya beliau berdiri dan berkhutbah: "Sesungguhnya yang
menyebabkan rusak akhlaknya orang-orang yang sebelummu semua itu ialah karena
mereka itu apabila yang mencuri termasuk golongan yang mulia di kalangan mereka,
orang tersebut mereka biarkan saja -yakni tidak diterapi hukuman apa-apa-,
sedang apabila yang mencuri itu orang yang lemah -orang miskin dan tidak
berkuasa-, maka mereka laksanakanlah hadnya. Demi Allah yang mengaruniakan
keberkahan, andaikata Fathimah puteri Muhammad itu mencuri pastilah saya potong
pula tangannya." -yakni sekalipun anaknya sendiri juga harus diterapi hukuman
sebagaimana orang lain-. (Muttafaq 'alaih)
650. Dari Anas r.a.
bahwasanya Nabi s.a.w. melihat ada ingus -lendir- di arah kiblat, maka hal itu
dirasakan amat berat sekali dalam hatinya, sehingga tampaklah di wajah beliau
itu. Selanjutnya beliau berdiri dan menggaruknya -yakni menggosok-gosoknya
-dengan tangan nya- dan ingus itu dapat hilang sebab telah kering. Kemudian
beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya apabila seorang diantara engkau semua itu
berdiri dalam shalatnya, maka sebenarnya ia sedang bermunajat kepada Tuhannya di
kala itu dan bahwasanya Tuhannya itu diantara dirinya dan antara kiblat. Maka
dari itu janganlah seorang diantara engkau semua itu berludah ke arah kiblat,
tetapi berludahlah ke arah kiri atau ke bawah kakinya." Seterusnya beliau s.a.w.
mengambil ujung selendangnya, lalu berludah di situ, kemudian membolak-balikkan
sebagian selendang itu dengan bagian lainnya -yakni digosok-gosokkan ludah tadi
dengan kain selendang nya berulang kali-. Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Atau
mengerjakan sedemikian ini." (Muttafaq 'alaih) Adapun perintah berludah di arah
kiri atau di bawah kaki itu apabila orang tersebut bershalatnya tidak di dalam
masjid. Tetapi jikalau di dalam masjid, maka janganlah berludah melainkan wajib
diletakkan dalam pakaiannya sendiri, atau didalam sapu tangan atau tissue.
Bab 76. Menahan Diri -Bersabar- Dari Apa-apa Yang Menyakitkan
Allah Ta'ala
berfirman: "Dan orang-orang yang menahan kemarahan dan yang memaafkan kepada
orang banyak dan Allah itu mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan."
(Ali-Imran: 134)
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Dan sesungguhnya orang yang berhati sabar dan suka memaafkan,
sesungguhnya hal yang sedemikian itu adalah termasuk pekerjaan yang dilakukan
dengan keteguhan hati." (as-Syura: 43)
Dalam bab ini
hadits-haditsnya adalah sebagaimana hadits-hadits yang diterangkan dalam bab di
muka sebelum bab ini.
646. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya ada seorang lelaki berkata: "Ya Rasulullah,
sesungguhnya saya itu mempunyai beberapa orang kerabat, mereka saya hubungi
-yakni dipereratkan ikatan kekeluargaannya-, tetapi mereka memutuskannya, saya
berbuat baik kepada mereka itu, tetapi mereka berbuat buruk pada saya, saya
bersikap sabar kepada mereka itu, tetapi mereka menganggap bodoh mengenai sikap
saya itu." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Jikalau benar sebagaimana yang
engkau katakan itu, maka seolah-olah mereka itu engkau beri makanan abu panas
-yakni mereka mendapat dosa yang besar sekali-. Dan engkau senantiasa disertai
penolong dari Allah dalam menghadapi mereka itu selama engkau benar dalam
keadaan sedemikian itu." (Riwayat Muslim) Syarah hadits ini sudah terdahulu
dalam bab "Mempereratkan ikatan kekeluargaan" -lihat hadits no.318-.
Bab 75. Memaafkan Dan Tidak Menghiraukan Orang-orang Yang Bodoh
Allah Ta'ala
berfirman: "Berilah pengampunan, perintahlah kebaikan dan janganlah engkau
menghiraukan kepada tindakan orang-orang yang bodoh." (al-A'raf: 199)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Berilah orang-orang itu maaf yang baik." (al-Hijr: 85)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Hendaklah mereka memberikan pengampunan dan kelapangan dada.
Tidakkah engkau semua senang jikalau Allah memberikan pengampunan pula
kepadamu?" (an-Nur: 22)
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Dan orang-orang yang suka memaafkan kepada orang banyak dan Allah
itu mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan." (Ali-Imran: 134)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Dan niscayalah orang yang berhati sabar dan suka memaafkan,
sesungguhnya hal yang sedemikian itu adalah termasuk pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukan dengan keteguhan hati." (as- Syura: 43)
Ayat-ayat dalam bab
ini banyak sekali dan dapat dimaklumi.
641. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, bahwasanya ia berkata kepada Nabi s.a.w.: "Adakah pernah
datang pada Tuan suatu hari yang lebih sukar penderitaannya daripada hari
peperangan Uhud?" Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, saya benar-benar pernah menemui
peristiwa gawat itu dari kaummu. Sesuatu yang saya hadapi yang terberat
penderitaannya dari mereka itu ialah pada hari 'Aqabah. Pada suatu ketika saya
menawarkan diriku kepada Ibnu Abdi Jalil bin Aban Kulal -salah seorang terkemuka
di daerah Thaif- dan kedatangan Nabi s.a.w. ke situ adalah untuk meminta
bantuan. Tetapi ia tidak mengabulkan apa-apa yang saya kehendaki. Selanjutnya
sayapun berangkatlah -kembali- dan saya dalam keadaan duka cita, tampak di
wajahku. Saya tidak sadar dari keadaan sedemikian itu melainkan setelah saya
berada di Qarnuts Tsa'alib -nama suatu tempat-. Kemudian saya mengangkat
kepalaku, tiba-tiba tampaklah suatu awan yang menaungi diriku. Saya melihat ke
atas dan sekonyong-konyong disitu ada Jibril Alaihis-salam. Ia mengundang saya,
lalu berkata: "Sesungguhnya Allah Ta'ala telah mendengar perihal pembicaraan
kaum Tuan kepada Tuan dan bagaimana cara penolakan mereka atas permintaan Tuan
itu. Allah kini mengutus untuk Tuan malaikat penjaga gunung-gunung supaya Tuan
dapat menyuruhnya tentang apa saja yang Tuan inginkan." Seterusnya malaikat
penjaga gunung-gunung itu mengundang saya, lalu memberi salam terus berkata:
"Hai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar apa yang dikatakan oleh kaum
Tuan kepada Tuan dan saya adalah malaikat penjaga gunung-gunung. Tuhanku
mengutus saya untuk Tuan agar Tuan menyuruh saya dengan mematuhi perintah Tuan.
Maka apakah kiranya Tuan suka, sekiranya Tuan menginginkan, jikalau umpamanya
saya tutupkan saja atas kaum Tuan itu dua buah gunung ini?" Nabi s.a.w. lalu
bersabda: "Bahkan saya mengharapkan agar Allah mengeluarkan dari tulang rusuk
kaumku itu orang yang suka menyembah kepada Allah yang Maha Esa serta tidak
menyekutukan sesuatu denganNya." Jadi tawaran malaikat penjaga gunung itu tidak
diterima, bahkan mendoakan semoga diantara keturunan kaumnya itu ada yang
menjadi orang mu'min dan muslim. (Muttafaq 'alaih) Al-akhsyaban ialah dua gunung
yang mengelilingi kota Makkah, sedang al-akhsyab artinya ialah gunung besar.
642. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. itu sama sekali tidak pernah
memukul dengan tangannya, baik terhadap seorang wanita ataupun pelayan,
melainkan di waktu beliau s.a.w. sedang berjihad fisabilillah -yakni di medan
pertempuran melawan kaum kafir-. Tidak pernah pula beliau s.a.w. itu terkena
sesuatu yang menyakiti, lalu memberikan pembalasan kepada orang yang berbuat
terhadap beliau itu, kecuali jikalau ada sesuatu dari larangan-larangan Allah
dilanggar, maka beliau memberikan pembalasan karena mengharapkan keridhaan Allah
Ta'ala." (Riwayat Muslim)
643. Dari Anas
r.a., katanya: "Saya berjalan bersama Rasulullah s.a.w. dan beliau mengenakan
baju buatan negeri Najran yang kasar tepinya, kemudian beliau disusul oleh
seorang A'rab -penduduk negeri Arab bagian pedalaman-, lalu ditariklah selendang
beliau itu dengan tarikan yang keras sekali. Saya -Anas- melihat pada tepi leher
Nabi s.a.w. dan amat membekas sekali tepi pakaian tadi karena amat sangat
ditariknya. Selanjutnya orang A'rab itu berkata: "Ya Muhammad, perintahkanlah
untuk memberikan padaku sesuatu dari harta Allah yang ada di sisi Tuan." Nabi
s.a.w. lalu menoleh pada orang itu terus ketawa dan selanjutnya menyuruh supaya
orang tadi diberi sesuatu pemberian sedekah." (Muttafaq 'alaih)
644. Dari Ibnu
Mas'ud r.a., katanya: "Seolah-olah -sekarang- saya masih dapat melihat kepada
Rasulullah s.a.w. ketika beliau menceritakan seorang Nabi dari para Nabi-nabi
shalawatullah wasalamuhu'alaihim, yaitu ketika Nabi tadi dipukul oleh kaumnya,
sehingga mereka menyebabkan keluar darahnya dan Nabi itu mengusap darah tersebut
dari wajahnya sambil berdoa: "Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya
mereka itu tidak mengerti." (Muttafaq 'alaih)
645. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya orang yang keras
-tangguh yang terpuji menurut syara'- itu orang yang menang dalam perkelahian,
tetapi yang dinamakan orang keras -tangguh- ialah orang yang dapat menguasai
dirinya di waktu marah." (Muttafaq 'alaih)
Bab 74. Sabar, Perlahan-lahan, Kasih Sayang dan Lemah Lembut
Allah Ta'ala
berfirman: "Dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan kepada orang
banyak dan Allah itu mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan." (Ali-Imran:
134)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Berilah pengampunan, perintahkanlah kebaikan dan janganlah
menghiraukan kepada orang-orang yang bodoh." (al-A'raf: 199)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan itu. Tolaklah
kejahatan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, sehingga orang yang bermusuhan
antara engkau dengan ia akan menjadi teman yang amat setia. Perbuatan sedemikian
itu tidak akan diberikan kepada siapapun, selain dari orang-orang yang berhati
sabar dan tidak pula diberikan melainkan kepada orang yang mempunyai
keberuntungan besar." (Fushshilat: 34-35)
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Dan sesungguhnya orang yang berhati sabar dan suka memaafkan,
sesungguhnya bagi yang sedemikian itu adalah termasuk pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukan dengan keteguhan hati." (as-Syura: 43)
630. Dari Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada Asyaj
Abdul Qais: "Sesungguhnya dalam dirimu itu ada dua macam perkara yang dicintai
oleh Allah, yaitu sabar dan perlahan-lahan -dalam tindakan-." (Riwayat
Muslim)
631. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu
Maha Lemah Lembut dan mencintai sikap yang lemah lembut dalam segala perkara."
(Muttafaq 'alaih)
632. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha pula bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu
Maha Lemah Lembut dan mencintai sikap lemah lembut. Allah memberikan sesuatu
dengan jalan lemah lembut, yang tidak dapat diberikan jika dicari dengan cara
kekerasan, juga sesuatu yang tidak dapat diberikan selain dengan jalan lemah
lembut itu." (Riwayat Muslim)
633. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha pula bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya sikap
lemah-lembut itu tidak menetap dalam sesuatu perkara, melainkan ia makin
memperindah hiasan baginya dan tidak dicabut dari sesuatu perkara, melainkan
membuat cela padanya." (Riwayat Muslim)
634, Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Ada seorang A'rab -orang Arab dari daerah pedalaman-
kencing dalam masjid, lalu berdirilah orang banyak padanya dengan maksud hendak
memberikan tindakan padanya. Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: "Biarkanlah orang
itu dan di atas kencingnya itu siramkan saja setimba penuh air atau segayung
yang berisi air. Karena sesungguhnya engkau semua itu dibangkitkan untuk
memberikan kemudahan dan bukannya engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan
kesukaran." (Riwayat Bukhari) Assajlu dengan fathahnya sin muhmalah dan sukunnya
jim, artinya ialah timba yang penuh berisi air, demikian pula artinya kata
adzdzanub.
635. Dari Anas r.a.
dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Berikanlah kemudahan dan jangan mempersukarkan.
Berilah kegembiraan dan jangan menyebabkan orang lari." (Muttafaq 'alaih)
636. Dari Jarir bin
Abdullah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa
yang tidak dikaruniai sifat lemah lembut, maka ia tidak dikaruniai segala macam
kebaikan." (Riwayat Muslim)
637. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi s.a.w.:
"Berikanlah wasiat padaku!" Nabi s.a.w. menjawab: "Janganlah engkau marah."
Orang itu mengulang-ulangi lagi permintaan wasiatnya sampai beberapa kali,
tetapi beliau s.a.w. tetap menjawab: "Janganlah engkau marah." (Riwayat
Muslim)
638. Dari Abu
Ya'la, yaitu Syaddad bin Aus r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya:
"Sesungguhnya Allah itu menetapkan untuk berbuat kebaikan dalam segala hal. Maka
jikalau engkau semua membunuh, maka berlaku baiklah dalam membunuh itu dan
jikalau engkau semua menyembelih, maka berlaku baguslah dalam menyembelih itu.
Hendaklah seorang dari engkau semua itu mempertajamkan pisaunya serta memberi
kelonggaran kepada apa yang disembelihnya itu," seperti mempercepat jalannya
pisau, tidak dikuliti sebelum benar-benar dingin, memberi minum sebelum
disembelih dan lain-lain. (Riwayat Muslim)
Keterangan:
Dalam Agama Islam
hukuman bunuh itu juga diadakan, misalnya orang yang berzina muhshan, yaitu
dengan cara dirajam (lihat hadits keempat belas) atau perampok yang menghadang
di jalan dengan cara dibunuh lalu disalibkan, juga seperti orang yang bermurtad
dari Agama Islam, iapun wajib dibunuh setelah dinantikan tiga hari untuk disuruh
bertaubat. Pembunuhannya dengan dipotong lehernya. Dalam hal hukuman bunuh
dengan pemotongan leher ini, Rasulullah s.a.w. memberikan tuntunan hendaknya
dilakukan dengan sebaik-baiknya, umpama pedang yang digunakan untuk itu
hendaklah yang tajam, juga jangan mengadakan siksaan yang tidak-tidak,
memotong-motong anggotanya setelah mati, dijadikan tontonan dan lain-lain.
Mengenai hukuman rajam, yakni dilempari batu yang sedang, sampai mati untuk
orang yang berzina muhshan serta dibunuh lalu disalibkan untuk perampok, maka
caranya memang demikianlah yang ditetapkan oleh syariat. Apapun yang sudah
digariskan oleh syariat Islam, maka cara itu wajib diikuti, sesuai dengan
nash-nash yang ada. Juga di kala menyembelih binatang untuk dimakan, hendaklah
dengan cara yang sebaik-baiknya pula, misalnya pisaunya yang tajam,
disenang-senangkan dulu sebelum disembelih dengan diberi makan minum secukupnya,
dibaringkan di tempat yang rata, pisau dijalankan secepat mungkin sampai
putuslah urat besar di lehernya, jangan dikuliti dulu sampai dingin badannya,
jangan pula menyembelih yang satu di muka yang lainnya, jangan pula disembelih
binatang yang menyusui sebab kasihan anaknya dan lain-lain lagi. Renungkanlah
betapa lengkapnya aturan-aturan dalam Agama Islam itu, sampai menyembelihpun
diberi tuntunan secukupnya.
639. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Tidak pernah Rasulullah s.a.w. itu diberi pilihan
antara dua macam perkara, melainkan beliau s.a.w. tentu mengambil -memilih- yang
termudah diantara keduanya itu, asalkan yang dianggapnya termudah ini bukannya
merupakan suatu hal yang dosa. Jikalau hal itu berupa suatu dosa, maka beliau
s.a.w. adalah sejauh-jauh manusia daripadanya. Rasulullah s.a.w. juga tidak
pernah membalas sesuatu yang ditujukan pada diri pribadinya, melainkan jikalau
kehormatan Allah itu dilanggar, maka beliau s.a.w. pasti membalasnya semata-mata
karena mengharapkan keridhaan Allah belaka." (Muttafaq 'alaih)
640. Dari Ibnu
Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sukakah engkau semua saya
beritahu tentang siapakah orang yang diharapkan masuk neraka atau kepada
siapakah neraka itu diharamkan memakannya? Neraka itu diharamkan untuk orang
yang dekat pada orang banyak -yakni baik dalam bergaul-, lemah lembut, berhati
tenang -tidak gegabah dalam menghadapi sesuatu- serta bersikap mudah -yakni
gampang dimintai pertolongan-." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia
mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Bab 73. Bagusnya Budi Pekerti
Allah Ta'ala
berfirman: "Dan sesungguhnya engkau -hai Muhammad- adalah memiliki budi pekerti
yang luhur." (al-Qalam: 4)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Dan orang-orang yang menahan kemarahannya dan suka pula
memaafkan kepada orang banyak," sampai habisnya ayat. (Ali-Imran: 134)
619. Dari Anas
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu adalah sebaik-baik manusia dalam hal budi
pekertinya." (Muttafaq 'alaih)
620. Dari Anas r.a.
pula, katanya: "Saya tidak pernah memegang suatu sutera tebal ataupun sutera
tipis yang rasanya lebih halus daripada tapak tangan Rasulullah s.a.w. Saya juga
tidak pernah mencium satu bau-bauanpun yang lebih harum daripada bau Rasulullah
s.a.w. Saya telah melayani Rasulullah s.a.w. selama sepuluh tahun, maka beliau
sama sekali tidak pernah mengucapkan "cis" pada saya, juga tidak pernah
bersabda: "Mengapa engkau lakukan itu," untuk sesuatu yang saya lakukan, atau
bersabda: "Alangkah baiknya kalau engkau melakukan begini," untuk sesuatu yang
tidak saya lakukan." (Muttafaq 'alaih)
621. Dari as-Sha'bu
bin Jatstsamah r.a., katanya: "Saya pernah memberikan hadiah kepada Rasulullah
s.a.w. berupa seekor keledai liar, kemudian beliau s.a.w. mengembalikannya pada
saya. Setelah beliau melihat kecemasan yang tampak di mukaku, lalu beliau s.a.w.
bersabda: "Kita tidak mengembalikannya itu padamu, melainkan karena kita ini
sedang melakukan ihram." (Muttafaq 'alaih)
622. Dari an-Nawwas
bin Sam'an r.a., katanya: "Saya bertanya kepada Rasulullah s.a.w. perihal
kebajikan dan dosa. Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Kebajikan itu ialah baiknya
budi pekerti dan dosa itu ialah apa-apa yang engkau rasakan bimbang dalam dada
-yakni hati- dan engkau tidak suka kalau hal itu diketahui oleh orang banyak."
(Riwayat Muslim)
623. Dari Abdullah
bin Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. itu bukan
seorang yang kotor -baik kata-katanya atau tindakannya- dan tidak pula seorang
yang bersengaja hendak berbuat kekotoran -baik kata-kata atau tindakannya-."
Beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya termasuk dalam golongan orang-orang yang
terpilih diantara engkau semua adalah orang yang terbaik budi pekertinya."
(Muttafaq 'alaih)
624. Dari Abu
darda' r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak ada sesuatu yang lebih berat
dalam timbangan amalannya seorang mu'min besok pada hari kiamat daripada baiknya
budi pekerti dan sesungguhnya Allah itu membenci kepada seorang yang kotor serta
rendah kata-katanya -yakni yang senantiasa memperbincangkan kemesuman, kejahatan
dan lain-lain." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini
adalah hadits shahih.
625. Dari Abu
Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. ditanya tentang apakah sebagian besar
amalan yang memasukkan para manusia itu dalam syurga. Beliau s.a.w. menjawab:
"Yaitu bertaqwa kepada Allah dan bagusnya budi pekerti." Beliau ditanya pula
tentang apakah sebagian besar amalan yang memasukkan para manusia dalam neraka.
Beliau menjawab: "Yaitu karena perbuatan mulut dan kemaluan." Diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
626. Dari Abu
Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesempurna-sempurnanya kaum mu'minin dalam hal keimanannya ialah yang terbaik
budi pekertinya diantara mereka itu sedang orang-orang yang pilihan diantara
engkau semua itu ialah yang terbaik hubungan -pergaulannya- dengan
istri-istrinya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa hadits
ini adalah hasan shahih.
627. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha, katanya: "Saya mendengar Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya
seorang mu'min itu dapat mencapai derajatnya seorang yang berpuasa -pada siang
harinya- dan berdiri bershalat -pada malam harinya- dengan sebab kebaikan budi
pekertinya itu." (Riwayat Abu Dawud)
628. Dari Abu
Umamah al-Bahili r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saya adalah
seorang yang memberikan jaminan untuk memperoleh sebuah rumah dalam halaman
syurga bagi seorang yang meninggalkan memberikan bantahan, sekalipun ia merasa
dalam kebenaran -apa yang dibantahnya itu-, juga sebuah rumah di tengah syurga
bagi seorang yang meninggalkan dusta, sekalipun dengan maksud bersenda gurau,
demikian pula sebuah rumah di tanah tinggi syurga bagi seorang yang memperbaiki
budi pekertinya." hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan
isnad shahih. Azza'im artinya seorang yang memberikan jaminan. Makna aslinya
ialah pemimpin.
629. Dari Jabir
r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya termasuk golongan
orang yang paling saya cintai diantara engkau semua serta yang terdekat
kedudukannya dengan saya pada hari kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya
diantara engkau semua itu, dan sesungguhnya termasuk golongan orang yang paling
saya benci diantara engkau semua serta yang terjauh kedudukannya dengan saya
pada hari kiamat ialah orang-orang yang banyak berbicara, sombong bicaranya
serta merasa tinggi apa yang dipercakapkannya itu -karena kecongkakannya-." Para
sahabat berkata: "Ya Rasulullah, kita semua telah mengerti apa arti orang yang
banyak bicara serta orang yang sombong bicaranya. Tetapi apakah yang dimaksud
mutafaihiq itu." Beliau s.a.w. menjawab: "Mereka itu ialah orang-orang yang
sombong -merasa tinggi isi pembicaraannya-." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan
ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Atstsartsar ialah orang yang banyak
bicaranya secara dipaksa-paksakan sendiri. Almutasyaddiq ialah orang yang
berlagak sombong kepada orang banyak dengan kata-katanya dan kalau berbicara itu
serasa penuh isi mulutnya karena hendak memfasih-fasihkan serta
mengagung-agungkan pembicaraannya sendiri itu. Adapun Almutafaihiq asalnya dari
kata fahq, yaitu membuat penuh isi mulut dengan percakapannya serta
meluas-luaskan apa yang dibicarakannya, bahkan merasa asing -bangga- dengan
kata-katanya karena ketakabburan serta perasaan tingginya dan menampakkan bahwa
dirinya adalah lebih utama dari orang lain. Imam Tirmidzi meriwayatkan dari
Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah dalam menafsiri arti "bagusnya budi
pekerti", ia mengatakan: "Bagusnya budi pekerti ialah manisnya wajah, memberikan
kebaikan dan menahan kejahatan."
Bab 72. Haramnya Bersikap Sombong Dan Merasa Heran -Bangga- Pada Diri Sendiri
Allah Ta'ala
berfirman: "Perumahan akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak
hendak berbuat sewenang-wenang di bumi dan tidak hendak melakukan kerusakan,
sedang kesudahan -yang baik- adalah untuk orang-orang yang bertaqwa."
(al-Qashash: 83)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan sombong."
(al-Isra': 37)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Janganlah engkau memalingkan muka dan para manusia sebab
kesombongan dan janganlah berjalan di bumi dengan takabbur, sesungguhnya Allah
itu tidak suka kepada setiap orang yang sombong dan membanggakan diri." (Luqman:
18) Makna tusha'-'ir khaddaka ialah engkau membuang muka atau memalingkannya
dari orang banyak karena berlagak sombong kepada mereka itu, sedang almarah atau
maraha ialah kesombongan atau takabbur.
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Sesungguhnya Qarun itu termasuk dalam golongan kaumnya Musa, tetapi
ia melakukan aniaya kepada mereka. Kami memberikan kepadanya gedung simpanan
kekayaan yang anak kuncinya saja berat dipikul oleh sekumpulan orang yang kuat.
Perhatikanlah ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah engkau bergembira
-melampaui batas-, sesungguhnya Allah itu tidak senang kepada orang yang
bergembira -secara melampaui batas- itu," sehingga firmanNya: "Kemudian ia dan
rumahnya Kami benamkan ke dalam tanah," sampai akhirnya ayat-ayat itu.
610. Dari Abdullah
bin Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidak dapat masuk syurga seorang
yang dalam hatinya ada sifat kesombongannya seberat debu." Kemudian ada orang
berkata: "Sesungguhnya seorang itu ada yang senang jikalau pakaiannya itu baik
dan terompah -sandal-nyapun -sandalnya- baik." Beliau s.a.w. lalu bersabda:
"Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu
ialah menolak kebenaran dan menghinakan orang banyak." (Riwayat Muslim)
Batharulhaqqi ialah menolak kebenaran dan mengembalikannya kepada orang yang
mengucapkannya itu -yakni memberikan bantahan pada kebenaran tadi-, sedang
ghamthunnasi ialah menghinakan para manusia.
611. Dari Salamah
bin al-Akwa' r.a. bahwasanya ada seorang lelaki makan di sisi Rasulullah s.a.w.
dengan menggunakan tangan kirinya, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Makanlah dengan
menggunakan tangan kananmu." Orang itu berkata: "Saya tidak dapat makan
sedemikian itu." Beliau s.a.w. bersabda: "Tidak dapat engkau?" Ia berbuat
sedemikian itu tidak ada yang mendorongnya, melainkan kesombongannya juga.
Salamah berkata: "Orang itu akhirnya benar-benar tidak dapat mengangkat tangan
kanannya ke mulutnya," -yakni tangannya terus cacat untuk selama-lamanya, sebab
tidak dapat digunakan apa-apa-. (Riwayat Muslim)
612. Dari Haritsah
bin Wahab r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah
saya memberitahukan padamu semua, siapakah ahli neraka itu? Mereka itu ialah
orang yang keras kepala, suka mengumpulkan harta tetapi enggan membelanjakannya
-untuk kebaikan- lagi bersikap sombong." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan hadits
ini telah diuraikan dalam bab Golongan orang-orang lemah dari kaum Muslimin
-lihat Hadis no.252-.
613. Dari Abu Said
al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Syurga dan neraka
berbantah-bantahan. Neraka berkata: "Di tempatku ada orang-orang yang
gagah-gagah -suka menekankan kemauannya pada orang banyak- lagi orang-orang yang
sombong." Syurga berkata: "Di tempatku adalah orang-orang yang lemah dan kaum
miskin." Allah kemudian memberikan keputusan antara kedua makhluk ini,
firmanNya: "Sesungguhnya engkau syurga adalah kerahmatanKu dan denganmulah Aku
merahmati siapa saja yang Kukehendaki, sedang sesungguhnya engkau neraka adalah
siksaKu yang denganmulah Aku menyiksa siapa saja yang Kukehendaki. Masing-masing
dari keduamu itu atas tanggunganKulah perkara isinya." (Riwayat Muslim)
614. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah tidak akan melihat
pada hari kiamat nanti kepada seorang yang menarik sarungnya -yakni memanjangkan
pakaiannya sampai ke bawah kaki- dengan tujuan kesombongan." (Muttafaq
'alaih)
615. Dari Abu
Hurairah r.a. pula, katanya: "Ada tiga macam orang yang tidak akan diajak bicara
oleh Allah pada hari kiamat dan tidak pula menganggap mereka sebagai orang
bersih -dari dosa-, juga tidak hendak melihat mereka itu dan bahkan mereka akan
memperoleh siksa yang pedih sekali, yaitu orang tua yang berzina, raja -kepala
negara- yang suka membohong -menipu rakyatnya- dan orang miskin yang sombong."
(Riwayat Muslim)
616. Dari Abu
Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah 'Azzawajalla
berfirman -dalam hadits Qudsi-: "Kemuliaan adalah sarungKu dan kesombongan
adalah selendangKu. Maka barangsiapa yang mencabut salah satu dari kedua
pakaianKu itu, maka pastilah Aku menyiksa padanya," artinya mencabut ialah
merasa dirinya paling mulia atau berlagak sombong. (Riwayat Muslim)
617. Dari Abu
Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Pada suatu ketika ada
seorang lelaki yang berjalan dengan mengenakan pakaian yang merasa heran
-bangga- dengan dirinya sendiri, ia menyisir rapi-rapi akan rambutnya lagi pula
berlagak sombong di waktu berjalan, tiba-tiba Allah membenamkannya, maka ia
tenggelamlah dalam bumi hingga besok hari kiamat." (Muttafaq 'alaih)
618. Dari Salamah
bin al-Akwa' r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak henti-hentinya
seorang itu menyombongkan dirinya sehingga dicatatlah ia dalam golongan
orang-orang yang congkak, maka akan mengenai pada orang itu bahaya yang juga
mengenai golongan manusia-manusia yang congkak." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi
dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Yadz-habu binafsihi artinya
merasa dirinya tinggi dan juga berlaku sombong.
Bab 71. Tawadhu' Dan Menundukkan Sayap -Yakni Merendahkan Diri- Kepada Kaum Mu'minin
Allah Ta'ala
berfirman: "Dan tundukkanlah sayapmu -yakni rendahkanlah dirimu- kepada kaum
mu'minin." (al-Hijr: 88)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa yang surut kembali
dari agamanya -yakni menjadi orang murtad-, maka Allah nanti akan mendatangkan
kaum yang dicintai olehNya dan merekapun mencintai Allah. Mereka itu bersikap
merendahkan diri -lemah lembut- kepada kaum mu'minin dan bersikap keras terhadap
orang-orang kafir." (al-Maidah: 54)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami -Allah- menciptakan
engkau semua itu dari jenis lelaki dan wanita dan menjadikan engkau semua
berbangsa-bangsa serta berkabilah-kabilah, agar engkau semua saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang termulia diantara engkau semua di sisi Allah
ialah orang yang bertaqwa dari kalanganmu itu." (al-Hujurat: 13)
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Janganlah engkau semua melagak-lagakkan dirimu sebagai orang suci.
Allah adalah lebih mengetahui kepada siapa yang sebenarnya bertaqwa." (an-Najm:
32)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Dan orang-orang yang menempati a'raf -tempat-tempat yang
tinggi-tinggi- itu berseru kepada beberapa orang yang dikenalnya karena
tanda-tandanya, mereka mengatakan: "Apa yang telah engkau semua kumpulkan dan
apa yang telah engkau semua sombongkan itu tidaklah akan memberikan pertolongan
kepadamu. Inikah orang-orang yang telah engkau semua persumpahkan, bahwa mereka
tidak akan mendapatkan kerahmatan dari Allah? Kepada mereka itu dikatakan:
"Masuklah engkau semua dalam syurga, engkau semua tidak perlu merasa ketakutan
dan tidak pula bersedih hati." (al-A'raf: 48-49)
600. Dari 'Iyadh
bin Himar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah telah
memberikan wahyu kepadaku, hendaklah engkau semua itu bersikap tawadhu',
sehingga tidak ada seorang yang membanggakan dirinya di atas orang lain -yakni
bahwa dirinya lebih mulia dari orang lain- dan tidak pula seorang itu menganiaya
kepada orang lain -karena orang yang dianiaya dianggapnya lebih hina dari
dirinya sendiri-." (Riwayat Muslim)
601. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah sedekah itu akan
mengurangi dari harta seseorang dan tidaklah Allah menambahkan seseorang itu
dengan pengampunan melainkan ditambah pula kemuliaannya dan tidaklah seseorang
itu bertawadhu' karena mengharapkan keridhaan Allah, melainkan Allah akan
mengangkat derajat orang itu." (Riwayat Muslim)
602. Dari Anas r.a.
bahwasanya ia berjalan melalui anak-anak, kemudian ia memberikan salam kepada
mereka ini dan berkata: "Nabi s.a.w. juga melakukan sedemikian." (Muttafaq
'alaih)
603. Dari Anas r.a.
pula, katanya: "Bahwasanya ada seorang hamba sahaya wanita dari golongan hamba
sahaya wanita yang ada di Madinah mengambil tangan Nabi s.a.w. lalu wanita itu
berangkat dengan beliau s.a.w. ke mana saja yang dikehendaki oleh wanita itu."
Ini menunjukkan bahwa beliau s.a.w. selalu merendahkan diri. (Riwayat
Bukhari)
604. Dari al-Aswad
bin Yazid, katanya: "Saya bertanya kepada Aisyah radhiallahu 'anha, apakah yang
dilakukan oleh Nabi s.a.w. di rumahnya?" Aisyah menjawab: "Beliau s.a.w.
melakukan pekerjaan keluarganya -yakni melayani atau membantu pekerjaan
keluarganya-. Kemudian jikalau datang waktu shalat, lalu beliau keluar untuk
mengerjakan shalat itu." (Riwayat Bukhari)
605. Dari Abu
Rifa'ah yaitu Tamim bin Usaid r.a., katanya: "Saya sampai kepada Nabi s.a.w. dan
waktu itu beliau sedang berkhutbah, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, ada
seorang yang gharib -asing yakni bukan penduduk negeri itu- datang untuk
menanyakan agamanya yang ia tidak mengerti apakah agamanya itu." Rasulullah
s.a.w. lalu menghadap kepada saya dan meninggalkan khutbahnya, sehingga
sampailah ke tempat saya. Beliau s.a.w. diberi sebuah kursi kemudian duduk di
situ dan mulailah mengajarkan pada saya dari apa-apa yang diajarkan oleh Allah
padanya. Selanjutnya beliau mendatangi tempat khutbahnya lalu menyempurnakan
khutbahnya itu." (Riwayat Muslim)
606. Dari Anas r.a.
bahwasanya Rasulullah s.a.w. apabila makan sesuatu makanan, maka beliau itu
menjilati jari-jarinya yang tiga -yakni ibu jari-, telunjuk dan jari tengah-.
Anas berkata: "Rasulullah bersabda: "Jikalau suapan seorang dari engkau semua
itu jatuh, maka buanglah daripadanya itu apa-apa yang kotor dan setelah itu
makanlah dan janganlah ditinggalkan untuk dimakan syaitan -yang masih bersih
tadi-. Beliau s.a.w. juga menyuruh supaya bejana tempat makanan itu dijilati
pula. Beliau bersabda: "Sesungguhnya engkau semua tidak mengetahui dalam makanan
yang manakah yang disitu ada berkahnya." (Riwayat Muslim)
607. Dari Abu
Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya:. "Tiada seorang Nabipun yang diutus
oleh Allah, melainkan ia tentu menggembala kambing." Para sahabatnya bertanya:
"Dan tuan?" Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, saya juga menggembala kambing itu,
yaitu di Qararith. Kambing itu kepunyaan penduduk Makkah." Arti Qararith
periksalah dalam hadits no.598. (Riwayat Bukhari)
608. Dari Abu
Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., katanya: "Andaikata saya dipanggil untuk
mendatangi jamuan berupa kaki bawah atau pun kaki atas -maksudnya baikpun
makanan yang tidak berharga ataupun yang amat tinggi nilainya-, sesungguhnya
saya akan mengabulkan undangan itu. Juga andaikata saya diberi hadiah berupa
kaki atas atau kaki bawah, sesungguhnya saya suka menerimanya." (Riwayat
Bukhari)
609. Dari Anas r.a.
katanya: "Adalah untanya Rasulullah s.a.w. itu diberi nama 'Adhba', tidak pernah
didahului atau hampir tidak dapat didahului -karena menghormati Rasulullah-.
Maka datanglah seorang A'rab -orang pedalaman- duduk di atas kendaraan yang
dinaikinya, kemudian mendahului unta beliau s.a.w. itu. Hal itu dirasakan berat
sekali atas kaum Muslimin -yakni kaum merasa tidak senang terhadap kelakuan
orang A'rab tadi-. Hal itu -yakni keberatan kaum Muslimin tadi- diketahui oleh
beliau s.a.w., kemudian beliau bersabda: "Adalah merupakan hak Allah bahwasanya
tidaklah sesuatu dari keduniaan itu meninggi, melainkan pasti akan
diturunkannya," maksudnya bahwa harta atau kedudukan itu jikalau sudah mencapai
puncak ketinggiannya dan tidak digunakan sebagaimana mestinya berdasarkan
tuntunan agama, pasti akan diturunkan kembali oleh Allah. (Riwayat Bukhari)
Langganan:
Postingan (Atom)