Allah Ta'ala berfirman: "Hendaklah ada diantara engkau semua
itu suatu umat -golongan- yang mengajak kepada kebaikan, memerintah dengan
kebaikan serta melarang dari kemungkaran. Mereka itulah orang-orang yang
berbahagia." (Ali-Imran: 104)
Allah Ta'ala berfirman lagi: "Adalah engkau sekalian itu
sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk seluruh manusia, karena engkau semua
memerintah dengan kebaikan dan melarang dari kemungkaran." (Ali-Imran: 110)
Allah Ta'ala juga berfirman: "Berikanlah pengampunan,
perintahlah dengan kebaikan dan janganlah menghiraukan pada orang-orang yang
bodoh." (al-A'raf: 199)
Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar,
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.." (at-Taubah: 71)
Allah Ta'ala berfirman: "Orang-orang kafir dari kaum Bani
Israil itu terkena laknat dari lidah Nabi Dawud dan Isa anak Maryam. Hal itu
disebabkan karena mereka durhaka dan melanggar aturan. Mereka tidak saling
larang-melarang kemungkaran yang mereka kerjakan, sesungguhnya amat buruklah apa
yang mereka lakukan itu." (al-Maidah: 78-79)
Lagi Allah Ta'ala berfirman: "Dan katakanlah: Kebenaran itu
datangnya dari Tuhanmu semua. Maka barangsiapa yang suka, maka baiklah ia
beriman dan barangsiapa yang suka maka baiklah ia menjadi kafir." (al-Kahf:
29)
Juga Allah Ta'ala berfirman: "Maka laksanakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu." (al-Hijr: 94)
Allah Ta'ala berfirman pula: "Kami menyelamatkan orang-orang
yang melarang dari keburukan dan Kami menerapkan hukuman kepada orang-orang yang
menganiaya dengan siksaan yang pedih dengan sebab mereka berbuat kefasikan."
(al-A'raf: 165)
Ayat-ayat dalam bab ini amat banyak sekali serta dapat
dimaklumi. Adapun Hadits-haditsnya ialah:
185. Pertama: Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Saya
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa diantara engkau semua melihat
sesuatu kemungkaran, maka hendaklah mengubahnya itu dengan tangannya, jikalau
tidak dapat, maka dengan lisannya dengan jalan menasihati orang yang melakukan
kemungkaran tadi -dan jikalau tidak dapat juga- dengan lisannya, maka dengan
hatinya -maksudnya hatinya mengingkari serta tidak menyetujui perbuatan itu.
Yang sedemikian itu -yakni dengan hati saja- adalah selemah-lemahnya keimanan."
(Riwayat Muslim)
Keterangan:Kemungkaran itu jangan didiamkan saja
merajalela. Bila kuasa harus diperingatkan dengan perbuatan agar terhenti
kemungkaran tadi seketika itu juga. Bila tidak sanggup, maka dengan lisan
(dengan nasihat peringatan atau perkataan yang sopan santun), sekalipun ini agak
lambat berubahnya. Tetapi kalau masih juga tidak sanggup, maka cukuplah bahwa
hati kita tidak ikut-ikut menyetujui adanya kemungkaran itu. Hanya saja yang
terakhir ini adalah suatu tanda bahwa iman kita sangat lemah sekali. Karena
dengan hati itu hanya bermanfaat untuk diri kita sendiri, sedang dengan
perbuatan atau nasihat itu dapat bermanfaat untuk kita dan masyarakat umum,
hingga kemungkaran itu tidak terus menjadi-jadi.
186. Kedua: Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Tiada seorang nabipun yang diutus oleh Allah sebelumku -Muhammad
s.a.w., melainkan ia mempunyai beberapa orang hawari -penolong atau pengikut
setia- dari kalangan umatnya, juga beberapa sahabat, yang mengambil teladan
dengan sunnahnya serta mentaati perintahnya. Selanjutnya sesudah mereka ini akan
menggantilah beberapa orang pengganti yang suka mengatakan apa yang tidak mereka
lakukan, bahkan juga melakukan apa yang mereka tidak diperintahkan. Maka
barangsiapa yang berjuang melawan mereka itu -yakni para penyeleweng dari
ajaran-ajaran nabi yang sebenarnya ini- dengan tangan -atau kekuasaannya, maka
ia adalah seorang mu'min, barangsiapa yang berjuang melawan mereka dengan
lisannya, iapun seorang mu'min dan barangsiapa yang berjuang melawan mereka
dengan hatinya, juga seorang mu'min, tetapi jikalau semua itu tidak -dengan
tangan, lisan dan hati, maka tiada keimanan sama sekali sekalipun hanya sebiji
sawi." (Riwayat Muslim)
187. Ketiga: Dari Abulwalid, yaitu 'Ubadah bin as-Shamit r.a.,
katanya: "Rasulullah s.a.w. membai'at kepada kita semua untuk tetap mendengar
-patuh- serta taat, baik dalam keadaan sukar ataupun mudah, juga dalam keadaan
lapang dan payah -tertekan, juga agar kita semua lebih mengutamakan kepentingan
orang lain daripada diri sendiri. Selain itu pula supaya kita semua tidak
mencabut sesuatu perkara -jabatan -dari orang yang memegangnya, kecuali jikalau
engkau semua melihat orang itu masuk dalam kekafiran yang nyata, yang bagimu ada
bukti dari Allah dalam perkara kekafirannya tadi. Dibai'at pula agar kita semua
berkata dengan hak -kebenaran- di mana saja kita berada, tidak perlu takut untuk
mengatakan hak itu akan celaan dari orang yang suka mencela." (Muttafaq
'alaih)
188. Keempat: Dari Annu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma dari
Nabi s.a.w. bersabda: "Perumpamaan orang yang berdiri tegak -untuk menentang
orang-orang yang melanggar- pada had-had Allah -yakni apa-apa yang dilarang
olehNya- dan orang yang menjerumuskan diri di dalam had-had Allah -yakni
senantiasa melanggar larangan-laranganNya- adalah sebagai perumpamaan sesuatu
kaum yang berserikat -yakni bersama-sama- ada dalam sebuah kapal, maka yang
sebagian dari mereka itu ada di bagian atas kapal, sedang sebagian lainnya ada
di bagian bawah kapal. Orang-orang yang berada di bagian bawah kapal itu apabila
hendak mengambil air, tentu saja melalui orang-orang yang ada di atasnya
-maksudnya naik keatas dan oleh sebab hal itu dianggap sukar-, maka mereka
berkata: "Bagaimanakah andaikata kita membuat lobang saja di bagian bawah kita
ini, suatu lobang itu tentunya tidak mengganggu orang yang ada di atas kita."
Maka jika sekiranya orang yang bagian atas itu membiarkan saja orang yang bagian
bawah menurut kehendaknya, tentulah seluruh isi kapal akan binasa. Tetapi
jikalau orang bagian atas itu mengambil tangan orang yang bagian bawah -melarang
mereka dengan kekerasan- tentulah mereka selamat dan selamat pulalah seluruh
penumpang kapal itu." (Riwayat Bukhari)
189. Kelima: Dari Ummul mu'minin yaitu Ummu Salamah yakni
Hindun binti Abu Umayyah yakni Hudzaifah radhiallahu 'anha, dari Nabi s.a.w.,
bahwasanya beliau s.a.w. bersabda: "Bahwasanya nanti itu akan digunakanlah
beberapa pemimpin negara -amir-amir, maka engkau semua akan menyetujui mereka,
karena kelakuan mereka itu sebagian ada yang sesuai dengan syariat agama, tetapi
engkau semuapun akan mengingkari mereka-sebab ada pula kelakuan-kelakuan mereka
yang melanggar syariat agama. Maka barangsiapa yang benci -dengan hatinya, ia
terlepaslah dari dosa, juga barangsiapa yang mengingkari, iapun selamat -dari
siksa akhirat. Tetapi barangsiapa yang ridha serta mengikuti -pemimpin-pemimpin
di atas, itulah yang bermaksiat." Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, apakah
tidak perlu kita memerangi mereka itu?" Beliau s.a.w. bersabda: "Jangan, selama
mereka masih mendirikan shalat bersamamu semua." (Riwayat Muslim) Maknanya ialah
bahwa barangsiapa yang membenci kepada pemimpin-pemimpin yang suka melanggar
syariat agama itu dengan hatinya, karena tidak kuasa mengingkari mereka dengan
tangan atau lisannya, maka ia telah terlepas dari dosa dan ia telah pula
menunaikan tugasnya. Juga barangsiapa yang mengingkari dengan sekedar
kekuatannya, iapun selamat dari kemaksiatan ini. Tetapi barangsiapa yang ridha
dengan kelakuan-kelakuan mereka serta mengikuti jejak mereka, maka itulah orang
yang bermaksiat.
190. Keenam: Dari Ummul mu'minin yakni Ummul Hakam, yaitu
Zainab binti Jahsy radhiallahu 'anha, bahwasanya Rasulullah s.a.w. masuk dalam
rumahnya dengan rasa ketakutan. Beliau s.a.w. mengucapkan: "La ilaha illallah,
celaka bagi bangsa Arab, karena adanya keburukan yang telah dekat. Hari itu
telah terbuka tabir Ya'juj dan Ma'juj [15], seperti ini," dan beliau s.a.w. mengolongkan kedua
jarinya sebagai bulatan, yakni ibu jari dan jari sebelahnya -jari telunjuk. Saya
-Zainab- lalu berkata: "Ya Rasulullah, apakah kita akan binasa, sedangkan di
kalangan kita masih ada orang-orang yang shalih?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ya
jikalau keburukan itu telah banyak." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:Hadis ini menunjukkan bahwa manakala di
dalam suatu tempat atau negeri sudah terlampau banyak keburukan, kemungkaran,
kefasikan dan kecurangan, maka kebinasaan dan kerusakan akan merata di daerah
itu dan tidak hanya mengenai orang jahat-jahat saja, tetapi orang-orang shalih
tidak akan dapat menghindarkan diri dari azab Allah itu, sekalipun jumlah mereka
itu cukup banyak. Oleh sebab itu segala macam kemaksiatan dan kemungkaran
hendaklah segera dibasmi dan segala keburukan segera dimusnahkan, agar jangan
sampai terjadi malapetaka sebagaimana yang diuraikan di atas.
191. Ketujuh: Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w.
sabdanya: "Hindarilah olehmu semua duduk-duduk di jalan-jalan." Para sahabat
berkata: "Ya Rasulullah, kita tidak dapat meninggalkan duduk-duduk kita, sebab
kita semua bercakap-cakap di situ." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Jikalau
engkau semua enggan, melainkan tetap ingin duduk-duduk di situ, maka berikanlah
jalan itu haknya." Mereka bertanya: "Apakah haknya jalan itu, ya Rasulullah?"
Beliau s.a.w. bersabda: "Yaitu memejamkan mata, menahan diri membuat sesuatu
yang berbahaya, menjawab salam, memerintah dengan kebaikan dan melarang dari
kemungkaran." (Muttafaq 'alaih)
192. Kedelapan: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya
Rasulullah s.a.w. melihat seutas cincin -emas- pada jari seorang, kemudian
beliau melepaskannya lalu meletakkannya dan bersabda: "Seorang dari engkau semua
sengaja menuju kepada bara api dari neraka, maka ia menjadikannya dalam
tangannya." Kemudian setelah Rasulullah s.a.w. pergi, kepada orang yang memiliki
cincin itu dikatakan: "Ambillah cincinmu. Manfaatkanlah ia -untuk dijual dan
keperluan lain." Orang itu menjawab: "Tidak, demi Allah, saya tidak akan
mengambil cincin ini selama-lamanya. Bukankah ia telah diletakkan oleh
Rasulullah s.a.w." (Riwayat Muslim)
193. Kesembilan: Dari Abu Said al-Hasan al-Bishri bahwasanya
'Aidz bin 'Amr r.a masuk ke tempat 'Ubaidullah bin Ziad lalu berkata: "Hai
anakku, saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya
seburuk-buruk penggembala ialah orang yang tidak belas kasihan -pada
gembalanya," maka janganlah engkau termasuk golongan penggembala yang semacam
itu." 'Ubaidullah bin Ziad lalu berkata: "Duduklah, karena sesungguhnya engkau
itu adalah termasuk antah dari golongan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w.
-maksudnya bukan termasuk sahabat pilihan atau yang utama, 'Aidz bin 'Amr
menjawab: "Apakah di kalangan sahabat-sahabat ada yang termasuk golongan antah?
Yang termasuk antah ialah orang-orang yang datang sesudah sahabat-sahabat beliau
s.a.w. itu atau yang memang bukan sahabat." (Riwayat Muslim)
Keterangan:
Huthamah, artinya manusia yang bersikap keras kepala gembalanya, baik cara menggiringnya ke ladang yakni tempat penggembalaan, dalam cara memberikan makanan dan minuman dan lain-lain lagi, sehingga yang digembalakan itu terdesak-desak antara yang satu dengan yang lain. Juga sering kali ia memukulnya sehingga menyakitkan sekali. Hadits di atas bukan hanya khusus untuk penggembala ternak saja, tetapi juga penggembala rakyat, yakni para penguasa yang memimpin negara, para majikan terhadap kaum buruhnya, komandan terhadap pasukannya, guru terhadap muridnya dan lain-lain sebagainya. Semua itu diperintahkan oleh agama Islam agar bersikap sebagai kedua orang tua yang amat kasih sayang kepada anaknya.
Huthamah, artinya manusia yang bersikap keras kepala gembalanya, baik cara menggiringnya ke ladang yakni tempat penggembalaan, dalam cara memberikan makanan dan minuman dan lain-lain lagi, sehingga yang digembalakan itu terdesak-desak antara yang satu dengan yang lain. Juga sering kali ia memukulnya sehingga menyakitkan sekali. Hadits di atas bukan hanya khusus untuk penggembala ternak saja, tetapi juga penggembala rakyat, yakni para penguasa yang memimpin negara, para majikan terhadap kaum buruhnya, komandan terhadap pasukannya, guru terhadap muridnya dan lain-lain sebagainya. Semua itu diperintahkan oleh agama Islam agar bersikap sebagai kedua orang tua yang amat kasih sayang kepada anaknya.
194. Kesepuluh: Dari Hudzaifah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya:
"Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya engkau
semua memerintahkan dengan kebaikan dan melarang dari kemungkaran atau kalau
tidak, maka hampir-hampir saja Allah akan menurunkan siksa kepadamu semua,
kemudian engkau semua berdoa kepadaNya, tetapi tidak akan dikabulkan untukmu
semua doa itu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini
adalah hadits hasan.
195. Kesebelas: Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w.
sabdanya: "Seutama-utamanya jihad ialah mengucapkan kalimat menuntut keadilan di
hadapan seorang sultan -pemegang kekuasaan negara yang menyeleweng."
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini
adalah hadits hasan.
Keterangan:
Sebabnya berkata adil dan hak (benar) kepada sultan (penguasa negara) yang curang itu dianggap jihad atau perjuangan yang paling utama, karena memang jarang sekali yang berani melaksanakan, sebab takut balas dendamnya. Yang dimaksudkan kalimat adil dan hak itu seperti menasihati jikalau sultan atau penguasa itu bertindak sewenang-wenang, menyeleweng dari tuntunan yang benar atau ia sendiri berbuat kemaksiatan dan kemungkaran. Juga termasuk di dalamnya apabila orang bawahan sultan atau penguasa tadi memberikan laporan, artinya apa yang dilaporkan itu wajiblah menurut kenyataan. Rakyat miskin jangan dilaporkan makmur, umat mengeluh jangan dilaporkan gembira, hasil tanaman rusak jangan dilaporkan memuaskan dan sebagainya. Jikalau semua itu dilaksanakan baik-baik, maka berartilah bahwa orang yang suka melakukannya tersebut telah menunaikan jihad atau perjuangan yang seutama-utamanya.
Sebabnya berkata adil dan hak (benar) kepada sultan (penguasa negara) yang curang itu dianggap jihad atau perjuangan yang paling utama, karena memang jarang sekali yang berani melaksanakan, sebab takut balas dendamnya. Yang dimaksudkan kalimat adil dan hak itu seperti menasihati jikalau sultan atau penguasa itu bertindak sewenang-wenang, menyeleweng dari tuntunan yang benar atau ia sendiri berbuat kemaksiatan dan kemungkaran. Juga termasuk di dalamnya apabila orang bawahan sultan atau penguasa tadi memberikan laporan, artinya apa yang dilaporkan itu wajiblah menurut kenyataan. Rakyat miskin jangan dilaporkan makmur, umat mengeluh jangan dilaporkan gembira, hasil tanaman rusak jangan dilaporkan memuaskan dan sebagainya. Jikalau semua itu dilaksanakan baik-baik, maka berartilah bahwa orang yang suka melakukannya tersebut telah menunaikan jihad atau perjuangan yang seutama-utamanya.
196. Keduabelas: Dari Abu Abdillah, yaitu Thariq bin Syihab
al-Bajali al-Ahmasi r.a. bahwasanya ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi
s.a.w. dan ia telah meletakkan kakinya pada sanggur ditempat berpijak pada
kendaraan unta atau lain-lain yang terbuat dari kulit atau kayu, katanya:
"Manakah jihad itu yang lebih utama?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu mengucapkan
kata-kata yang hak di hadapan sultan yang menyeleweng." Diriwayatkan oleh Nasa'i
dengan isnad shahih.
197. Ketigabelas: Dari Ibnu Mas'ud r.a. katanya: "Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya pertama kali cela yang mengenai kaum Bani Israil
ialah bahwasanya ada seorang lelaki yang bertemu dengari lelaki lainnya,
kemudian orang tadi berkata kepada kawannya: "Bertaqwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah apa yang engkau kerjakan, sebab hal itu tidak halal untukmu."
Kemudian orang itu menemui kawannya pada esok harinya, sedang kawannya itu masih
mengerjakan sebagaimana keadaannya kemarin, tetapi perbuatannya yang sedemikian
itu tidak menyebabkan ia enggan untuk tetap menjadi kawannya makan, minum dan
duduk bersama. Ketika kaum Bani Israil sudah sama melakukan yang seperti tadi,
Allah lalu memukulkan -membencikan- hati setengah mereka kepada setengahnya,
kemudian beliau mengucapkan ayat -yang artinya: "Orang-orang kafir dari kaum
Bani Israil itu dilaknat atas lisannya Dawud dan Isa anak Maryam. Yang
sedemikian itu disebabkan mereka durhaka dan melanggar peraturan (78). Mereka
tidak saling larang melarang pada kemungkaran yang mereka kerjakan, alangkah
buruknya apa yang mereka lakukan itu (79). Engkau melihat kebanyakan mereka itu
mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin, sesungguhnya amat buruklah apa
yang mereka kirimkan lebih dulu untuk diri mereka [16], sehingga firmanNya: "Kebanyakan
mereka adalah orang-orang fasik." (al-Maidah: 78-81) Selanjutnya beliau s.a.w.
bersabda: "Jangan demikian, demi Allah, sesungguhnya engkau semua itu wajib
memerintahkan kebaikan, melarang dari kemungkaran, mengambil tangan orang yang
zalim -yakni menghentikan kezalimannya- serta mengembalikannya atas kebenaran
yang sesungguhnya, juga membasmi tindakannya kepada yang hak saja dengan
pembatasan yang sesungguh-sungguhnya. Atau jikalau semua itu tidak dilakukan,
maka sesungguhnya Allah akan memukulkan -membencikan- hati setengahmu terhadap
setengahnya kemudian melaknati -mengutuk- engkau semua sebagaimana Dia mengutuk
mereka -Bani Israil." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dan ia mengatakan
bahwa ini adalah hadits hasan. Ini adalah menurut lafaznya Imam 'Abu Dawud.
Adapun lafaznya Imam Tirmidzi ialah: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ketika kaum
Bani Israil sudah terjerumus dalam berbagai kemaksiatan, lalu alim ulama mereka
itupun melarang mereka, tetapi mereka tidak menghentikan perbuatan mereka itu.
Kemudian alim ulama tadi mengawani mereka dalam duduk, makan dan minumnya
-sebagai menyetujui kemungkaran yang dilakukan itu. Karena itu Allah lalu
memukulkan -membencikan- hati setengah mereka terhadap setengahnya serta
melaknat mereka atas lidahnya Nabi Dawud dan Isa anak Maryam. Yang sedemikian
itu adalah karena mereka telah melanggar aturan." Kemudian Rasulullah s.a.w.
duduk dan sebelum itu beliau s.a.w. bersandar, lalu meneruskan sabdanya: "Jangan
demikian. Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya. Laknat itu
pasti datang, sehingga engkau semua mengembalikan orang-orang yang berbuat
kemungkaran itu kepada kebenaran yang sesungguh-sungguhnya."
198. Keempatbelas: Dari Abu Bakar as-Shiddiq r.a. katanya: "Hai
sekalian manusia, sesungguhnya engkau semua tentu membaca ayat ini -yang
artinya: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu sendiri,
tidaklah akan membikin bahaya kepadamu semua orang yang sesat itu, jikalau
engkau telah memperoleh petunjuk." (al-Maidah: 105), tetapi sesungguhnya saya
juga mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya para manusia itu
apabila melihat orang yang zalim, lalu tidak mengambil atas kedua tangannya
-tidak menghentikan perbuatannya [17], maka hampir saja Allah akan meratakan terhadap
seluruh manusia tadi dengan menurunkan siksaNya." Diriwayatkan oleh Imam-Imam
Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa'i dengan isnad-isnad yang shahih.
Catatan
Kaki:
[15] Ya'juj dan Ma'juj adalah dua bangsa yang dahulu banyak membuat kerusakan
di atas bumi, lalu batas daerah kediaman mereka itu ditutup dengan cor-coran
besi bercampur tembaga, sehingga mereka tidak dapat keluar dari situ, sebab
tembok besi bercampur tembaga tadi amat tebal dan licinnya, pula sangat tinggi.
Nanti apabila sudah dekat sekali tibanya hari kiamat kedua bangsa itu akan dapat
keluar, sebab temboknya pecah-pecah dan hancur. Keluarnya kedua bangsa itu
merupakan alamat besar bahwa hari kiamat sudah dekat sekali tibanya.
[16] Sampai kata-kata "diri
mereka" itu belum selesai ayat 80 dari surah al-Maidah. Lanjutan ialah: Allah
memurkai mereka dan mereka pasti kekal dalam siksaan (80). Jikalau mereka
beriman kepada Allah, kepada Nabi dan apa-apa yang diwahyukan padanya, tentulah
mereka tidak mengambil orang-orang kafir itu menjadi pemimpin. Tetapi kebanyakan
mereka adalah orang-orang fasik (kurang sempurna akalnya)" (81).
[17] Yakni mencegahnya dari penganiayaan yang dilakukan
baik dengan tangan atau kekuasaan, dengan lisan atau nasihat atau pun dengan
mengingkari dalam hati, maka dengan cepat atau lambat, Allah akan menurunkan
siksanya. Siksa itu akan dijatuhkan kepada orang yang zalim, sebab kezalimannya,
juga kepada orang-orang lain yang tidak ikut melakukan kezaliman, sebab mereka
berdiam saja, padahal dapat mencegah atau kuasa menghentikan perilaku si zalim
tadi, tetapi berhubung pertimbangan ini atau itu, ia enggan melarangnya,
misalnya karena takut hilang kedudukannya, merasa canggung dan tidak enak karena
dia teman kita, dan sebab-sebab lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar