web widgets

Rabu, 24 Desember 2014

Bab 34. Berwasiat Kepada Kaum Wanita


Allah Ta'ala berfirman: "Dan pergaulilah kaum wanita itu dengan baik-baik." (an-Nisa': 19)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan engkau semua tidak akan dapat berbuat seadil-adilnya terhadap kaum wanita itu, sekalipun engkau semua sangat menginginkan berbuat sedemikian itu. Oleh sebab itu, janganlah engkau semua miring -terlalu condong- kepada yang satu dengan cara yang keterlaluan sehingga engkau semua biarkan ia sebagai tergantung. Jikalau engkau berbuat kebaikan dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (an-Nisa': 129

Keterangan:
Dalam syariat Islam seorang lelaki dibolehkan berpoligami atau kawin lebih dari satu dan dibatasi sebanyak-banyaknya empat istri. Tetapi diberi syarat mutlak bagi suami itu hendaklah ia dapat berlaku adil. Maksudnya, jika kawin dua orang masih dapat berlaku adil, hukumnya tetap boleh, tetapi jika dua orang saja sudah tidak dapat adil, maka wajib hanya seorang saja. Sekiranya beristri dua dapat adil, tetapi jika sampai tiga, lalu tidak adil, maka haramlah bagi suami itu mengawini tiga istri. Jadi yang dibolehkan hanya dua belaka. Seterusnya jika tiga orang dapat berbuat adil, tetapi kalau empat, lalu menjadi tidak adil, maka haram pula beristri sampai empat itu. Jadi wajib hanya tiga istri saja yang boleh dikawini. Ringkasnya keadilan itu memegang peranan utama untuk halal atau haramnya lelaki kawin lebih dari satu. Ini sesuai dengan petunjuk Allah yang difirmankan dalam al-Quran, yakni: "Maka bolehlah kamu mangawini wanita-wanita itu dua orang, tiga dan empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, maka seorang wanita saja -yang dibolehkan-." (an-Nisa': 3) Keadilan yang dimaksudkan ialah mengenai hal-hal yang zahir, seperti bergilir untuk bermalam. Tetapi yang mengenai isi hati tentu tidak diwajibkan adanya keadilan itu seperti rasa cinta kepada yang seorang melebihi kepada yang lain. Ini sama halnya dengan wanita yang bersaudara banyak, misalnya: Mungkin kepada si Nuruddin ia lebih cinta dan lebih senang, sedang kepada si Hasbullah tidak demikian atau kurang kecintaannya dan kepada si Jalal malahan membenci padahal semuanya sama-sama satu saudara. Jadi mengenai rasa cinta tidak diwajibkan adanya keadilan. Demikian pula dalam hal persetubuhan, tidak pula diwajibkan adanya keadilan itu bagi suami terhadap para istrinya, sebab persoalan ini adalah sebagai hasil yang ditumbuhkan oleh rasa cinta tersebut. Itulah yang dimaksudkan dalam Islam mengenai makna keadilan. Oleh sebab itu pula Allah berfirman sebagaimana di atas, yang tujuannya ialah bahwa kamu semua, hai manusia, itu tidak mungkin dapat berbuat keadilan yang seadil-adilnya terhadap para istri itu, sekalipun kamu ingin berbuat demikian. Bahkan Rasulullah s.a.w. sendiri pernah bersabda: "Ya Allah, inilah daya upayaku yang dapat kumiliki (yakni dalam berlaku adil terhadap para istri), saya tidak kuat memiliki sebagaimana yang Engkau miliki dan hal itu memang tidak saya miliki (atau saya tidak dapat melaksanakannya)." Namun demikian, sekalipun kita tidak dapat berlaku seadil-adilnya terhadap para istri, kitapun diperingatkan oleh Allah Ta'ala dengan firmanNya: "Jangan kamu miring atau terlampau condong kepada yang seorang dengan cara yang kesangatan, sehingga engkau biarkan ia sebagai wanita yang tergantung." (an-Nisa': 129) Maksudnya sekalipun rasa cinta dan persetubuhan itu tidak merupakan kewajiban untuk dibagi secara adil, tetapi juga jangan terlampau sangat melebihkan kepada yang seorang sampai-sampai yang lainnya tidak dikasihi sama sekali, meskipun dalam bergiliran tidur tetap dilaksanakan. Sebabnya ialah kalau ini dikerjakan, maka sama halnya dengan membiarkan istri itu seperti barang yang tergantung, artinya kalau dikatakan tidak bersuami atau janda, kenyataannya ada suaminya, tetapi kalau dikatakan ada suaminya, kenyataannya suaminya tidak ada rasa cintanya sedikitpun pada wanita itu dan tidak pernah diberi bagian untuk bersenang-senang dalam seketiduran. Demikianlah peringatan Allah kepada kita kaum Muslimin.

274. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Berwasiatlah engkau semua kepada kaum wanita dengan yang baik-baik, sebab sesungguhnya wanita itu dibuat dari tulang rusuk dan sesungguhnya selengkung-lengkungnya tulang rusuk ialah bagian yang teratas sekali. Maka jikalau engkau mencoba meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya dan jikalau engkau biarkan saja, maka ia akan tetap lengkung -bengkok- selama-lamanya. Oleh sebab itu, maka berwasiatlah yang baik-baik kepada kaum wanita itu." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat kedua kitab Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan demikian: Nabi s.a.w. bersabda: "Wanita itu adalah sebagai tulang rusuk, jikalau engkau luruskan, maka engkau akan mematahkannya, dan jikalau engkau bersenang-senang dengannya, engkaupun dapat pula bersenang-senang dengannya tetapi di dalam wanita itu tentu ada kelengkungannya." Dalam riwayat Muslim disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya wanita itu dibuat dari tulang rusuk yang tidak akan melurus pada suatu jalan selama-lamanya untukmu. Maka jikalau engkau bersenang-senang dengannya, dapat pula engkau bersenang-senang dengannya, tetapi di dalam wanita itu ada kelengkungannya dan jikalau engkau luruskan ia, maka engkau akan mematahkannya dan patahnya itu ialah menceraikannya."

275. Dari Abdullah bin Zam'ah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. berkhutbah dan menyebutkan perihal unta -mu'jizat Nabi Shalih a.s.- serta orang yang menyembelihnya, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda, membacakan firman Allah -yang artinya: "Ketika bangkit dengan cepat -untuk melakukan kejahatan membunuh unta itu- orang yang tercelaka di kalangan mereka -kaum Tsamud." (as-Syams: 12). Untuk menyembelih itu bangkitlah dengan cepatnya seorang lelaki yang perkasa, jahat perangainya serta perusak, pula memiliki kekuasaan di kalangan kelompoknya. Selanjutnya beliau s.a.w. menyebutkan perihal kaum wanita, lalu memberikan nasihat dalam persoalan wanita itu, kemudian bersabda: "Ada seorang dari engkau semua bersengaja benar -hendak menyakiti istrinya- lalu menjalad -memukul- istrinya itu sebagai menjalad seorang hamba sahaya, tetapi barangkali pada akhir harinya ia menyetubuhinya." Seterusnya beliau s.a.w. menasihati orang-orang itu dalam hal ketawa mereka dari kentut, lalu bersabda: "Mengapa seorang dari engkau semua itu ketawa dari apa yang dilakukan itu?" -Maksudnya: "Bukankah ketawa dari sebab kentut itu menyalahi kehormatan diri, seharusnya ia malu, bukan malahan ketawa." (Muttafaq 'alaih)

276. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seorang mu'min lelaki itu membenci seorang mu'min perempuan, sebab jikalau ia tidak senang dari wanita itu tentang suatu budi pekertinya, tentunya ia akan merasa senang dari budi pekertinya yang lain, atau dari budi pekerti yang selain dibencinya itu." (Riwayat Muslim) Sabda Nabi s.a.w. Yafraku, dengan fathahnya ya', saknahnya fa' dan fathahnya ra', artinya: "membenci". Dalam bahasa Arab dikatakan: "Wanita itu membenci dan suaminya juga membenci istrinya. Ra'nya dikasrahkan (dalam fi'il madhi atau past tense), sedang "Yafraku", ra'nya difathahkan (dalam fi'il mudhari' atau present tense). Maknanya: Sudah membenci dan sedang membenci. Wallahu A'lam.

277. Dari 'Amr al-Ahwash al-Jusyami r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. dalam haji wada' bersabda, setelah bertahmid serta memuji kepada Allah, memberikan peringatan dan nasihat, demikian sabda beliau, selanjutnya: "Ingatlah. Dan berwasiatlah engkau semua kepada kaum wanita dengan yang baik-baik, sebab sesungguhnya mereka itu adalah sebagai tawanan di sisimu semua. Engkau semua tidak memiliki sesuatu apapun dari mereka itu selain yang tersebut tadi, [27] melainkan jikalau mereka mendatangi perbuatan buruk yang nyata -seperti tidak mentaati suaminya atau buruk cara bergaulnya-. Jikalau kaum wanita itu berbuat demikian, maka tinggalkanlah mereka dalam seketiduran dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti. Tetapi jikalau mereka telah kembali taat padamu semua, maka janganlah mencari-cari jalan untuk menyakiti mereka itu. Ingatlah, bahwasanya bagimu atas istri-istrimu semua itu ada haknya, sebaliknya bagi istri-istrimu atasmu semua itupun ada haknya. Hakmu yang wajib mereka penuhi ialah jangan sampai mereka memberikan tempat hamparanmu kepada orang yang engkau tidak senangi -maksudnya: jangan sampai wanita-wanita itu duduk menyendiri dengan kaum lelaki lain, jangan pula memberi izin masuk ke rumahmu kepada orang yang tidak engkau semua senangi-. Ingatlah, tentang hak mereka yang wajib engkau semua penuhi ialah supaya engkau semua berbuat baik kepada mereka dalam hal pakaian serta makanan mereka." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. Sabda Rasulullah s.a.w.: ‘Awanin artinya tawanan, jama'nya lafaz 'aniah dengan 'ain muhmalah, maksudnya wanita yang tertawan. Al'ani artinya lelaki yang tertawan. Rasulullah s.a.w. menyamakan wanita yang sudah menjadi istri itu seperti tawanan suaminya, karena wanita itu sudah masuk sama sekali di bawah kekuasaan suaminya itu. Adhdharbul mubarrih, yaitu yang amat sangat menyakitkan. Sabda beliau s.a.w.: Fala tabghu 'alaihinna sabila artinya: Jangan engkau semua mencari-cari jalan untuk membuat-buat alasan hendak menyusahkan kaum istri itu atau menyakiti mereka. Wallahu 'alarm.

278. Dari Mu'awiyah bin Haidah r.a., katanya: "Saya bertanya: "Ya Rasulullah, apakah haknya istri seorang suami dari kita itu atas suaminya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu hendaklah engkau memberi istri makan, jikalau engkau makan, engkau memberi pakaian ia jikalau engkau berpakaian, jangan memukul wajahnya, jangan mengolok-oloknya, juga jangan meninggalkan ia -ketika tidak taat pada suaminya, kecuali dalam rumah saja -yakni dalam seketiduran." [28] Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan ia berkata: "Arti laatuqabbih: jangan mengolok-oloknya yaitu jangan mengucapkan: Semoga Allah memburukkan engkau."

279. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesempurna-sempurnanya kaum mu'minin perihal keimanannya ialah yang terbaik budi pekertinya diantara mereka itu [29] dan yang terbaik diantara kaum mu'minin itu ialah yang terbaik sifatnya terhadap kaum wanitanya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

280. Dari Iyas bin Abdullah bin Abu Dzubab r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua memukul hamba-hamba Allah yang perempuan -maksudnya suami jangan memukul istrinya." Umar r.a. lalu datang kepada Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Para istri itu berani menentang pada suami-suaminya." Oleh sebab itu beliau s.a.w. memberikan kelonggaran untuk memukul mereka -yang tidak keras sampai menyakitkan. Selanjutnya beberapa kaum wanita sama berkeliling mendatangi keluarga Rasulullah untuk mengadukan para suaminya -karena ada beberapa istri yang dipukul suaminya. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Benar-benar telah berkeliling beberapa kaum wanita mendatangi keluarga Muhammad untuk mengadukan perihal suami-istrinya. Maka bukannya suami-suami yang sedemikian itu yang termasuk orang-orang pilihan diantara engkau semua -kaum mu'minin." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan sanad shahih.

281. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dunia ini adalah harta benda dan sebaik-baik harta benda dunia itu ialah wanita yang shalihah." (Riwayat Muslim)

Catatan Kaki:

[27] Maksudnya selain untuk diajak bersenang-senang sebagai suami-istri, juga suami wajib menjaga istrinya dengan baik, memberikan kecukupan apa yang dibutuhkan menurut kadar kekuatan dan kemampuannya, sedangkan istrinya wajib memelihara dirinya dari kecurigaan suami, pula wajib menjaga harta benda suaminya itu dengan sebaik-baiknya.

[28] Menurut Hadis di atas, maka yang boleh ditinggalkan hanyalah dalam seketidurannya, artinya suami boleh meninggalkan istrinya dari tempat tidurnya. Jadi boleh tidur di tempat lain dalam rumahnya itu. Adapun mengenai berbicara dengan istri, maka wajib seperti biasa, maksudnya jangan sampai tidak disapa atau tidak diajak bercakap-cakap.


[29] Hakikatnya budi pekerti yang baik itu suka berbuat kebajikan pada orang lain, enggan melakukan sesuatu yang sifatnya merugikan masyarakat dan umat, berwajah manis serta bersikap ramah-tamah kepada siapapun juga.

Selasa, 09 Desember 2014

Bab 33. Bersikap Lemah-lembut Kepada Anak Yatim, Anak-Anak Perempuan Dan Orang Lemah Yang Lain-lain, Kaum Fakir Miskin, Orang-orang Cacat, Berbuat Baik Kepada Mereka, Mengasihi, Merendahkan Diri Serta Bersikap Merendah Kepada Mereka

لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِۦٓ أَزْوَٰجًۭا مِّنْهُمْ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَٱخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
Allah Ta'ala berfirman: "Dan tundukkanlah sayapmu -yakni bersikap merendahlah kepada sesama kaum mu'minin," (al-Hijr: 88)

وَٱصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُۥ عَن ذِكْرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمْرُهُۥ فُرُطًۭا
Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan sabarkanlah dirimu beserta orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan sore yang mereka itu menginginkan keridhaan Allah dan janganlah engkau hindarkan pandanganmu terhadap mereka itu, karena engkau menginginkan keindahan hiasan keduniaan." (al-Kahf: 28)

فَأَمَّا ٱلْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ
وَأَمَّا ٱلسَّآئِلَ فَلَا تَنْهَرْ
Allah Ta'ala berfirman lagi: "Maka terhadap anak yatim, janganlah engkau bersikap kasar dan kepada peminta-peminta, janganlah engkau membentak-bentak." [26] (ad-Dhuha: 9-10)

أَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ
فَذَٰلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلْيَتِيمَ
وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلْمِسْكِينِ
Juga Allah Ta'ala berfirman: "Adakah engkau mengetahui siapa orang yang mendustakan Dia -Islam atau hari pembalasan di akhirat- itu? Yang sedemikian itu ialah orang yang tidak menghiraukan keadaan anak yatim dan tidak menyuruh -orang lain atau jiwanya sendiri- untuk memberi makan kepada orang miskin." (al-Ma'un: 1-3)

261. Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a., katanya: "Kita beserta Nabi s.a.w. dan kita semua ada enam orang -selain Beliau s.a.w-. Kaum musyrikin lalu berkata: "Usirlah keenam orang itu, supaya mereka tidak berani -bersikap tidak sopan- kepada kita. Enam orang itu ialah saya -yang merawikan hadits ini-, Ibnu Mas'ud, seorang dari kabilah Hudzail, Bilal dan dua orang lagi yang tidak saya sebut namanya. Mereka ini dianggap tidak setaraf derajatnya oleh kaum musyrikin kalau duduk-duduk bersama mereka. Hal itu mengesan sekali dalam jiwa Rasulullah s.a.w. sedalam yang dikehendaki oleh Allah pengesanannya. Beliau mengusikkan itu dalam jiwanya, kemudian turunlah firman Allah -yang artinya-: "Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru kepada Tuhannya di waktu pagi dan sore yang mereka itu sama menginginkan keridhaan Allah belaka." (al-An'am: 52) (Riwayat Muslim)

262. Dari Abu Hurairah, yaitu 'A-idz bin 'Amr, al-Muzani dan ia termasuk golongan yang menyaksikan Bai'atur Ridhwan r.a. bahwasanya Abu Sufyan mendatangi Salman, Shuhaib, Bilal dalam sekelompok sahabat. Mereka lalu berkata: "Pedang-pedang Allah belum lagi bertindak terhadap musuh Allah sebagaimana tindakan yang semestinya -yang dimaksudkan musuh Allah ialah Abu Sufyan itu, sebab di kala itu ia masih menjadi kafir. Abu Bakar berkata: "Adakah engkau mengucapkan itu kepada sesepuh Quraisy dan penghulu mereka?" -Abu Bakar berkata ini karena mengharapkan supaya Abu Sufyan masuk Islam, bukan hendak melukai hati para sahabat yang berkata di atas-. Abu Bakar lalu mendatangi Nabi s.a.w. kemudian memberitahukan apa yang terjadi itu. Nabi s.a.w. bersabda: "Hai Abu Bakar, barangkali engkau menyebabkan mereka menjadi marah -sebab ucapanmu itu-. Jikalau engkau menyebabkan mereka marah, sesungguhnya engkau menyebabkan juga kemurkaan Tuhanmu." Kemudian Abu Bakar mendatangi orang-orang tadi lalu berkata: "Wahai saudara-saudaraku, apakah saya telah menyebabkan engkau semua menjadi marah?" Mereka menjawab: "Tidak. Semoga Allah memberikan pengampunan padamu, hai saudaraku." (Riwayat Muslim) Ucapannya: Ma'khadzaha artinya tidak memenuhi hak ketentuannya. Ya akhi diriwayatkan dengan fathahnya hamzah dan kasrahnya kha' serta diringankannya ya' - yakni tidak disyaddahkan. Juga diriwayatkan dengan dhammahnya hamzah, fathahnya kha' dan syaddahnya ya' -lalu berbunyi: Ukhayya.

263. Dari Sahl bin Sa'ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam syurga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan antara keduanya itu." (Riwayat Bukhari) Kafilul yatim ialah orang yang menanggung segala perkara yang diperlukan oleh anak yatim -baik makan, minum, kediaman, pakaian dan pendidikannya, juga lain-lainnya pula.

264. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Pemelihara anak yatim, baik miliknya sendiri atau milik lainnya, saya -Nabi s.a.w.- dan ia adalah seperti kedua jari ini di dalam syurga." Yang merawikan hadits ini yakni Malik bin Anas mengisyaratkan dengan menggunakan jari telunjuk serta jari tengahnya. (Riwayat Muslim) Sabda Nabi s.a.w. Alyatim iahu au lighairihi, artinya ialah yang masih termasuk keluarganya atau yang termasuk orang lain. Yang masih keluarganya seperti anak yatim yang dipelihara oleh ibunya, neneknya, saudaranya atau lain-lainnya orang yang masih ada kekeluargaan dengannya. Wallahu a'lam.

265. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya orang miskin itu orang yang ditolak oleh orang lain ketika meminta sebiji atau dua biji kurma, atau ketika meminta sesuap atau dua suap makanan. Tetapi sesungguhnya orang miskin yang sebenar-benarnya ialah orang yang enggan meminta-minta -sekalipun sebenarnya ia membutuhkan-." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat kedua kitab Shahih Bukhari dan Muslim itu disebutkan pula demikian: Nabi s.a.w. bersabda: "Bukannya orang miskin itu orang yang berkeliling menemui orang-orang banyak, lalu ditolak ketika meminta sesuap dua suap makanan atau sebiji dua biji kurma, tetapi orang miskin yang sebenar-benarnya ialah orang yang tidak mempunyai kekayaan untuk mencukupi kebutuhannya, tidak pula diketahui kemiskinannya, sebab andaikata diketahui tentu ia akan diberi sedekah, bahkan tidak pula ia suka berdiri lalu meminta-minta sesuatu kepada orang-orang."

266. Dari Abu Hurairah r.a. juga dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Orang yang berusaha untuk kepentingan seorang janda atau orang miskin itu seperti orang yang berjihad fisabilillah," dan saya -yang merawikan Hadits ini- mengira bahwa beliau s.a.w. juga bersabda: "Dan seperti pula seorang yang melakukan shalat malam yang tidak pernah letih -yakni setiap malam melakukannya, juga seperti orang berpuasa yang tidak pernah berbuka -yakni berpuasa terus setiap harinya-." (Muttafaq 'alaih)

267. Dari Abu Hurairah r.a. lagi dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Seburuk-buruk makanan ialah makanan walimah yang tercegah -yakni tidak diundang- orang yang ingin mendatanginya yaitu kaum fakir miskin, sebab membutuhkannya, tetapi diundanglah orang yang tidak ingin mendatanginya -yaitu kaum kaya raya sebab sudah sering makan yang enak-enak. Namun demikian barangsiapa yang tidak mengabulkan undangan walimah -pengantin- itu, maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan RasulNya." (Riwayat Muslim) Dalam riwayat kedua kitab shahih Bukhari dan Muslim juga disebutkan demikian yaitu dari Abu Hurairah r.a., Nabi s.a.w. bersabda: "Sejelek-jelek makanan ialah makanan walimah yang diundanglah ke situ orang-orang kaya dan ditinggalkanlah orang-orang fakir miskin."

268. Dari Anas r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Barangsiapa yang menanggung segala keperluan dua gadis -dan mencukupkan makan minumnya, pakaiannya, pendidikannya, dan lain-lain- sampai keduanya meningkat usia baligh, maka ia datang pada hari kiamat, saya -Nabi Muhammad s.a.w.- dan ia adalah seperti kedua jari ini dan beliau mengumpulkan jari-jarinya." (Riwayat Muslim) Jariyataini yakni dua jariah artinya dua orang anak perempuan.

269. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Ada seorang wanita masuk ke tempatku dan beserta wanita itu ada dua anak gadisnya. Wanita itu meminta sesuatu, tetapi tidak menemukan sesuatu apapun di sisiku selain sebiji kurma saja, kemudian itulah yang kuberikan padanya, lalu wanita tadi membaginya menjadi dua untuk kedua anaknya itu, ia sendiri tidak makan sedikitpun dari kurma tersebut. Selanjutnya ia berdiri lalu keluar. Nabi s.a.w. kebetulan masuk di tempatku pada waktu itu, lalu saya beritahukanlah hal tadi. Beliau s.a.w. terus bersabda: "Barangsiapa yang diberi cobaan sesuatu dari gadis-gadis seperti ini, lalu berbuat baik kepada mereka, maka gadis-gadis itulah yang akan menjadi tabir untuknya dari siksa neraka." (Muttafaq 'alaih)

270. Dari Aisyah radhiallahu 'anha pula, katanya: "Saya didatangi oleh seorang wanita miskin yang membawa kedua anak gadisnya, lalu saya memberikan makanan kepada mereka itu berupa tiga biji buah kurma. Wanita itu memberikan setiap sebiji kurma itu kepada kedua anaknya. Seorang dapat sebuah dan sebuah lagi diangkatnya ke mulutnya -hendak dimakan sendiri-. Tiba-tiba kedua anaknya itu meminta supaya diberikan saja yang sebuah itu untuk mereka makan pula lalu wanita tadi memotong buah kurma yang hendak dimakan itu menjadi dua buah dan diberikan pada kedua anaknya. Keadaan wanita itu amat mengherankan saya, maka saya beritahukan apa yang diperbuat wanita itu kepada Rasulullah s.a.w., kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk wanita itu akan masuk syurga karena kelakuannya tadi dan akan dimerdekakan pula dari siksa neraka." (Riwayat Muslim)

271. Dari Abu Syuraih, yaitu Khuwailid bin 'Amr al-Khuza'i r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya sangat memberatkan dosa -yakni termasuk dosa yang berat- orang yang menyia-nyiakan haknya dua golongan yang lemah, yaitu anak yatim dan perempuan." Ini adalah hadits hasan yang diriwayatkan oleh an-Nasa'i dengan isnad yang baik. Makna Uharriju ialah aku menganggap dosa dan maksudnya berdosa bagi orang yang menyia-nyiakan haknya kedua macam orang di atas yakni anak yatim dan wanita, juga aku takut-takuti dengan sesangat-sangatnya orang yang melakukan sedemikian itu, bahkan kularang benar-benar, jangan sekali-kali dipermainkan hak-hak mereka itu.

272. Dari Mus'ab bin Sa'ad bin Abu Waqqash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Sa'ad merasa bahwasanya ia memiliki kelebihan keutamaan dari orang-orang yang sebawahnya, kemudian Nabi s.a.w. bersabda: "Bukankah engkau semua tidak akan memperoleh pertolongan atau rezeki melainkan dengan sebab usaha dari orang-orang yang lemah dari kalanganmu semua itu." Diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai hadits mursal, sebab sebenarnya Mus'ab bin Sa'ad itu adalah seorang Tabi'in. Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Bakar al-Barqani dalam kitab shahihnya sebagai Hadis muttashil dari Mus'ab dari ayahnya r.a.

273. Dari Abuddarda', yaitu 'Uwaimir r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Carilah untukmu orang-orang yang lemah, sebab sesungguhnya engkau semua diberi rezeki serta pertolongan dengan sebab orang-orang yang lemah di kalangan engkau semua itu." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad yang baik.

Keterangan:Hadis di atas menurut riwayat Imam an-Nasa'i berbunyi: "Sesungguhnya umat ini dapat memperoleh pertolongan -Allah Ta'ala- dengan sebab kaum yang lemah dari golongan mereka -kaum Muslimin-." Mengapa demikian? Dalam penafsirannya disebutkan bahwa kaum yang dha'if, lemah dan dipandang tidak berharga oleh umumnya masyarakat itulah yang justru banyak yang dikabulkan doanya, karena mereka ikhlas dalam berdoa dan lebih khusyu' dalam mengerjakan ibadah karena hati mereka sudah kosong sama sekali dari pemikiran perihal keduniawiyahan, sebab memang tidak memiliki kelebihan-kelebihan. Oleh sebab itu kita yang dari golongan berada, apalagi yang hartawan, jangan sekali-kali menganggap hina dina kepada mereka itu, sebab kefakiran dan kelemahan dalam hal harta benda itu memang bukan suatu cela. Mereka seyogyanya kita tolong sesuai dengan kemampuan kita, agar suka membantu kita berdoa untuk memperoleh rezeki yang halal. Mereka tentu suka mendoakan orang yang kasih sayang kepada mereka, sebab kalau ada rezeki yang kita peroleh, merekapun pasti akan merasakan bagiannya. Jadi sebagaimana orang yang tegap dan kuat merasa memiliki kelebihan dengan keberaniannya, maka kaum yang lemah itupun memiliki kelebihan di sisi Allah Ta'ala dengan doa yang mereka panjatkan yang mustajab (terkabul) kehadhirat Allah serta dengan keikhlasannya.

Catatan Kaki:


[26] Taqhar, dapat diartikan bersikap kasar atau menggunakan harta anak yatim itu untuk kepentingannya sendiri dan tidak ada maksud akan memberikan apabila ia telah dewasa. Adapun Tanhar yang artinya membentak-bentak, maksudnya ialah orang yang meminta-minta itu jangan ditolak secara kasar, tetapi berilah atau tolaklah dengan kata-kata yang baik dan halus.

Bab 32. Keutamaan Kaum Muslimin Yang Lemah, Kaum Fakir Dan Orang-orang Yang Tidak Masyhur -Terkenal-

وَٱصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُۥ عَن ذِكْرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمْرُهُۥ فُرُطًۭا

Allah Ta'ala berfirman: "Dan sabarkanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang menyeru Tubannya di waktu pagi dan sore, mereka menginginkan keridhaan Tuhan dan janganlah engkau hindarkan pandanganmu terhadap mereka itu." (al-Kahf: 28)

253. Dari Haritsah bin Wahab r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sukakah engkau semua saya beritahu, siapakah ahli syurga itu? Mereka itu setiap orang yang lemah dan dianggap lemah oleh para manusia, tetapi jikalau ia bersumpah atas Allah, pastilah Allah mengabulkan apa yang disumpahkannya itu. Sukakah engkau semua saya beritahu, siapakah ahli neraka itu? Mereka itu ialah setiap orang yang 'utul -keras-, jawwazh -kikir- tetapi gemar mengumpulkan harta, lagi pula congkak -sombong-." (Muttafaq 'alaih) Al'utul ialah orang yang keras kepala lagi kasar dalam pergaulan. Aljawwazh, dengan fathah jim dan syaddahnya wawu dan dengan zha' mu'jamah yaitu orang yang gemar mengumpulkan harta, tetapi kikir kalau dimintai sesuatu kebaikan. Ada yang mengatakan artinya ialah orang yang gemuk lagi sombong ketika berjalan. Ada pula yang mengatakan artinya ialah orang yang pendek lagi suka makan.


254. Dari Abul Abbas yaitu Sahal bin Sa'ad as-Saidi r.a., katanya: "Ada seorang lelaki yang berjalan melalui Nabi s.a.w., lalu beliau bertanya kepada seorang yang sedang duduk di sisinya: "Bagaimanakah pendapatmu tentang orang ini." Orang yang ditanya itu menjawab: "Ini adalah seorang lelaki dari golongan manusia bangsawan. Orang ini demi Allah, sudah nyatalah apabila ia melamar seorang wanita, tentu terlaksana ia dikawinkan dan apabila memintakan pertolongan pada sesuatu, tentu akan dikabulkan permintaan pertolongannya itu -untuk kepentingan orang lain." Selanjutnya ada seorang lelaki lain berjalan melalui Nabi s.a.w. kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda -kepada kawan seduduknya itu-: "Bagaimanakah pendapatmu tentang orang ini?" Orang itu menjawab: "Ya Rasulullah. Ini adalah seorang lelaki dari golongan kaum fakirnya orang-orang Islam. Orang ini nyatalah bahwa jikalau meminang, tentu tidak akan diterima untuk dikawinkan -dengan yang dipinangnya- dan jikalau memintakan pertolongan pada sesuatu, tentu tidak akan dikabulkan permintaan pertolongannya itu." Kemudian Rasulullah bersabda: "Yang ini -yakni yang engkau hinakan karena kefakirannya- adalah lebih baik dari pada seluruh isi bumi itu penuh dari yang seperti yang ini -yakni yang dimuliakan karena kekayaannya-." (Muttafaq 'alaih)


255. Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Syurga dan neraka itu saling berbantah-bantahan. Neraka berkata: "Di dalamku ada orang-orang yang keras kepala -gemar memaksakan kehendaknya pada orang lain- serta orang-orang yang congkak." Syurga berkata: "Di dalamku ada para manusia yang lemah-lemah serta kaum fakir miskin." Allah lalu memutuskan perbantahan mereka itu dan firmanNya: "Engkau itu, syurga, sesungguhnya adalah tempat kerahmatanKu, yang Aku merahmati denganmu itu siapa saja yang Kukehendaki, sedang engkau neraka, sesungguhnya adalah tempat penyiksaanKu, yang Aku menyiksa denganmu siapa saja yang Kuhendaki. Atas kehendakKu pulalah kedua-duanya itu siapa-siapa yang akan diisikannya." (Riwayat Muslim)


256. Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya saja nanti akan datanglah seorang yang besar lagi gemuk pada hari kiamat, tetapi di sisi Allah, tidak ada timbangan beratnya lebih dari timbangan sehelai sayap nyamuk." (Muttafaq 'alaih)

Keterangan:
Maksud hadits di atas ialah bahwa orang yang sewaktu di dunia ini besar dan tinggi kedudukannya, gemuk badannya serta gendut perutnya, tetapi kosong amalannya yang baik, tidak mentaati perintah Allah dan malahan melanggar laranganNya, maka pada hari kiamat nanti oleh Allah orang tersebut tidak ada harganya sama sekali, dianggap ringan dan remeh dan sudah dipastikan akan memperoleh siksaNya yang pedih dalam neraka. Jadi untuk mencapai keluhuran tingkat di sisi Allah, dapat mendekatkan diri padaNya serta mendapatkan keridhaanNya hanyalah dengan jalan membersihkan hati dari semua sifat yang tercela, menyucikannya agar menerima cahaya Ilahiyah, di samping mengamalkan semua perintah dan menjauhi laranganNya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, ada lanjutannya hadits di atas itu dan berbunyi: "Bacalah jika kamu suka -firman Allah, yaitu-: "Maka Kami (Allah) tidak merasa perlu menimbang orang-orang yang semacam itu -sebab timbangannya yang berupa amal kebaikan sama sekali tidak ada dan tidak lebih berat daripada sayap nyamuk belaka-."


257. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya ada seorang wanita hitam yang biasanya menyapu masjid. Dalam sebuah riwayat dikatakan: seorang pemuda -sebagai ganti wanita hitam tersebut, yang pekerjaannya juga suka menyapu masjid-. Kemudian Rasulullah s.a.w. -pada suatu hari- tidak menemukannya lagi, lalu bertanya, ke mana orang yang suka menyapu itu. Para sahabat berkata bahwa ia telah meninggal dunia. Beliau bersabda: "Mengapa engkau semua tidak memberitahukan hal itu padaku." Mereka tidak memberitahukan itu, seolah-olah mereka menganggap remeh saja kematian orang tersebut. Beliau bersabda pula: "Tunjukkanlah aku dimana kuburnya." Orang-orang menunjukkannya, kemudian beliau s.a.w. menyembahyangi orang yang mati itu -yang sudah dalam kubur. Setelah itu beliau bersabda: "Sesungguhnya kubur itu penuh kegelapan atas para penghuninya, tetapi Allah membuatnya bercahaya untuk mereka itu dengan sebab saya menyembahyangi atas mereka itu." (Muttafaq 'alaih)


258. Dari Abu Hurairah r.a. lagi, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Kadang-kadang orang-orang yang tidak karuan letak rambutnya lagi pula penuh debu tubuhnya, serta selalu ditolak jika ada di pintu -tidak dihiraukan karena miskinnya-, jikalau bersumpah atas Allah sesungguhnya Allah mengabulkan padanya -apa yang disumpahkannya itu-." (Riwayat Muslim)


259. Dari Usamah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Saya berdiri di pintu syurga, tiba-tiba -saya lihat- kebanyakan orang yang memasukinya itu adalah orang-orang miskin, sedang orang-orang yang mempunyai kekayaan masih tertahan -belum lagi diizinkan untuk masuk syurga-. Tetapi para ahli neraka sudah semua diperintahkan untuk masuk neraka. Saya juga berdiri di pintu neraka, tiba-tiba -saya lihat- kebanyakan para ahli neraka itu adalah kaum wanita." (Muttafaq 'alaih)



260. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Tidak seorang bayipun yang dapat berbicara ketika masih dalam belaian -buaian- kecuali tiga anak. Ini yang dari kalangan Bani Israil, sedang yang tidak dari kalangan mereka ada pula yang lain-lain seperti tertera dalam hadits nomor 30. Tiga anak itu ialah -yang pertama adalah- Isa putera Maryam. -Yang- kedua -adalah- sahabat Juraij -yang menyaksikan kebenaran Juraij. Juraij adalah seorang lelaki yang tekun ibadahnya, lalu ia mengambil sebuah tempat yang tinggi letaknya. Ia senantiasa berada di situ. Suatu ketika ibunya datang dan ia sedang bershalat, serunya: "Hai Juraij." Juraij berkata -dalam hatinya-: "Ya Tuhanku, itu adalah ibuku, tetapi saya lebih mengutamakan shalatku." Ia terus tekun dalam shalatnya -dan ibunya tidak dihiraukan olehnya. Ibunya lalu pergi. Ketika menjelang esok harinya, ibunya datang lagi dan ia juga sedang bershalat. Ibunya berseru: "Hai Juraij." Ia berkata pula -dalam hatinya-: "Ya Tuhanku, itu adalah ibuku, tetapi saya lebih mengutamakan shalatku." Ia terus tekun dalam shalatnya. selanjutnya pada esok harinya lagi, ibunya datang sekali lagi dan ia sedang bershalat. Ibunya berseru: "Hai Juraij." Ia berkata pula -dalam hatinya: "Ya Tuhanku, itu adalah ibuku, tetapi saya lebih mengutamakan shalatku." Ia terus pula tekun dalam shalatnya. Ibunya lalu berkata -berdoa-: "Ya Allah, janganlah Engkau mematikannya, sehingga ia melihat wajahnya wanita-wanita pelacur." Kaum Bani Israil sama menyebut-nyebutkan perihal diri juraij itu serta ketekunan ibadahnya. Di kalangan mereka ada seorang wanita pelacur yang karena cantiknya sampai dibuat sebagai perumpamaan. Wanita itu berkata: "Jikalau engkau semua suka, niscaya dapatlah aku memfitnahnya." Wanita itu menunjukkan diri pada Juraij, tetapi ia tidak menoleh sama sekali pada wanita itu. Wanita itu lalu mendatangi seorang penggembala yang berdiam di tempat peribadahan Juraij lalu ia memungkinkan dirinya pada penggembala itu -yakni membolehkan dirinya disetubuhi olehnya-. Penggembala itu menyetubuhinya kemudian ia pun hamillah. Setelah wanita itu melahirkan, ia berkata bahwa anak itu adalah hasil dari hubungannya dengan Juraij. Orang-orang banyak sama mendatangi Juraij, ia diturunkan dan mereka merobohkan tempat ibadahnya, bahkan merekapun memukulnya. Juraij bertanya: "Ada apa engkau semua ini?" Orang-orang sama berkata: "Engkau berzina dengan wanita pelacur ini, lalu ia melahirkan anak dari hasil perbuatanmu." Ia berkata: "Manakah anak itu?" Orang-orang sama mendatangkan anak itu padanya. Juraij lalu berkata: "Biarkanlah saya hendak bershalat dulu." Iapun bershalatlah. Ketika ia kembali di hadapan orang banyak, ia mendatangi anak itu lalu menusuk perutnya -dengan jarinya- dan berkata: "Hai anak, siapakah ayahmu?" Anak kecil itu berkata: "Ayahku si Fulan, penggembala itu." Kemudian orang-orang banyak itu sama menghadapi Juraij menciuminya dan mengusap-usap tubuhnya. Mereka berkata: "Kita akan mendirikan tempat shalatmu itu dari emas." Juraij berkata: "Jangan, kembalikan sajalah dari tanah -batu merah- sebagaimana dahulunya." Mereka terus mengerjakan pembangunannya kembali. -Anak yang- ketiga -dari anak yang dapat berbicara- ialah pada suatu ketika ada seorang anak bayi sedang menyusu pada ibunya. Kemudian berlalulah seorang lelaki mengendarai seekor binatang kendaraan yang indah dan serba bagus keadaan serta pakaiannya. Ibunya lalu berkata: "Ya Allah, jadikanlah anakku ini seperti orang itu!" Anak itu lalu melepaskan teteknya dan menghadap untuk melihat lelaki tersebut, kemudian berkata: "Ya Allah, janganlah saya Engkau jadikan seperti orang itu!" Selanjutnya anak itu kembali menghadapi teteknya dan mulai menyusui lagi. Saya -yang meriwayatkan hadits ini- seolah-olah melihat kepada Rasulullah s.a.w. di waktu beliau menirukan cara anak itu menyusu, yaitu dengan menggunakan jari telunjuk beliau dan beliau mengisapnya. Selanjutnya beliau s.a.w. melanjutkan sabdanya: Seterusnya mereka melalui seorang hamba sahaya wanita dan orang-orang sama memukulinya, dan mereka mengucapkan: "Engkau berzina dan engkau mencuri," sedang wanita itu berkata: "Cukuplah Allah sebagai penolongku dan Dia adalah sebaik-baiknya Zat yang memberikan perlindungan." Ibu anak tadi lalu berkata: "Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan anakku ini seperti wanita itu!" Anak tersebut melepaskan teteknya lagi lalu melihat pada wanita itu kemudian berkata: "Ya Allah, jadikanlah saya seperti wanita itu!" Sampai di sini kedua orang ibu dan anaknya tadi mengulangkan percakapannya. Ibunya berkata: "Ada seorang lelaki yang indah sekali keadaannya, lalu saya berkata: "Ya Allah, jadikanlah anakku seperti orang itu," tetapi engkau berkata: "Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan saya seperti orang itu." Orang-orang sama melalui seorang hamba sahaya wanita dan mereka memukulinya, juga mengatakan: "Engkau berzina dan engkau mencuri." Saya lalu berkata: "Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan anakku seperti wanita itu," tetapi engkau berkata: "Ya Allah, jadikanlah saya seperti wanita itu." Apakah sebabnya demikian." Anak bayi itu menjawab: "Orang lelaki itu adalah seorang yang keras kepala -dalam kebathilan-, maka itu saya mengatakan: "Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan saya seperti orang itu," sedangkan wanita yang orang-orang sama mengatakan padanya: "Engkau berzina," sebenarnya ia tidak berzina dan: "Engkau mencuri," sebenarnya ia tidak mencuri. Oleh sebab itu saya mengatakan: "Ya Allah, jadikanlah saya seperti wanita itu." (Muttafaq 'alaih) 

Senin, 08 Desember 2014

Bab 31. Mendamaikan Antara Para Manusia


Allah Ta'ala berfirman: "Tiada kebaikannya sama sekali dalam banyaknya pembicaraan rahasia mereka itu, melainkan orang yang memerintahkan bersedekah, menyuruh berbuat kebaikan serta mengusahakan perdamaian antara seluruh manusia." (an-Nisa': 114)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan berdamai itu adalah yang terbaik." Allah Ta'ala berfirman pula: "Maka bertaqwalah engkau semua kepada Allah dan damaikanlah antara sesamamu sendiri." (al-Anfal: 1)

Juga Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya kaum mu'minin itu adalah sebagai saudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu." (al-Hujurat: 10)

249. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Setiap seruas tulang dari seluruh manusia itu harus memberikan sedekahnya pada setiap hari yang matahari terbit pada hari itu. Mendamaikan dengan cara yang adil antara dua orang adalah sedekah, menolong seseorang pada kendaraannya lalu mengangkatnya di tas kendaraannya itu atau mengangkatkan barang-barangnya ke sana, itupun sedekah, ucapan yang baik juga sedekah dan setiap langkah yang dijalaninya untuk pergi shalat juga merupakan sedekah, menyingkirkan benda-benda yang berbahaya dari jalan termasuk sedekah pula." (Muttafaq 'alaih)

250. Dari Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abu Mu'aith, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya termasuk pendusta orang yang mendamaikan antara para manusia, lalu ia menyampaikan berita yang baik atau mengatakan sesuatu yang baik." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Muslim disebutkan tambahannya demikian: Ummu Kultsum berkata: "Saya tidak pernah mendengar dari Nabi s.a.w. tentang dibolehkannya berdusta daripada ucapan-ucapan yang diucapkan oleh para manusia itu, melainkan dalam tiga hal yaitu perihal peperangan, mendamaikan antara para manusia dan perkataan seorang suami kepada istrinya serta perkataan istri kepada suaminya -yang akan membawa kebaikan rumah-tangga dan lain-lain-."

251. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. mendengar suara pertengkaran di arah pintu, yang suara kedua orang yang bertengkar itu terdengar keras-keras. Tiba-tiba salah seorang dari keduanya itu meminta kepada yang lainnya agar sebagian hutangnya dihapuskan dan ia meminta belas kasihannya, sedangkan kawannya itu berkata: "Demi Allah, permintaan itu tidak saya lakukan -tidak dibenarkan-." Rasulullah s.a.w. kemudian keluar menemui keduanya lalu bersabda: "Siapakah orang yang bersumpah atas Allah untuk tidak melakukan kebaikan itu?" Orang itu berkata: "Saya ya Rasulullah. Tetapi baginya -orang yang berhutang tadi- mana saja yang ia sukai -maksudnya pemotongan sebagian hutangnya dikabulkan dengan sebab syafa'at beliau s.a.w. itu-." (Muttafaq 'alaih)


252. Dari Abul Abbas yaitu Sahal bin Sa'ad as-Saidi r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. menerima berita bahwa antara sesama keturunan 'Amr bin 'Auf itu terjadi suatu hal yang tidak baik -perselisihan faham-, lalu Rasulullah s.a.w. keluar menemui mereka untuk mendamaikan antara orang-orang itu dan beliau disertai beberapa orang sahabatnya. Rasulullah s.a.w. tertahan -ditahan oleh orang-orang yang didatangi olehnya untuk diberi jamuan sebagai tamu-, sedangkan shalat -Ashar- sudah masuk waktunya. Bilal mendatangi Abu Bakar r.a. lalu berkata: "Hai Abu Bakar, sesungguhnya Rasulullah tertahan, sedangkan shalat sudah masuk waktunya. Adakah Tuan suka menjadi imamnya para manusia?" Abu Bakar menjawab: "Baiklah, jikalau engkau menghendaki demikian." Bilal membaca iqamah dan majulah Abu Bakar, kemudian ia bertakbir dan orang-orangpun bertakbir pula. Di tengah shalat itu Rasulullah s.a.w. datang berjalan di barisan sehingga berdirilah beliau di suatu barisan. Orang-orang banyak mulai bertepuk tangan, sedangkan Abu Bakar tidak menoleh dalam shalatnya itu. Tetapi setelah para manusia makin banyak yang bertepuk-tepuk tangan, lalu Abu Bakar menoleh ke belakang, tiba-tiba tampaklah olehnya Rasulullah s.a.w. Beliau s.a.w. mengisyaratkan supaya shalat diteruskan -dan ia sebagai imamnya-. Tetapi Abu Bakar setelah mengangkat tangannya -untuk beri'tidal- lalu bertahmid kepada Allah terus kembali ke belakang perlahan-lahan sampai berada di belakang terus berdiri di jajaran shaf. Rasulullah s.a.w. lalu maju, kemudian shalat sebagai imamnya para manusia. Setelah selesai beliau s.a.w. menghadap orang-orang itu lalu bersabda: "Hai sekalian manusia, mengapa ketika terjadi sesuatu dalam shalat, lalu engkau semua bertepuk tangan? Sesungguhnya bertepuk tangan itu untuk kaum wanita. Barangsiapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, hendaklah mengucapkan: Subhanallah, maka sesungguhnya tiada seorangpun yang mendengar ketika dibacakan Subhanallah itu, melainkan ia tentu akan menoleh. Hai Abu Bakar, apakah yang menyebabkan saudara terhenti -tidak meneruskan- melakukan shalat sebagai imamnya orang banyak, ketika saya memberikan isyarat untuk meneruskannya itu?" Abu Bakar menjawab: "Kiranya tidak sepatutnyalah untuk anak Abu Quhafah ini kalau shalat sebagai imam disisi Rasulullah s.a.w. -maksudnya Rasulullah sebagai makmumnya-." (Muttafaq 'alaih)

Sabtu, 06 Desember 2014

Bab 30. Syafaat

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan barangsiapa yang memberikan pertolongan berupa kebaikan, maka tentulah ia akan memperoleh bagian daripadanya." (an-Nisa':85)

247. Dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., katanya: "Nabi s.a.w. itu apabila didatangi oleh seseorang yang meminta hajat, maka beliau menghadapi semua kawan-kawan duduknya, kemudian bersabda: "Berilah pertolongan padanya, sesungguhnya engkau semua mendapatkan pahala dan Allah akan memutuskan apa-apa yang disenanginya atas lisan nabiNya." (Muttafaq 'alaih) Dalam suatu riwayat lain disebutkan: "Apa-apa yang dikehendakinya," -sebagai ganti 'apa-apa yang disenanginya'-.


248. Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma, dalam menguraikan kisah Barirah dan istrinya, ia berkata: "Nabi s.a.w. bersabda: Alangkah baiknya kalau engkau -wanita- suka kembali baik kepadanya -yakni suaminya-, sebab kedua suami istri itu timbul perselisihan lalu bercerai. Barirah berkata: "Ya Rasulullah, apakah Tuan memerintahkan itu padaku?" Beliau s.a.w. menjawab: "Saya hanyalah hendak memberikan pertolongan menganjurkan -yakni saran saja-." Wanita itu lalu berkata: "Saya tidak berhajat lagi padanya." (Riwayat Bukhari)

Bab 29. Menyampaikan Hajat-hajatnya Kaum Muslimin

 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan lakukanlah perbuatan baik, tentulah engkau semua akan berbahagia." (al-Haj: 77)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan apa saja kebaikan yang engkau semua lakukan, maka sesungguhnya Allah itu Maha mengetahuinya." (al-Baqarah: 215)

245. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang Muslim itu adalah saudaranya orang Muslim lainnya, janganlah ia menganiaya saudaranya itu, jangan pula menyerahkannya -kepada musuh-. Barangsiapa memberikan pertolongan pada hajat saudaranya, maka Allah selalu memberikan pertolongan pada hajat orang itu. Dan barangsiapa melapangkan kepada seorang Muslim akan satu kesusahannya, maka Allah akan melapangkan untuknya satu kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi cela seorang Muslim maka Allah akan menutupi celanya pada hari kiamat." (Muttafaq 'alaih)

246. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Barangsiapa yang melapangkan suatu kesusahan dari beberapa kesusahan seorang Mu'min di dunia, maka Allah akan melapangkan untuknya suatu kesusahan dari berbagai kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada seorang yang kesukaran, maka Allah akan memberikan kemudahan padanya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi cela seorang Muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Allah itu selalu memberikan pertolongan kepada hambaNya, selama hamba itu suka memberikan pertolongan kepada saudaranya. Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari suatu ilmu pengetahuan, maka Allah akan memudahkan untuknya jalan menuju ke Syurga. Tiadalah sesuatu kaum itu berkumpul dalam sebuah rumah dari rumah-rumah Allah -yakni masjid-, untuk membacakan kitab Allah -yakni al-Qur'an- juga mentadarusnya antara mereka itu -membaca secara bergantian-, melainkan turunlah kepada mereka ketenangan hati, ditutupi oleh kerahmatan Tuhan, juga diliputi oleh para malaikat dan Allah menyebutkan -membicarakan- mereka itu di kalangan makhluk yang ada di sisiNya. Barangsiapa yang diperlambatkan oleh amalan-nya sendiri, maka ia tidak akan dipercepatkan oleh keturunan darahnya -yakni bahwa kebahagiaan itu tergantung pada amalan diri sendiri dan bukan karena darah ningrat atau keturunan-." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hadits ini ialah:

  1. Memudahkan artinya memberi pertolongan. Maka dengan jelas sekali dalam hadits ini betapa utamanya memberikan pertolongan untuk menyampaikan hajat kebutuhan kaum Muslimin, baik yang berupa ilmu pengetahuan, harta, derajat, nasihat atau menunjukkannya ke arah kebaikan. Juga pertolongan yang berupa tenaga atau doa yang ditujukan agar saudaranya sesama Muslim itu tercapai maksudnya.
  2. Menempuh jalan artinya baikpun berjalan betul-betul untuk mencari ilmu itu misalnya pergi ke sekolah, pondok pesantren dan lain-lain atau mencari jalan semacam kiasan, misalnya belajar sendiri menelaah kitab-kitab agama dan lain-lain sebagainya.
  3. Rumah Allah misalnya masjid, madrasah, majelis dzikir dan sebagainya.
  4. Orang yang suka melakukan ini (yakni berkumpul lalu belajar yang tak dimengerti atau mengajarkan yang sudah diketahui), orang tersebut akan mendapat ketenangan hati, dilimpahi rahmat Allah, dikerumuni malaikat karena gembira melihat orang yang sedemikian itu dan oleh Allah disebut-sebut akan dimasukkan dalam golongan hambaNya yang sangat taqarrub (mendekat) dan sangat taat padaNya, seperti para malaikat dan sekalian Nabi, sebab bangga melihat perbuatan hambaNya yang baik itu dan mengagumkan sebutannya. Inilah hadits yang menunjukkan keutamaan membaca al-Quran secara bersama-sama atau tadarus.
  5. Orang yang sedikit amal kebaikannya, tentu tidak dapat mencapai tingkat kesempurnaan taqwa hanya dengan menonjol-nonjolkan keturunannya saja. Allah berfirman: "Sesungguhnya orang yang termulia diantara engkau sekalian itu adalah orang yang paling taqwa." Dan lagi Nabi s.a.w. bersabda: "Datangiah padaku besok pada hari kiamat dengan amal perbuatanmu, tidak dengan keturunanmu. Sesungguhnya aku tidak akan dapat memberikan pertolongan padamu semua dari siksa Allah itu sedikitpun (dengan membanggakan keturunan-keturunan itu)." 

Bab 28. Menutupi Cela-Cela Kaum Muslimin Dan Melarang Untuk Menyiar-nyiarkannya Tanpa Adanya Kepentingan Darurat

 

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang suka jikalau keburukan itu merata -tersebar- di kalangan orang-orang yang beriman, maka orang-orang yang bersikap demikian itu akan memperoleh siksa yang pedih, baik di dunia maupun di akhirat."

241. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tiada seorang hambapun yang menutupi cela seorang hamba yang lainnya di dunia, melainkan ia akan ditutupi celanya oleh Allah pada hari kiamat." (Riwayat Muslim)

242. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Setiap umatku itu dimaafkan, kecuali orang-orang yang menampak-nampakkan -kejahatannya sendiri-. Sesungguhnya setengah dari cara menampakkan -keburukan sendiri- itu ialah jikalau seorang melakukan sesuatu perbuatan -dosa- di waktu malam, kemudian berpagi-pagi, sedangkan Allah telah menutupi keburukannya itu, tiba-tiba ia berkata -pada pagi harinya itu-: "Hai Fulan, saya tadi malam melakukan demikian, demikian." Orang itu semalaman telah ditutupi oleh Allah celanya, tetapi pagi-pagi ia membuka tutup Allah yang diberikan kepadanya itu." (Muttafaq 'alaih)

243. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Jikalau seorang Amah -hamba sahaya wanita- itu berzina, kemudian benar-benar nyata zinanya itu, maka hendaklah ia dijalad -dicambuk sebanyak lima puluh kali pukulan dengan cemeti- sesuai dengan had yang ditentukan dan jangan mengolok-oloknya -setelah dihukum-. Kemudian jikalau ia berzina lagi, maka jaladlah pula sebagai hadnya dan jangan pula diperolok-olokkan. Selanjutnya jikalau ia berzina untuk ketiga kalinya, maka hendaklah ia dijual saja -dengan menunjukkan perilakunya yang tercela kepada calon pembelinya- sekalipun dengan harga sebanding dengan seutas tali dari rambut." (Muttafaq 'alaih)


244. Dari Abu Hurairah r.a. lagi, katanya: "Nabi s.a.w. didatangi oleh sahabat-sahabatnya dengan membawa seorang lelaki yang telah minum arak. Kemudian beliau bersabda: "Pukullah ia -sebagai hadnya-." Abu Hurairah berkata: "Di antara kita ada yang memukul orang itu dengan tangannya, ada pula yang memukulnya dengan terompah -sandal- nya, bahkan ada yang memukulnya dengan pakaiannya. Setelah orang itu pergi, lalu sebagian orang banyak itu ada yang berkata: "Semoga engkau dihinakan oleh Allah." Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jangan berkata demikian itu, janganlah engkau semua memberikan pertolongan kepada syaitan -dengan menghinanya, sehingga ia menjadi ingin minum arak lagi-." (Riwayat Bukhari)  

Bab 27. Mengagungkan Kehormatan-Kehormatan Kaum Muslimin Dan Uraian Tentang Hak-hak Mereka Serta Kasih Sayang Dan Belas Kasihan Kepada Mereka


Allah Ta'ala berfirman: "Dan barangsiapa yang mengagungkan peraturan suci dari Allah, maka itulah yang lebih baik baginya di sisi Tuhannya." (al-Haj: 30)

Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan barangsiapa yang mengagungkan tanda-tanda suci -yakni agama Allah, maka sesungguhnya perbuatan sedemikian itu adalah karena ketaqwaan hati." (al-Haj: 32)

Lagi Allah Ta'ala berfirman: Dan tundukkanlah sayapmu -bersikap sopan santunlah- terhadap kaum mu'minin" (al-Hijr: 88)

Allah Ta'ala juga berfirman: "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena sebagai hukuman membunuh orang atau dengan sebab membuat kerusakan di bumi, merampok dan lain-lain, maka ia seolah-olah membunuh manusia seluruhnya dan barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya." (al-Maidah: 32)

223. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang mu'min terhadap mu'min yang lain itu adalah sebagai bangunan yang sebagiannya mengokohkan kepada bagian yang lainnya," dan beliau s.a.w. menjalinkan antara jari-jarinya -perumpamaan karena saking dekatnya hubungan setiap mu'min, bagai jari yang satu dengan jari lainnya." (Muttafaq 'alaih)

Keterangan:
Dalam menguraikan Hadis di atas, Imam al-Qurthubi berkata sebagai berikut: "Apa yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w. itu adalah sebagai suatu tamsil perumpamaan yang isi kandungannya adalah menganjurkan dengan sekeras-kerasnya agar seorang mu'min itu selalu memberikan pertolongan kepada sesama mu'minnya, baik pertolongan apapun sifatnya (asal bukan yang ditujukan untuk sesuatu kemungkaran). Ini adalah suatu perintah yang dikokohkan yang tidak boleh tidak, pasti kita laksanakan. Perumpamaan yang dimaksudkan itu adalah sebagai suatu bangunan yang tidak mungkin sempurna dan tidak akan berhasil dapat dimanfaatkan atau digunakan, melainkan wajiblah yang sebagian dari bangunan itu saling kokoh mengokohkan dan erat-erat saling pegang memegang dengan bagian yang lain. Jikalau tidak demikian, maka bagian-bagian dari bangunan itu pasti berantakan sendiri-sendiri dan musnahlah apa yang dengan susah payah didirikan. Begitulah semestinya kaum muslimin dan mu'minin antara yang seorang dengan yang lain, antara yang sekelompok dengan yang lain, antara yang satu bangsa dengan yang lain. Masing-masing tidak dapat berdiri sendiri, baik dalam urusan keduniaan, keagamaan dan keakhiratan, melainkan dengan saling tolong-menolong, bantu-membantu serta kokoh mengokohkan. Manakala hal-hal tersebut di atas tidak dilaksanakan baik-baik, maka jangan diharapkan munculnya keunggulan dan kemenangan, bahkan sebaliknya yang akan terjadi, yakni kelemahan seluruh umat Islam, tidak dapat mencapai kemaslahatan yang sesempurna-sempurnanya, tidak kuasa pula melawan musuh-musuhnya ataupun menolak bahaya apapun yang menimpa tubuh kaum Muslimin secara keseluruhan. Semua itu mengakibatkan tidak sempurnanya ketertiban dalam urusan kehidupan duniawiyah, juga urusan diniyah (keagamaan) dan ukhrawiyah. Malahan yang pasti akan ditemui ialah kemusnahan, malapetaka yang bertubi-tubi serta bencana yang tiada habis-habisnya.

224. Dari Abu Musa r.a. juga, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang berjalan di sesuatu tempat dari masjid-masjid kita atau pasar-pasar kita sedang ia membawa anak-anak panah, maka hendaklah memegang atau menutupi ujung-ujungnya dengan tapak tangannya, sebab dikuatirkan akan mengenai seorang dari kaum Muslimin dengan sesuatu yang dibawanya tadi." (Muttafaq 'alaih)

225. Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perumpamaan kaum Mu'minin dalam hal saling sayang menyayangi, saling kasih mengasihi dan saling iba-mengibai itu adalah bagaikan sesosok tubuh. Jikalau salah satu anggota dari tubuh itu ada yang merasa sakit, maka tertarik pula seluruh tubuh -karena ikut merasakan sakitnya- dengan berjaga -tidak tidur- serta merasa panas." (Muttafaq 'alaih)

226. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Nabi s.a.w. mencium al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma dan di dekat beliau s.a.w. itu ada seorang bernama al-Aqra' bin Habis, lalu al-Aqra' berkata: "Saya ini mempunyai sepuluh orang anak, belum pernah saya mencium seorangpun dari mereka itu." Rasulullah s.a.w. lalu memperhatikan orang itu, kemudian bersabda: "Barangsiapa yang tidak menaruh belas kasihan -kepada sesamanya, maka tidak dibelas kasihani -oleh Allah." (Muttafaq 'alaih)

227. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Ada beberapa orang dari kalangan A'rab -Arab pedalaman- datang kepada Rasulullah s.a.w., lalu mereka berkata: "Adakah Tuan suka mencium anak-anak Tuan?" Beliau s.a.w. menjawab: "Ya." Mereka berkata: "Tetapi kita semua ini, demi Allah tidak pernah mencium anak-anak itu." Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah saya dapat mencegah sekiranya Allah telah mencabut sifat belas kasihan itu dari hatimu semua?" (Muttafaq 'alaih)

228. Dari Jarir bin Abdullah, r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang tidak menaruh belas kasihan kepada sesama manusia, maka Allah juga tidak menaruh belas kasihan padanya." (Muttafaq 'alaih)

229. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau seorang dari engkau semua bershalat menjadi imamnya orang banyak, maka hendaklah meringankannya, sebab di kalangan para makmum itu ada orang lemah, ada orang sakit dan ada pula yang berusia tua. Tetapi jikalau bershalat sendirian -munfarid, maka hendaklah memperpanjangkan shalatnya itu sekehendak hatinya." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: "Di kalangan makmum itu juga ada orang yang mempunyai keperluan -yang hendak segera diselesaikan."

230. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Sesungguhnya saja Rasulullah s.a.w. itu niscaya meninggalkan -tidak melakukan- suatu amalan, sedangkan beliau amat suka mengerjakan amalan itu dan ditinggalkannya tadi adalah karena takut kalau orang-orang akan mengamalkan itu, sehingga akan menyebabkan diwajibkannya amalan tersebut atas mereka." (Muttafaq 'alaih)

231. Dari Aisyah radhiallahu 'anha juga, katanya: "Nabi s.a.w. melarang para sahabat melakukan puasa wishal -tidak berbuka dalam malam hari puasa-, sehingga dua hari puasa dijadikan satu dan terus berpuasa saja. Larangan ini adalah karena belas-kasihan kepada mereka. Para sahabat bertanya: "Sesungguhnya Tuan sendiri suka berpuasa wishal." Beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya ini tidaklah seperti keadaanmu semua, karena sesungguhnya saya ini diberi makan serta minum oleh Tuhanku." (Muttafaq 'alaih) Artinya ialah: Saya itu diberi kekuatan seperti orang yang makan dan minum.

232. Dari Abu Qatadah yaitu al-Harits bin Rib'i r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya berdiri untuk bershalat dan saya bermaksud hendak memperpanjangkannya, kemudian saya mendengar tangisnya seorang anak kecil, lalu saya peringankan shalatku itu karena saya tidak suka membuat kesukaran kepada ibunya." (Riwayat Bukhari)

233. Dari Jundub bin Abdullah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bershalat Subuh, maka ia adalah di dalam tanggungan Allah, maka itu janganlah sampai Allah itu menuntut kepadamu semua dengan sesuatu dari tanggunganNya -maksudnya jangan sampai mengerjakan kemaksiatan, jangan sampai meninggalkan shalat Subuh, juga shalat-shalat fardhu yang lain, apalagi kalau ditambah dengan mengerjakan berbagai kemungkaran, kemaksiatan dan lain-lain lagi,[23] sebab kalau demikian, maka lenyaplah ikatan janji untuk memberikan tanggungan keamanan dan lain-lain antara engkau dengan Tuhanmu itu." Sebab sesungguhnya barangsiapa yang dituntut oleh Allah dari sesuatu tanggunganNya, tentu akan dicapainya -yakni tidak mungkin terlepas- kemudian Allah akan melemparkannya atas mukanya dalam neraka Jahanam." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Uraian yang tertera di atas itu adalah penafsiran menurut Imam at-Thayyibi. Ada pendapat lain dari sebagian para alim ulama menyatakan bahwa maksud hadits itu ialah: Jangan sampai kamu semua mengerjakan sesuatu yang sifatnya sebagai gangguan kepada orang yang selalu mengerjakan shalat subuh itu dan dengan sendirinya juga shalat-shalat fardhu yang lain, sekalipun gangguan itu tampaknya remeh atau tidak berarti. Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim ialah bahwa yang dikerjakan itu adalah shalat Subuh dengan berjamaah.

Dari kedua macam pendapat di atas, kita dapat menarik kesimpulan, yaitu:
  1. Seruan keras kepada kita sekalian kaum Muslimin, agar jangan sekali-kali kita meninggalkan atau melalaikan shalat lima waktu, agar kita senantiasa memperoleh rahmat Allah Ta'ala dan tiada seorangpun yang berani mengganggu kita, karena Allah telah memberikan jaminan sedemikian itu kepada kita.
  2. Kita yang sudah mengenal kepada seorang yang keadaan dan sifatnya sebagaimana di atas, jangan sekali-kali kita ganggu, baik dengan lisan atau perbuatan, dengan sengaja atau tidak, juga secara senda-gurau atau tidak. Ringkasnya orang tersebut wajib kita hormati, kita muliakan dan kita ikut melindungi keselamatannya dari perbuatan orang lain yang hendak mengganggunya, sebab ia telah berada dalam jaminan Allah Ta'ala dan menjadi tanggunganNya, untuk mendapatkan ketenteraman, keselamatan dan kesejahteraan.
  3. Orang yang berani mengganggu orang sebagaimana di atas itu, berarti menghina pada jaminan atau dzimmah Allah Ta'ala yang telah diberikan kepadanya dan oleh sebab itu maka patutlah apabila dilemparkan saja nanti di akhirat dalam neraka dalam keadaan tertelungkup yakni mukanya di bawah.
Betapa besar meresapnya hadits di atas itu dalam kalbu kaum Muslimin, dapatlah kami kutipkan sebagian keterangan yang ditulis oleh Imam as-Sya'rani dalam kitab al-Haudh, demikian intisarinya: "Di zaman Bani Umayyah memerintah kaum Muslimin, yaitu sepeninggalnya Khulafa' Rasyidin, ada seorang gubernur yang diangkat oleh mereka untuk memerintahdan mengamankan daerah Kufah dan sekitarnya. Gubernur tersebut bernama al-Hajjaj yang terkenal kejam, zalim dan bengis. Banyak alim-ulama yang ia bunuh secara teraniaya atau perintahnya. Namun demikian, manakala ada orang yang dicurigai hendak melawan atau menggulingkan kekuasaan dinasti Umayyah dan orang itu sudah menghadap di mukanya sesudah dipanggil, biasanya al-Hajjaj bertanya kepadanya: "Apakah Anda tadi bershalat Subuh?" Jika dijawab: "Ya," maka orang yang hendak dipenggal lehernya itu dilepaskan kembali. Al-Hajjaj amat takut sekali terlaknat atau mendapatkan azab Allah, sebab ia tentunya juga pernah membaca atau mendengar hadits sebagaimana yang tersebut di atas itu." Kufah kini masuk Republik Irak.

234. Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang Muslim adalah saudaranya orang Muslim lainnya. Janganlah ia menganiayanya, jangan pula menyerahkannya kepada musuhnya. "Barangsiapa memberi pertolongan akan hajat saudaranya, maka Allah selalu menolongnya dalam hajatnya. Dan barangsiapa memberi kelapangan kepada seorang Muslim dari sesuatu kesusahan, maka Allah akan melapangkan orang itu dari sesuatu kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi cela seorang Muslim, maka Allah akan menutupi cela orang itu pada hari kiamat." (Muttafaq 'alaih)

235. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang Muslim adalah saudaranya orang Muslim yang lain. Janganlah ia berkhianat kepada saudaranya itu dan jangan pula mendustainya, juga jangan menghinakannya -juga enggan memberikan pertolongan padanya bila diperlukan. Setiap Muslim terhadap Muslim lainnya itu adalah haram kehormatannya -tidak boleh dinodai, haram hartanya -tidak boleh dirampas- dan haram darahnya -tidak boleh dibunuh tanpa dasar kebenaran. Ketaqwaan itu di sini -dalam hati. Cukuplah seorang itu menjadi orang jelek, jikalau ia menghinakan saudaranya yang sama Muslimnya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

236. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua hasad-menghasad, jangan pula kicuh-mengicuh, jangan benci-membenci, jangan seteru-menyeteru -saling bermusuhan- dan jangan pula setengah dari engkau semua itu menjual atas jualannya orang lain. Dan jadilah hamba Allah sebagai saudara. Seorang Muslim itu adalah saudara orang Muslim yang lain. Janganlah ia menganiaya saudaranya, jangan merendahkannya dan jangan menghinakannya -enggan memberikan pertolongan padanya. Ketaqwaan itu ada di sini -dan beliau menunjuk ke arah dadanya sampai tiga kali. Cukuplah seorang itu menjadi orang jelek, jikalau ia menghinakan saudaranya sesama Muslimnya. Setiap orang Muslim terhadap orang Muslim yang lain itu haram darahnya, hartanya dan kehormatannya." (Riwayat Muslim) Annajsyu atau mengicuh ialah apabila seorang itu menambah harga sesuatu barang dagangan lebih dari yang diumumkan di pasar atau lain-lain sebagainya, sedangkan ia tidak ada keinginan hendak membelinya. Tetapi ia berbuat demikian itu semata-mata akan menipu orang lain saja. Perbuatan semacam ini haram hukumnya. Takabbur ialah jikalau seorang tidak menghiraukan orang lain, meninggalkan berbicara dengannya dan menganggap orang itu sebagai benda yang ada di belakang punggung atau duburnya.

Keterangan:
Ada beberapa kelakuan buruk yang diperhatikan oleh Rasulullah s.a.w. agar kita semua menjauhinya. Di antaranya ialah:
  1. Hasad, dengki atau iri hati.
  2. Mengicuh ialah mengatakan pada seorang dengan harga tinggi atau mengatakan bahwa ia telah menawar sekian, tetapi belum diberikan. Padahal sebenarnya tidak dan berbuat sedemikian itu perlu menjerumuskan orang lain agar suka membeli dengan harga tinggi itu dan ia sendiri akan menerima sebagian keuntungan dari penjualannya itu nanti.
  3. Benci membenci.
  4. Seteru menyeteru (saling bermusuhan).
  5. Menjual atas jualannya orang lain yakni seperti seorang pedagang yang berkata kepada seorang pembeli: "Jangan jadi beli di sana dan saya mempunyai barang yang mutunya lebih baik dan harganya lebih murah. Belilah kepada saya saja."
Demikian pula kalau ada seorang yang berkata kepada seorang pedagang: "jangan jadi dijual pada si A itu dan saya suka membeli itu dengan harga yang lebih tinggi dari penawarannya." Semua itu dilarang oleh beliau s.a.w. Tidak lain kepentingannya agar kita sesama makhluk Allah ini dapat hidup rukun dan damai. Hal ini bukan hanya untuk digunakan antara seorang menghadapi orang lain, tetapi juga antara golongan dengan golongan lainnya, juga antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Kalau saja ini dilaksanakan, rasanya tidak perlu lagi membicarakan bagaimana perdamaian dunia dapat diciptakan, sebab masing-masing dapat menghormati yang lainnya. Jikalau ajaran di atas itu harus digunakan untuk umum, tanpa pandang bulu, kebangsaan, agama, faham pribadi dan lain-lain maka yang di bawah ini ditekankan oleh Rasulullah s.a.w., terutama sekali antara kita sesama umat Islam, yaitu seorang Muslim wajiblah menunjukkan sikap persaudaraan terhadap Muslim lainnya tanpa memandang golongannya, bermazhab atau tidaknya, kepartaiannya dan lain-lain lagi. Maka itu kita semua diperintah oleh Rasulullah s.a.w. jangan sampai melakukan:
  1. Menganiaya, lebih-lebih merampas haknya.
  2. Membiarkan kawannya, padahal memerlukan pertolongan, nasihat dan lain-lain sebagainya.
  3. Mendustai.
  4. Menghina.
Singkatnya semua itu wajib didasarkan kepada taqwallah yang ditunjukkan oleh beliau s.a.w. bahwa letak taqwa itu bukan di bibir, bukan dengan pernyataan terbuka atau tertulis, bukan dengan ucapan yang kosong melompong, tetapi letaknya ialah di dalam hati lalu dicetuskan dalam tindakan yang nyata. Oleh sebab itu dianggap demikian pentingnya, sehingga beliau s.a.w. mengucapkan taqwa tadi dengan menunjukkan letaknya yaitu di dalam dada atau hati dan itu diulanginya sampai tiga kali berturut-turut. Akhirnya Rasulullah s.a.w. menegaskan bahwa seorang itu cukup disebut orang jahat kalau sampai menghinakan sesama Muslimnya dengan cara apapun juga seperti perkataan, isyarat tangan, cibiran bibir dan lain-lain ataupun dengan dalih atau alasan apapun. Juga antara seorang Muslim dengan Muslim lainnya itu sama sekali diharamkan mengalirkan darahnya, merampas haknya atau merusak kehormatannya. Kalau saja ajaran agama ini tidak dilaksanakan, mustahillah kalau umat Islam akan dapat merebut kejayaannya sebagaimana nenek moyangnya dahulu. Bukan mustahil lagi, tetapi yakin akan dapat diperoleh. Ada satu hal yang perlu dimaklumi, sehubungan dengan larangan yang berbunyi: "Jangan kamu semua menjual atas jualannya orang lain". Pertanyaannya ialah: Apakah menjual cara lelang itu haram? Jual lelang itu maksudnya ialah menunjukkan suatu benda lalu ditawarkan kepada orang banyak. Seorang menawar lalu ada yang menambah dengan harga lebih tinggi, orang lain lagi menambahnya pula. Demikian sampai tidak ada yang mengatasinya, kemudian benda itu diberikan kepada orang yang menawar dengan harga tertinggi. Hukum lelang itu dalam Islam diperbolehkan dan bukan haram, dengan berdasarkan suatu Hadis yang mengisahkan perbuatan Rasulullah s.a.w. sendiri, yaitu: Suatu ketika datanglah seorang yang sedang dalam kesukaran hidup kepada Nabi s.a.w. untuk meminta sesuatu kepadanya, tetapi beliau s.a.w. menolaknya karena memang tidak ada yang dapat diberikan padanya. Orang itu mengatakan bahwa ia masih mempunyai dua benda yang dapat dijual, yaitu lapik pelana dan gelas minum. Keduanya dibawa ke tempat Nabi s.a.w. lalu ditawarkan kepada sahabat-sahabatnya demikian: "Siapakah yang suka membeli lapik kuda dan gelas ini?" Kemudian ada seorang yang berkata: "Saya suka mengambil (membeli) kedua benda itu dengan harga sedirham. Beliau s.a.w. lalu bersabda lagi: "Siapakah yang suka menambah dengan sedirham?" Orang-orang sama berdiam diri. Lalu beliau s.a.w. bertanya lagi seperti di atas. Selanjutnya ada seorang yang berkata: "Saya suka mengambil (membeli) keduanya dengan harga dua dirham." Rasulullah lalu bersabda: "Kedua benda ini milikmu." Jadi cara jual beli lelangan bukannya termasuk larangan sebagaimana di atas. Maka hukumnya boleh dilakukan.

237. Dari Anas r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidaklah sempurna keimanan seorang dari engkau semua itu, sehingga ia mencintai untuk diterapkan kepada saudaranya sebagaimana ia mencintai kalau itu diterapkan untuk dirinya sendiri." (Muttafaq 'alaih)

238. Dari Anas r.a. juga, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tolonglah saudaramu itu, baik ia sebagai orang yang menganiaya atau yang dianiaya." Ada seorang lelaki bertanya: "Ya Rasulullah, saya dapat menolongnya jikalau ia memang dianiaya. Tetapi bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau ia sebagai orang yang menganiaya? Bagaimanakah cara saya menolongnya itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Hendaklah ia engkau cegah atau engkau larang dari perbuatan penganiayaannya itu, sebab demikian itulah cara menolongnya." (Riwayat Bukhari)

239. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Haknya seorang Muslim terhadap orang Muslim yang lain itu ada lima perkara yaitu menjawab salam, meninjau yang sakit, mengikuti jenazahnya, mengabulkan undangannya dan bertasymit kepada yang bersin -yakni kalau seorang bersin dan mengucapkan Alhamdulillah, maka yang mendengar hendaklah mentasymitkan -mendoakan- dengan mengucapkan: Yarhamukallah, artinya: Semoga Allah merahmatimu, kemudian yang bersin itu menjawab: Yahdikumullah wa yushlihu balakum, artinya: Semoga Allah memberi petunjuk padamu dan memperbaiki hatimu." (Muttafaq 'alaih)

Dalam riwayat Muslim disebutkan demikian: "Hak seorang Muslim terhadap orang Muslim lainnya itu ada enam perkara, yaitu jikalau engkau bertemu dengannya, maka berilah salam kepadanya, jikalau ia mengundangmu, maka kabulkanlah undangannya, jikalau ia meminta nasihat kepadamu, maka berilah ia nasihat, jikalau ia bersin kemudian mengucapkan Alhamdulillah, maka tasymitkanlah ia, jikalau ia sakit, tinjaulah ia dan jikalau ia meninggal dunia, maka ikutilah jenazahnya." (Riwayat Muslim)

240. Dari Abu Umarah, yaitu al-Bara' bin 'Azib radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. menyuruh kita melakukan tujuh perkara dan melarang kita tujuh perkara pula. Kita semua diperintah meninjau orang sakit, mengikuti jenazah, mentasymitkan orang yang bersin, menuruti orang yang bersumpah -misalnya seorang berkata kepada kita: Demi Allah, hendaklah engkau begini, maka orang yang diminta melakukannya itu supaya meluluskan permintaannya, menolong orang yang dianiaya, mengabulkan undangan orang yang mengundang, serta menyebarkan salam -kepada orang yang sudah dikenal atau yang belum dikenal. Beliau s.a.w. melarang kita mengenakan cincin yakni bercincin emas -untuk kaum lelaki-, minum dengan wadah yang terbuat dari perak, hiasan-hiasan sutera merah -ini kebiasaannya saja, jadi selain sutera merah dilarang pula untuk kaum lelaki, juga mengenakan baju sutera campur katun, lagi pula mengenakan sutera istabraq -sutera tebal- dan dibaj -umumnya sutera murni." (Muttafaq 'alaih)

Dalam suatu riwayat disebutkan: "Diperintahkan pula mengumumkan benda yang hilang." Ini ditambahkan dalam golongan tujuh yang pertama yakni yang diperintahkan. Almayatsir, dengan ya' mutsannat [24]di bawah sebelumnya ada alifnya dan tsa' mutsallatsah sesudahnya, adalah jamak dari kata maitsarah. Artinya ialah sesuatu hiasan yang dibuat dari sutera dan di isi dengan kapuk ataupun lain-lainnya, lalu diletakkan di tempat kenaikan kuda atau tempat duduk di unta yang di situlah pengendaranya duduk. Alqassiy dengan fathah qafnya dan dikasrahkan sin muhmalah [25] yang disyaddah, artinya ialah pakaian yang dibuat sebagai tenunan dari sutera dan katun yang dicampurkan. Insyadudh-dhallah, yaitu mengumumkan sesuatu yang hilang, untuk dikembalikan kepada pemiliknya.


Catatan Kaki:

[23] Jadi yang sudah bershalat Subuh dan dengan sendirinya mengerjakan shalat fardhu lain-lain yang diwajibkan yaitu dengan Subuhnya sekali berjumlah lima waktu itu, jangan sampai berbual -berkata- suatu keburukan yang berupa apapun. Sebabnya ialah dengan berbuat keburukan yang bagaimanapun macamnya adalah sebagai suatu penghinaan pada shalatnya sendiri yang semestinya dapat mencegah segala kejahatan dan kemungkaran. Oleh sebab itu besar sekali siksaan Allah padanya, jika orang yang sudah bershalat itu masih juga berani melakukan hal-hal yang berdosa itu.

 [24] "Mutsannat", artinya bertitik dua, adakalanya: Minfawqu (di atas lalu menjadi ta') dan adakalanya: Min tahtu (di bawafi lalu menjadi ya'). "Mutsailatsah", artinya bertitik tiga, sedang "Muwahhadah", artinya bertitik satu. Ini dua macam, jika di atas lalu menjadi ba' dan jika di bawah lalu menjadi nun.

[25] "Muhmalah", artinya dikosongkan, maksudnya tidak bertitik. Kebalikannya ialah "Mu'jamah," yaitu bertitik. "Musyaddadah," artinya disyaddahkan, sedang kebalikannya ialah "Mukhaffafah," artinya tidak disyaddahkan. Arti aslinya musyadadah itu di beratkan dan mukhaffafah itu diringankan.


Kamis, 04 Desember 2014

Bab 26. Keharamannya Menganiaya Dan Perintah Mengembalikan Apa-apa Yang Dari Hasil Penganiayaan


Allah Ta'ala berfirman: "Orang-orang yang zalim itu tidak mempunyai sahabat setia dan penolong yang dipatuhi." (Ghafir: 18)

Allah Ta'ala berfirman pula: "Orang-orang yang menganiaya itu tidak mempunyai penolong." (al-Haj: 71)

Adapun Hadits-haditsnya, maka diantaranya ialah Hadisnya Abu Zar r.a. yang sudah disebutkan di muka dalam akhir bab Mujahadah atau Perjuangan, Lihat hadits no.111.

204.Dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua -hindarkanlah dirimu semua- akan perbuatan menganiaya, sebab menganiaya itu akan merupakan berbagai kegelapan pada hari kiamat. Juga takutlah -hindarkanlah- dirimu semua akan sifat kikir, sebab kikir itu menyebabkan rusak binasanya umat yang sebelummu semua. Itulah yang menyebabkan mereka sampai suka mengalirkan darah sesamanya dan pula menyebabkan mereka menghalalkan apa-apa yang diharamkan pada diri mereka. (Riwayat Muslim)

205. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w., bersabda: "Sesungguhnya engkau itu akan menunaikan -memberikan- hak-hak itu kepada ahlinya -pemiliknya- pada hari kiamat, sehingga dibimbinglah kambing yang tak bertanduk dari kambing yang bertanduk -yakni kambing tak bertanduk itu akan memberikan balasan menyakiti kepada kambing yang bertanduk sesuai dengan perbuatan yang bertanduk itu ketika di dunia." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Hadis ini dengan jelas menerangkan bahwa semua binatang pada hari kiamat nanti akan dikumpulkan di padang mahsyar dan dikembalikan tubuh dan ruhnya sebagaimana waktu hidupnya di dunia. Jadi sama halnya dengan manusia, baik yang sudah mukalaf, yang masih kanak-kanak, begitu pula yang gila.

206. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Kita semua sedang mempercakapkan perihal haji wada' -haji Nabi s.a.w. yang terakhir dan sebagai mohon diri, sedang Nabi s.a.w. ada di hadapan kita. Kita semua tidak mengetahui apa yang sebenarnya disebut haji wada' itu sehingga Rasulullah s.a.w. bertahmid kepada Allah serta memujiNya, kemudian menyebutkan perihal al-Masih Dajjal.[21] Beliau s.a.w. memperpanjang sekali dalam menguraikan tentang Dajjal itu dan bersabda: "Tiada seorang Nabipun yang diutus oleh Allah, melainkan Nabi itu tentu menakut-nakuti umatnya tentang tibanya Dajjal. Nuh dan semua Nabi yang datang sesudahnya sama menakut-nakuti -umatnya- tentang Dajjal tersebut. Bahwasanya Dajjal itu akan keluar di kalangan engkau semua, maka tidak akan tersamarkan perihal keadaannya itu atasmu semua dan persoalan dirinyapun tidak samar-samar pula bagimu. Sesungguhnya Tuhanmu tidaklah buta matanya sebelah, padahal sesungguhnya Dajjal itu adalah buta matanya sebelah kanan, seolah-olah matanya itu sebagai sebuah buah anggur yang menonjol kemuka. Ingatlah, sesungguhnya Allah mengharamkan atasmu semua darah-darahmu untuk dialirkan serta harta-hartamu untuk dirampas, sebagaimana kesuciannya harimu ini dalam negeri sucimu ini -yakni negeri Makkah, Ingatlah, bukankah saya telah menyampaikan? Para sahabat berkata: "Benar." Beliau s.a.w. bersabda: "Ya Allah, saksikanlah," sampai tiga kali. "Celaka untukmu semua," atau "Bencana untukmu semua," lihatlah -perhatikanlah, janganlah engkau semua kembali menjadi orang-orang kafir sepeninggalku nanti, yang sebagian memukul leher sebagian yang lain -yakni saling bunuh membunuh tanpa dasar kebenaran-." (Riwayat Bukhari)

Imam Muslim juga meriwayatkan sebagiannya.

207. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang menganiaya mengambil tanpa izin pemiliknya seukuran kira-kira sejengkal tanah, maka tanah itu akan dikalungkan dilehernya dari tujuh lapis bumi sebagai siksanya pada hari kiamat nanti." (Muttafaq 'alaih)

208. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu menantikan untuk orang yang zalim tidak segera dijatuhi hukuman, tetapi apabila Allah telah menghukumnya, maka tidak akan melepaskannya sama sekali sampai hancur sehancur-hancurnya. Selanjutnya beliau s.a.w. membaca ayat yang artinya: "Dan demikianlah hukuman yang diberikan oleh Tuhanmu jikalau Dia menghukum negeri yang melakukan kezaliman. Sesungguhnya hukuman Tuhan itu adalah pedih dan keras." (Muttafaq 'alaih)

209. Dari Mu'az r.a., katanya: "Saya diutus oleh Rasulullah s.a.w. lalu beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya engkau akan mendatangi sesuatu kaum dari ahlul kitab Yahudi dan Nasrani, maka ajaklah mereka itu kepada menyaksikan bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya saya adalah pesuruh Allah. Jikalau mereka telah mentaati untuk melakukan itu, maka beritahukanlah bahwasanya Allah telah mewajibkan atas mereka akan lima kali shalat dalam setiap sehari semalam. Jikalau mereka telah mentaati yang sedemikian itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan atas mereka sedekah zakat  yang diambil dari kalangan mereka yang kaya raya, kemudian dikembalikan diberikan kepada golongan mereka yang fakir miskin. Jikalau mereka mentaati yang sedemikian itu, maka jagalah harta-harta mereka yang dimuliakan yakni yang menjadi milik pribadi mereka. Takutlah akan permohonan doa orang yang dianiaya baik ia muslim atau kafir, karena sesungguhnya tidak ada tabir yang menutupi antara permohonannya itu dengan Allah yakni doanya pasti terkabul." (Muttafaq 'alaih)

210. Dari Abu Humaid, yaitu Abdurrahman bin Sa'ad as-Sa'idi r.a., katanya: "Nabi s.a.w. mempergunakan seorang lelaki dari al-Azad sebagai petugas di sesuatu daerah. Orang itu bernama Ibnul Lutbiyah untuk urusan pengambilan sedekah zakat. Setelah ia datang, lalu berkata: "Ini adalah untuk Tuan dan yang ini dihadiahkan kepadaku." Rasulullah s.a.w. lalu berdiri di atas mimbar, bertahmid serta memuji kepada Allah kemudian bersabda: "Amma ba'd. Sesungguhnya saya telah mempergunakan seorang diantara engkau semua untuk sesuatu tugas dari sekian banyak tugas yang diserahkan oleh Allah kepadaku. Lalu ia datang kembali dan berkata: "Ini adalah untuk Tuan zakat yang sebenarnya  dan yang ini adalah sebagai hadiah yang diberikan padaku." Cobalah ia duduk saja di rumah ayah atau ibunya, apakah ada yang sampai kedatangan hadiah, jikalau ia berbuat sebenarnya. Demi Allah, tiada sesuatupun yang diambil oleh seorang dari engkau semua yang tidak dengan haknya, melainkan ia akan menemui Allah Ta'ala, barang itu akan dibawanya pada hari kiamat. Sungguh-sungguh saya tidak akan mengenal seorang dari engkau semua yang menemui Allah itu dengan membawa seekor unta -hasil suapan- sambil bersuara, atau membawa seekor lembu sambil menguak atau seekor kambing sambil mengembik." Selanjutnya beliau s.a.w. mengangkat kedua tangannya sehingga terlihatlah putihnya kedua ketiak beliau itu lalu bersabda: "Ya Allah, bukankah hal ini telah saya sampaikan." (Muttafaq 'alaih)

211. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Barangsiapa yang disisinya ada sesuatu dari hasil penganiayaan untuk saudaranya, baik yang mengenai kehormatan saudaranya itu ataupun sesuatu yang lain, maka hendaklah meminta kehalalannya pada hari ini semasih di dunia, sebelum tidak lakunya uang dinar dan dirham. Jikalau tidak meminta kehalalannya sekarang ini, maka jika yang menganiaya itu mempunyai amal shalih, diambillah dari amal shalihnya itu sekadar untuk melunasi penganiayaannya, sedang jika tidak mempunyai kebaikan sama sekali, maka diambillah dari keburukan-keburukan orang yang dianiayanya itu, lalu dibebankan kepada yang menganiayanya tadi." (Riwayat Bukhari)

212. Dari Abdullah bin Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Muslim ialah orang yang semua orang Islam lainnya selamat dari kejahatan lidah -ucapan- dan kejahatan tangannya -perbuatannya-. Muhajir ialah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah padanya." (Muttafaq 'alaih)

213. Juga dari Abdullah bin Amr bin al-'Ash, katanya: "Adalah di atas beban Nabi s.a.w. itu seorang lelaki yang namanya Kirkirah, kemudian ia meninggal dunia. Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Ia masuk dalam neraka." Para sahabat lalu pergi melihat orang yang mati itu -dengan tujuan ingin mengetahui apa sebab yang memasukkannya ke dalam neraka, kemudian mereka menemukan sebuah baju kurung yang dikhianatinya yakni disembunyikan dari hasil rampasan peperangan yang semestinya dikumpulkan." (Riwayat Bukhari)

214. Dari Abu Bakrah, yaitu Nufai' bin al-Harits r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Sesungguhnya zaman itu telah berputar sebagaimana keadaannya sejak hari Allah menciptakan semua langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan dan diantaranya ada empat bulan yang suci, tiga berturut-turut, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijah dan Muharram dan keempatnya ialah bulan Rajab Mudhar[22] yang jatuh antara Jumada dan Sya'ban. Sekarang ini bulan apakah?" Kita -para sahabat- menjawab: "Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui." Beliau s.a.w. berdiam diri, sehingga kita menyangka bahwa beliau akan memberinya nama lain lagi selain dari nama yang biasa. Kemudian beliau bersabda: "Bukankah ini bulan Dzulhijah." Kita menjawab: "Benar." Beliau bersabda lagi: "Negeri manakah ini?" Kita menjawab: "Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui. "Beliau berdiam diri, sehingga kita menyangka seolah-olah beliau akan memberinya nama lain lagi selain dari nama yang biasa. Kemudian beliau bersabda: "Bukankah ini baldah haram -negeri suci." Kita menjawab: "Benar." Beliau bertanya lagi: "Hari apakah ini." Kita menjawab: "Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui." Beliau berdiam diri sehingga kita menyangka, seolah-olah akan memberinya nama lain lagi selain dari namanya yang biasa. Lalu beliau bersabda: "Bukankah hari ini hari Nahar hari raya Kurban." Kita menjawab: "Benar." Beliau bersabda pula: "Sesungguhnya darah-darahmu, harta-hartamu dan kehormatanmu adalah haram atasmu semua -yakni wajib dilindungi, darah tidak boleh dialirkan, harta tidak boleh dirampas dan kehormatannya tidak boleh dipermalukan atau dihinakan, sebagaimana juga kesucian harimu ini, di negerimu ini dan dalam bulanmu ini. Dan engkau semua akan menemui Tuhanmu lalu Dia akan menanyakan kepadamu semua perihal amalan-amalanmu. Ingatlah, maka janganlah engkau semua kembali menjadi orang-orang kafir sepeninggalku nanti, yang sebagian memukul leher sebagian yang lain -saling bunuh membunuh tanpa dasar kebenaran. Ingatlah, hendaklah yang menyaksikan hadir ketika itu menyampaikan kepada yang tidak hadir. Barangkali orang yang diberi berita itu akan lebih memahami dari sebagian orang yang mendengar sendiri." Kemudian beliau bersabda: "Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan ini? Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan ini?" Kita menjawab: "Benar." Beliau bersabda lagi: "Ya Allah, saksikanlah." (Muttafaq 'alaih)

215. Dari Abu Umamah, yaitu Iyas bin Tsa'labah al-Haritsi r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengambil haknya seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah telah mewajibkan neraka untuknya dan mengharamkan syurga atasnya." Kemudian ada seorang lelaki yang bertanya: "Apakah demikian itu berlaku pula, sekalipun sesuatu benda yang remeh -murah harganya-, ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Sekalipun bendanya itu berupa setangkai kayu penggosok gigi." (Riwayat Muslim)

216. Dari Adi bin Amirah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang kita pergunakan diantara engkau semua sebagai petugas atas sesuatu pekerjaan, kemudian menyembunyikan dari kita sebuah jarum, apalagi yang lebih besar dari jarum itu, maka hal itu adalah sebagai pengkhianatan yang akan dibawanya sendiri pada hari kiamat." Kemudian ada seorang lelaki berkulit hitam dari kaum Anshar berdiri, seolah-olah saya pernah melihat padanya, lalu ia berkata: "Ya Rasulullah terimalah kembali tugas yang Tuan serahkan itu daripadaku -maksudnya ia mohon dihentikan sebab takut akan berbuat serong sebagai petugas. Rasulullah s.a.w. bertanya: "Mengapa engkau?" Ia menjawab: "Saya mendengar Tuan bersabda demikian, demikian yakni sabda di atas itu." Beliau s.a.w. lalu bersabda pula: "Saya berkata sekarang: "Barangsiapa yang kami pergunakan sebagai petugas dari engkau semua untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan, maka hendaklah datang kepada kami dengan membawa hasil sedikit atau hasil banyak kalau sebenarnya dapat banyak. Jadi apa-apa yang diberikan padanya, ambillah itu dan apa-apa yang dilarang, janganlah diambil." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Penggelapan harta atau istilah pada zaman kita sekarang ini disebut korupsi, menilik hadits di atas adalah sangat besar dosanya bagi seorang pegawai yang diberi amanat dan kepercayaan untuk memimpin dan melayani umat, sekalipun yang digelapkan itu hanya sebuah jarum saja, apalagi kalau lebih besar nilainya. Oleh sebab itu hadits di atas adalah suatu ancaman yang sangat keras serta peringatan yang tegas agar seorang pegawai itu jangan berbuat pengkhianatan terhadap hak milik negara. Dalam hadits itu pula dijelaskan bahwa seorang yang memangku suatu jabatan, baik yang tingkat tinggi, sedang atau rendah, apabila merasa tidak sanggup memenuhi tugas yang dipertanggungjawabkan kepadanya, wajiblah meminta berhenti sebagaimana yang dilakukan oleh seorang Anshar yang berkulit hitam, yang dengan terang-terangan memberikan kepada Nabi s.a.w. agar diterima kembali tugas yang diserahkan padanya.

217. Dari Umar bin Alkhaththab r.a., katanya: "Ketika terjadi perang Khaibar, ada sekelompok dari sahabat-sahabat Nabi s.a.w. datang menghadap padanya, kemudian mereka mengatakan: "Fulan itu mati syahid dan Fulan itu juga mati syahid," sehingga akhirnya mereka menyebutkan nama seorang lalu mereka berkata: "Fulan itupun mati syahid pula." Lalu Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak sama sekali, Fulan itu saya lihat masuk dalam neraka karena sebuah baju burdah atau baju kurung yang dikhianatkannya -yakni disembunyikan dari hasil rampasan peperangan." (Riwayat Muslim)

218. Dari Abu Qatadah yaitu al-Harits bin Rib'i r.a. dari Rasulullah s.a.w. bahwasanya beliau s.a.w. berdiri berkhutbah di muka orang banyak, kemudian menyebutkan kepada mereka bahwasanya jihad fisabilillah dan beriman kepada Allah itu adalah seutama-utamanya amalan. Kemudian ada seorang lelaki berdiri dan berkata: "Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Tuan, jikalau saya terbunuh dalam peperangan fisabilillah, apakah semua kesalahan saya akan dihapuskan?" Beliau s.a.w. menjawab: "Benar, jikalau engkau dibunuh fisabilillah itu dalam keadaan sabar, mengharapkan keridhaan Allah, sedang maju dan tidak mengundurkan diri." Selanjutnya Rasulullah s.a.w. bertanya: "Apa yang akan kau katakan sekarang -maksudnya 'Apa yg sudah kau katakan tadi'-?" Orang itu berkata lagi: "Bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau saya terbunuh dalam peperangan fisabilillah? Apakah semua kesalahan saya dihapuskan?" Beliau s.a.w. menjawab: "Benar demikian, asalkan engkau dalam keadaan sabar, mengharapkan keridhaan Allah, sedang maju dan tidak mengundurkan diri, kecuali kalau engkau mempunyai tanggungan hutang, karena sesungguhnya Jibril mengatakan hal itu kepadaku." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Dalam hadits di atas ada suatu keterangan yang jelas bahwa sekalipun berjihad fisabilillah sampai mati syahid itu, pahalanya amat besar sekali di sisi Allah, namun tidak dapat menghapuskan tanggungan perihal haknya sesama manusia seperti hutang. Jadi selama hutangnya itu belum dilunasi atau direlakan oleh yang memberi hutang, tetap masih akan diperhitungkan di akhirat nanti sebagai suatu dosa yang menjadi bebannya. Jadi yang dapat dihapus hanyalah hak-haknya Allah yang berupa dosa-dosa kecil belaka. Inilah yang insya Allah akan diampuni.

219. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya s.a.w. bersabda: "Adakah engkau semua tahu, siapakah orang yang pailit bangkrut itu?" Para sahabat menjawab: "Orang pailit di kalangan kita ialah orang yang sudah tidak memiliki lagi sedirhampun atau sesuatu benda apapun." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Orang pailit dari kalangan umatku ialah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan shalat, puasa dan zakatnya, tetapi kedatangannya itu dahulunya ketika di dunia pernah mencaci maki si Anu, mendakwa serong kepada si Anu, makan harta si Anu, mengalirkan darah si Anu tanpa dasar kebenaran, pernah memukul si Anu. Maka orang yang dianiaya itu diberikan kebaikan orang tadi dan yang lainpun diberi kebaikannya pula, Jikalau kebaikan-kebaikannya sudah habis sebelum terlunasi tanggungan penganiayaannya, maka diambillah dari kesalahan-kesalahan orang-orang yang dianiayanya itu lalu dibebankan kepada orang tersebut, selanjutnya orang itu dilemparkanlah ke dalam neraka." (Riwayat Muslim)

220. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya ini adalah seorang manusia seperti engkau semua pula dan sesungguhnya engkau semua akan mengajukan perselisihanmu itu kepadaku, barangkali sebagian dari engkau semua ada yang lebih cerdik mengemukakan hujah alasannya dari sebagian yang lain. Maka saya akan memutuskannya sesuai dengan apa yang saya dengar. Maka barangsiapa yang saya putuskan untuknya mendapat kemenangan sedangkan ia mengetahui bahwa itu adalah hak saudaranya dimenangkan karena kepandaian bicaranya, maka sesungguhnya saya tentukan untuknya sepotong daripada api neraka." (Muttafaq 'alaih) Alhanu, artinya lebih mengerti atau lebih pandai (dalam mengemukakan alasan dan lain-lain).

221. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Senantiasalah seorang mu'min itu ada di dalam kelapangan agamanya, selama ia tidak pernah memperoleh darah yang haram yakni tidak pernah membunuh tanpa dasar kebenaran." (Riwayat Bukhari)

222. Dari Khaulah binti Tsamir al-Anshariyah dan ia adalah istrinya Hamzah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya ada beberapa orang yang membelanjakan harta Allah -yakni harta milik kaum Muslimin- tanpa dasar kebenaran, maka bagi mereka itu adalah neraka pada hari kiamat." (Riwayat Bukhari)

Catatan Kaki:

[21] Dajjal adalah manusia penipu dan pembohong, buta matanya yang sebelah kanan, memiliki berbagai keistimewaan dan mengaku menjadi Tuhan. Banyak juga pengikutnya. Ia akan datang apabila hari kiamat sudah hampir tiba. Jadi merupakan alamat kubra (alamat besar) perihal akar segera datangnya hari kiamat itu.


[22] Bulan Rajab diberi tambahan kala "Mudhar", sebabnya ialah kabilah mudhar itu lebih sangat menghormati dan memuliakannya bila dibandingkan dengan kabilah-kabilah Arab yang lain-lain.