web widgets

Selasa, 12 Januari 2016

Bab 60. Murah Hati Dan Dermawan Serta Membelanjakan Dalam Arah Kebaikan Dengan Percaya Penuh Kepada Allah Ta'ala

Allah Ta'ala berfirman: "Dan apa saja yang engkau semua nafkahkan, maka Allah akan menggantinya." (Saba': 39)

Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan barang-barang baik -dari rezeki- yang engkau semua nafkahkan itu adalah untuk dirimu sendiri dan engkau semua tidak menafkahkannya melainkan karena mengharapkan keridhaan Allah, juga barang-barang baik yang engkau semua nafkahkan itu, niscaya akan dibalas kepadamu dan tidaklah engkau semua dianiaya." (al-Baqarah: 272)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan barang-barang baik yang berupa apapun juga yang engkau semua nafkahkan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui." (al-Baqarah: 273)

542. Dari Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tiada kehasudan yang dibolehkan melainkan dalam dua macam perkara, yaitu: seorang yang dikarunia oleh Allah akan harta, kemudian ia mempergunakan guna menafkahkannya itu untuk apa-apa yang hak -kebenaran- dan seorang yang dikaruniai oleh Allah akan ilmu pengetahuan, kemudian ia memberikan keputusan dengan ilmunya itu -antara dua orang atau dua golongan yang berselisih- serta mengajarkannya pula." (Muttafaq 'alaih)

Artinya ialah bahwa seorang itu tidak patut dihasudi atau iri kecuali dalam salah satu kedua perkara di atas itu.

543. Dari Ibnu Mas'ud r.a. pula katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapakah diantara engkau semua yang harta orang yang mewarisinya itu dianggap lebih disukai daripada hartanya sendiri?" Para sahabat menjawab: "Ya Rasulullah, tiada seorangpun dari kita ini, melainkan hartanya adalah lebih dicintai olehnya." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya hartanya sendiri ialah apa yang telah terdahulu digunakannya, sedang harta orang yang mewarisinya adalah apa-apa yang ditinggalkan olehnya -setelah matinya." (Riwayat Bukhari)

Keterangan:
Maksudnya yang telah terdahulu digunakannya, misalnya yang dipakai untuk makan minumnya, pakaiannya, perumahannya atau yang diberikan untuk sedekah atau lain-lain yang berupa pertolongan kesosialan. Selebihnya tentulah akan ditinggalkan, jika telah meninggal dunia. Oleh sebab itu hadits di atas secara tidak langsung memberikan sindiran kepada kita kaum Muslimin agar harta yang ada di tangan kita yang sebenarnya hanya titipan dari Allah Ta'ala itu, supaya gemar kita nafkahkan untuk jalan kebaikan, semasih kita hidup di dunia ini. Dengan demikian kemanfaatannya akan dapat kita rasakan setelah kita ada di akhirat nanti.

544. Dari 'Adi bin Hatim r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua dari siksa api neraka, sekalipun dengan menyedekahkan potongan kurma." (Muttafaq 'alaih)

545. Dari Jabir r.a., katanya: "Tiada pernah sama sekali Rasulullah s.a.w. itu dimintai sesuatu, kemudian beliau berkata: "Jangan." (Muttafaq 'alaih)

546. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seharipun yang sekalian hamba berpagi-pagi pada hari itu, melainkan ada dua malaikat yang turun. Seorang diantara keduanya itu berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menafkahkan itu akan gantinya," sedang yang lainnya berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan -tidak suka menafkahkan hartanya- itu kerusakan -yakni hartanya menjadi habis-." (Muttafaq 'alaih)

547. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman -dalam hadits Qudsi-: "Belanjakanlah -hartamu-, pasti engkau diberi nafkah -harta oleh Tuhan-." (Muttafaq 'alaih)

548. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: "Manakah di dalam Islam itu amalan yang terbaik?" Beliau s.a.w. bersabda: "Engkau memberikan makanan serta mengucapkan salam kepada orang yang engkau ketahui dan orang yang tidak engkau ketahui." (Muttafaq 'alaih)

549. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada empat puluh macam amalan dan setinggi-tingginya adalah meminjamkan kambing -untuk diambil susunya-. Tiada seorang yang mengamalkan dengan satu perkara daripada empat puluh macam perkara itu, melainkan Allah Ta'ala akan memasukkannya dalam syurga." (Riwayat Bukhari) Keterangan hadits ini sudah terdahulu dalam bab Banyaknya Jalan-jalan Kebaikan -lihat hadits no.138-.

550. Dari Abu Umamah Shuday bin 'Ajlan r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai anak Adam, sesungguhnya jikalau engkau memberikan apa-apa yang kelebihan padamu, sebenarnya hal itu adalah lebih baik untukmu dan jikalau engkau tahan -tidak engkau berikan kepada siapapun-, maka hal itu adalah menjadikan keburukan untukmu. Engkau tidak akan tercela karena adanya kecukupan -maksudnya menurut syariat engkau tidak dianggap salah, jikalau kehidupanmu itu dalam keadaan yang cukup dan tidak berlebih-lebihan. Lagi pula mulailah -dalam membelanjakan nafkah- kepada orang yang wajib engkau nafkahi. Tangan yang bagian atas adalah lebih baik daripada tangan yang bagian bawah -yakni yang memberi itu lebih baik daripada yang meminta-." (Riwayat Muslim)

551. Dari Anas r.a., katanya: "Tiada pernah Rasulullah s.a.w. itu diminta untuk kepentingan Islam, melainkan tentu memberikan pada yang memintanya itu. Sesungguhnya  pernah ada seorang lelaki datang kepada beliau s.a.w., kemudian beliau memberinya sekelompok kambing yang ada diantara dua gunung -yakni karena banyaknya hingga seolah-olah memenuhi dataran yang ada diantara dua gunung-. Orang itu lalu kembali kepada kaumnya kemudian berkata: "Hai kaumku, masuklah engkau semua dalam Agama Islam, sebab sesungguhnya Muhammad memberikan sesuatu pemberian sebagai seorang yang tidak takut akan kemiskinan." Sekalipun lelaki itu masuk Islam dan tiada yang dikehendaki olehnya melainkan harta dunia, tetapi tidak lama kemudian Agama Islam itu baginya adalah lebih ia cintai daripada dunia dan segala sesuatu yang ada di atasnya ini -yakni Islamnya amat baik dan sebenar-benarnya-." (Riwayat Muslim)

552. Dari Umar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. membagikan suatu pembagian, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, sebenarnya selain yang Tuan beri itulah yang lebih berhak daripada mereka yang Tuan beri itu." Beliau lalu bersabda: "Sebenarnya mereka itu -yakni yang diberi- memberikan pilihan kepadaku, apakah mereka itu meminta padaku dengan jalan yang tidak baik -seolah memaksa-maksa-, kemudian saya memberikan sesuatu pada mereka ataukah mereka menyuruh saya untuk berlaku kikir, sedangkan saya ini bukanlah seorang yang kikir." (Riwayat Muslim)

553. Dari Jubair bin Muth'im r.a. bahwasanya ia berkata, ia pada suatu ketika berjalan bersama Nabi s.a.w. ketika pulang dari peperangan Hunain, kemudian mulailah ada beberapa orang A'rab -penduduk pedalaman- meminta-minta kepada beliau, sehingga beliau itu dipaksanya sampai kesebuah pohon samurah, lalu pohon tersebut menyambar selendangnya -yakni selendang beliau itu terikat oleh duri-durinya-. Selanjutnya Nabi s.a.w. berdiri -sambil memegang kendali untanya- lalu bersabda: "Berikanlah padaku selendangku. Andaikata saya mempunyai ternak sebanyak hitungan duri-duri pohon ini, sesungguhnya semuanya itu akan saya bagikan kepadamu, selanjutnya engkau semua tidak akan menganggap saya sebagai seorang kikir, pendusta atau pengecut." (Riwayat Bukhari)

554. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah sesuatu pemberian sedekah itu mengurangi banyaknya harta. Tidaklah Allah itu menambahkan seorang akan sifat pengampunannya, melainkan ia akan bertambah pula kemuliaannya. Juga tidaklah seorang itu merendahkan diri karena mengharapkan keridhaan Allah, melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah 'Azzawajalla. (Riwayat Muslim)

555. Dari Abu Kabsyah, yaitu Umar bin Sa'ad al-Anmari r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada tiga perkara yang saya bersumpah atasnya dan saya memberitahukan kepadamu semua akan suatu Hadis, maka peliharalah itu: Tidaklah harta seorang itu akan menjadi berkurang sebab disedekahkan, tidaklah seorang hamba dianiaya dengan suatu penganiayaan dan ia bersabar dalam menderitanya, melainkan Allah menambahkan kemuliaan padanya, juga tidaklah seorang hamba itu membuka pintu permintaan, melainkan Allah membuka untuknya pintu kemiskinan," atau sabda beliau s.a.w. merupakan kalimat lain yang senada dengan uraian di atas. "Saya akan memberitahukan lagi kepadamu semua suatu hadits maka peliharalah itu: Sesungguhnya dunia ini untuk empat macam golongan orang yaitu: Seorang hamba yang dikarunia rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu pengetahuan, kemudian ia bertaqwa kepada Tuhannya dan mempererat hubungan kekeluargaan serta mengetahui pula haknya Allah dalam apa yang dimilikinya itu, maka ini adalah tingkat yang seutama-utamanya, juga seorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan tetapi tidak dikaruniai harta, kemudian orang itu benar keniatannya, lalu ia berkata: "Andaikata saya mempunyai harta, niscaya saya akan melakukan sebagaimana yang dilakukan si Fulan itu -dalam hal kebaikan-, maka orang tadi karena keniatannya tadi, pahalanya sama antara ia dengan orang yang akan dicontohnya. Ada pula seorang hamba yang dikarunia harta tetapi tidak dikarunia ilmu pengetahuan, kemudian ia menubruk -mempergunakan- hartanya dalam hal-hal yang tidak dimakluminya -secara awur-awuran atau sembarangan dan boros- serta ia tidak pula bertaqwa kepada Tuhannya dan tidak suka mempereratkan tali kekeluargaannya, bahkan tidak pula mengetahui hak-hak Allah dalam hartanya itu, maka orang semacam ini adalah dalam tingkat yang seburuk-buruknya, juga seorang hamba yang tidak dikarunia harta dan tidak pula ilmu pengetahuan, lalu ia berkata: "Andaikata saya mempunyai harta sesungguhnya saya akan melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh si Fulan -yang memboroskan hartanya tersebut dalam hal keburukan-, maka orang itu karena keniatannya adalah sama dosanya antara ia sendiri dengan orang yang akan dicontohnya itu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

556. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya para sahabat sama menyembelih kambing -lalu mereka sedekahkan kecuali belikatnya-, kemudian Nabi s.a.w. bertanya: "Bagian apakah yang tertinggal dari kambing itu?" Aisyah menjawab: "Tidak ada yang tertinggal daripadanya, melainkan belikatnya." Beliau lalu bersabda: "Sesungguhnya semua anggotanya itu masih tertinggal, kecuali belikatnya yang tidak." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits shahih. Maknanya ialah supaya disedekahkanlah semuanya kecuali belikatnya, maka sabda beliau s.a.w. itu jelasnya ialah bahwa di akhirat semua itu masih tetap ada pahalanya -sebab disedekahkan- kecuali belikatnya yang tidak ada pahalanya -karena dimakan sendiri-.

557. Dari Asma' binti Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepadaku: "Jangan engkau menyimpan apa-apa yang ada di tanganmu, sebab kalau demikian maka Allah akan menyimpan terhadap dirimu -yakni engkau tidak diberi rezeki lagi-." Dalam riwayat lain disebutkan: "Nafkahkanlah, atau berikanlah atau sebarkanlah dan jangan engkau menghitung-hitungnya, sebab kalau demikian maka Allah akan menghitung-hitungkan karunia yang akan diberikan padamu. Jangan pula engkau mencegah -menahan untuk memberikan sesuatu-, sebab kalau demikian maka Allah akan mencegah pemberianNya padamu." (Muttafaq 'alaih)

558. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perumpamaan orang kikir dan orang yang suka menafkahkan itu adalah seperti dua orang lelaki yang di tubuhnya ada dua buah baju kurung dari besi -masing-masing sebuah-, antara dua susunya dengan tulang lehernya. Adapun orang yang suka menafkahkan, maka tidaklah ia menafkahkan sesuatu, melainkan makin sempurnalah atau mencukupi seluruh kulitnya sampai-sampai menutupi tulang-tulang jari-jarinya, bahkan menutupi pula bekas-bekasnya -ketika berjalan-. Adapun orang kikir maka tidaklah ia menginginkan hendak menafkahkan sesuatu, melainkan makin melekatlah setiap kolongan -ruang kosong- itu pada tempatnya. Ia hendak meluaskan kolongan tadi, tetapi tidak dapat melebar." (Muttafaq 'alaih) Aljubbah atau Addir'u artinya baju kurung. Artinya ialah bahwa seorang yang suka membelanjakan itu setiap ia menafkahkan sesuatu, maka makin sempurna dan memanjanglah sehingga tertariklah pakaian yang dikenakannya itu sampai ke belakangnya, sehingga dapat menutupi kedua kaki serta bekas jalan dan langkah-langkahnya.

559. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bersedekah dengan sesuatu senilai sebiji buah kurma yang diperolehnya dari hasil kerja yang baik -bukan haram- dan memang Allah itu tidak akan menerima kecuali yang baik. Maka sesungguhnya Allah akan menerima sedekah orang itu dengan tangan kanannya -sebagai kiasan kekuasaanNya-, kemudian memperkembangkan pahala sedekah tersebut untuk orang yang melakukannya, sebagaimana seorang dari engkau semua memperkembangkan anak kudanya sehingga menjadi seperti gunung -yakni memenuhi lembah gunung karena banyaknya-." (Muttafaq 'alaih) Alfaluwwu dengan fathahnya fa' dan dhammahnya lam serta syaddahnya wawu, ada juga yang mengucapkan dengan kasrahnya fa', sukunnya lam serta diringankannya wawu yakni wawunya tidak disyaddahkan -dan berbunyi Alfilwu-, artinya anak kuda.

Keterangan:
Hadis di atas menurut uraian Imam al-Maziri diartikan sebagai perumpamaan yakni yang lazim berlaku di kalangan bangsa Arab. Misalnya dalam percakapan mereka sehari-hari untuk memudahkan pengertian. Jadi seperti sedekah yang benar-benar diterima oleh Allah, lalu dikatakan "diterima dengan tangan kanannya," juga seperti perlipat gandaan pahala, dikatakan dengan "perawatan atau pemeliharaan yang sebaik-baiknya." Imam Tirmidzi berkata: "Para alim-ulama ahlus sunnah wal jama'ah berkata: "Kita semua mengimankan apapun yang terkandung dalam hadits itu dan tidak perlu kita fahamkan sebagai perumpamaan, namun demikian kitapun tidak akan menanyakan dan tidak pula memperdalamkan: "Jadi bagaimana wujud sebenarnya?" Misalnya mengenai tangan kanan Tuhan, perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan olehNya dan lain-lain sebagainya."


560. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Pada suatu ketika ada seorang lelaki berjalan di suatu tanah lapang -yang tidak berair-, lalu ia mendengar suatu suara dalam awan: "Siramlah kebun si Fulan itu!" Kemudian menyingkirlah awan itu menuju ke tempat yang ditunjukkan, lalu menghabiskan airnya di atas tanah lapang berbatu hitam itu. Tiba-tiba sesuatu aliran air dari sekian banyak aliran airnya itu mengambil air hujan itu seluruhnya, kemudian orang tadi mengikuti aliran air tersebut. Sekonyong-konyong tampaklah olehnya seorang lelaki yang berdiri di kebunnya mengalirkan air itu dengan alat keruknya. Orang itu bertanya kepada pemilik kebun: "Hai hamba Allah, siapakah nama Anda?" Ia menjawab: "Namaku Fulan," dan nama ini cocok dengan nama yang didengar olehnya di awan tadi. Pemilik kebun bertanya: "Mengapa Anda tanya nama saya?" Orang itu menjawab: "Sesungguhnya saya tadi mendengar suatu suara di awan yang inilah air yang turun daripadanya. Suara itu berkata: "Siramlah kebun si Fulan itu! Nama itu sesuai benar dengan nama Anda. Sebenarnya apakah yang Anda lakukan?" Pemilik kebun menjawab: "Adapun Anda menanyakan semacam ini, karena sesungguhnya saya selalu melihat -memperhatikan benar-benar- jumlah hasil yang keluar dari kebun ini. Kemudian saya bersedekah dengan sepertiganya, saya makan bersama keluarga saya yang sepertiganya dan saya kembalikan pada kebun ini yang sepertiganya pula -untuk bibit-bibitnya-." (Riwayat Muslim)