Allah Ta'ala
berfirman: "Dan sembahlah Allah serta jangan menyekutukan sesuatu denganNya.
Juga berbuat baiklah kepada kedua orangtua, kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang menjadi kerabat, tetangga yang bukan kerabat,
teman seperjalanan, orang yang dalam perjalanan dan hamba sahaya yang menjadi
milik tangan kananmu." (an-Nisa': 36)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan namaNya engkau semua
saling menuntut hak dan peliharalah kekeluargaan." (an-Nisa': 1)
"Orang-orang yang
berakal ialah mereka yang memperhubungkan apa yang diperintahkan untuk
diperhubungkan oleh Tuhan -yakni silaturahmi." (ar-Ra'ad: 21)
Allah Ta'ala
berfirman lagi: "Dan Kami -Allah- berwasiat kepada manusia supaya berbuat baik
kepada kedua orangtuanya." (al-Ankabut: 8)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Dan Tuhanmu telah menentukan supaya engkau semua jangan
menyembah melainkan Dia dan supaya engkau semua berbuat baik kepada kedua
orangtua. Dan kalau salah seorang diantara keduanya atau keduanya ada di sisimu
sampai usia tua, maka janganlah engkau berkata kepada keduanya dengan ucapan
"cis", dan jangan pula engkau menggertak keduanya, tetapi ucapkanlah kepada
keduanya itu ucapan yang mulia -penuh kehormatan-. Dan turunkanlah sayap
kerendahan -maksudnya rendahkanlah dirimu- terhadap kedua orangtuamu itu dengan
kasih sayang dan katakanlah: "Ya Tuhanku, kasihanilah kedua orang tuaku itu
sebagaimana keduanya mengasihi aku dikala aku masih kecil." (al-Isra':
23-24)
Juga Allah Ta'ala
berfirman: "Dan Kami -Allah- berwasiat kepada manusia supaya berbuat baik kepada
kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan menderita kelemahan diatas
kelemahan -yakni terus menerus- dan menyapihnya dalam dua tahun. Hendaknya
engkau bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orangtuamu." (Luqman: 14)
312.Dari Abu
Abdirrahman yaitu Abdullah bin Mas'ud r.a., katanya: Saya bertanya kepada Nabi
s.a.w.: "Manakah amalan yang lebih tercinta disisi Allah?" Beliau menjawab:
"Yaitu shalat tepat waktunya." Saya bertanya pula: "Kemudian apakah?" Beliau
menjawab: "Berbakti kepada orang tua." Saya bertanya pula: "Kemudian apakah?"
Beliau menjawab: "Yaitu berjihad fisabilillah." (Muttafaq 'alaih)
313.Dari Abu
Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak cukuplah seorang anak
terhadap orangtuanya -sebagaimana imbangan jasa-, kecuali apabila anak itu
menemui orangtuanya sebagai hamba sahaya, lalu membelinya kemudian
memerdekakannya." (Riwayat Muslim)
314. Dari Abu
Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya. Dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menghubungi
-mempereratkan- kekeluargaannya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka berkatalah yang baik atau -jikalau tidak dapat- berdiam
sajalah." (Muttafaq 'alaih)
315. Dari Abu
Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala
menciptakan seluruh makhluk, kemudian setelah selesai dari semuanya itu lalu
rahim -kekeluargaan- itu berdiri lalu berkata: "Ini adalah tempat orang yang
bermohon kepadaMu -Tuhan- daripada perpisahan." Allah berfirman: "Ya, apakah
engkau rela jikalau Aku perhubungkan orang yang menghubungimu -kekeluargaan- dan
Aku memutuskan orang yang memutuskanmu?" Rahim menjawab: "Ya." Allah berfirman
lagi: "Jadi keadaan yang sedemikian itu tetap untukmu -yang menghubungi atau
yang memutuskan." Selanjutnya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bacalah jikalau
engkau semua menghendaki -firman Allah yang artinya-: "Apakah seandainya engkau
semua berkuasa, engkau semua akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan
ikatan kekeluargaan? Orang-orang yang sedemikian itulah yang dilaknat oleh
Allah, kemudian ditulikan pendengarannya oleh Allah serta dibutakan
penglihatannya." Surah Muhammad: 22-23. (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam
Bukhari disebutkan demikian: "Kemudian Allah Ta'ala berfirman: "Barangsiapa yang
menghubungimu -kekeluargaan- maka Aku menghubungkannya dan barangsiapa
memutuskan kamu, maka Aku juga memutuskannya."
316. Dari Abu
Hurairah r.a. lagi, katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah s.a.w.
lalu berkata: "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk saya
persahabati dengan sebaik-baiknya -yakni siapakah yang lebih utama untuk
dihubungi secara sebaik-baiknya?" Beliau menjawab: "Ibumu." Ia bertanya lagi:
"Lalu siapakah?" Beliau menjawab: "Ibumu." Orang itu sekali lagi bertanya:
"Kemudian siapakah?" Beliau menjawab lagi: "Ibumu." Orang tadi bertanya pula:
"Kemudian siapa lagi." Beliau menjawab: "Ayahmu." (Muttafaq 'alaih) Dalam
riwayat lain disebutkan: "Ya Rasulullah. Siapakah orang yang lebih berhak untuk
dipersahabati -dihubungi- secara sebaik-baiknya?" Beliau menjawab: "Ibumu, lalu
ibumu, lalu ibumu, lalu ayahmu, lalu orang yang terdekat denganmu, yang terdekat
sekali denganmu." Ashshahabah artinya persahabatannya. Sabdanya tsumma abaka,
demikian ini dimanshubkan dengan fi'il yang dibuang, jelasnya birra abaka yakni
berbaktilah kepada ayahmu. Dalam riwayat lain disebutkan tsumma abuka dan ini
jelas artinya.
317. Dari Abu
Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Melekat pada tanahlah hidungnya,
melekat pada tanahlah hidungnya, sekali lagi melekat pada tanahlah hidungnya
-maksudnya memperoleh kehinaan besarlah- orang yang sempat menemui kedua
orangtuanya di kala usia tua, baik salah satu atau keduanya, tetapi orang tadi
tidak dapat masuk syurga -sebab tidak berbakti kepada orangtuanya." (Riwayat
Muslim)
318. Dari Abu
Hurairah r.a. pula bahwasanya ada seorang lelaki berkata: "Ya Rasulullah,
sesungguhnya saya itu mempunyai beberapa orang kerabat, mereka saya hubungi
-yakni saya pereratkan ikatan kekeluargaannya-, tetapi mereka memutuskannya,
saya berbuat baik kepada mereka itu, tetapi mereka berbuat buruk pada saya, saya
bersikap sabar kepada mereka itu, tetapi mereka menganggap bodoh mengenai sikap
saya itu." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Jikalau benar sebagaimana yang
engkau katakan itu, maka seolah-olah mereka itu engkau beri makanan abu panas
-yakni mereka mendapat dosa yang besar sekali. Dan engkau senantiasa disertai
penolong dari Allah dalam menghadapi mereka itu selama engkau benar dalam
keadaan yang sedemikian itu." (Riwayat Muslim) Tusiffuhum dengan dhammahnya ta'
dan kasrahnya sin muhmalah serta syaddahnya fa'. Almallu dengan fathahnya mim
dan syaddahnya lam yaitu abu panas. Jadi maksudnya seolah-olah engkau memberi
makanan abu panas kepada mereka itu. Ini adalah kata perumpamaan bahwa kaum
kerabat yang bersikap seperti di atas itu tentu mendapatkan dosa sebagaimana
seorang yang makan abu panas mendapatkan sakit karena makan itu. Terhadap orang
yang berbuat baik ini tidak ada dosanya sama sekali, tetapi orang-orang yang
tidak membalas dengan sikap baik itulah yang mendapatkan dosa besar karena
mereka melalaikan hak saudaranya dan memberikan kesakitan -hati dan perasaan-
padanya. Wallahu a'lam.
319. Dari Anas r.a.
bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang ingin supaya diluaskan
rezekinya dan diakhirkan ajalnya, maka hendaklah mempereratkan ikatan
kekeluargaannya." (Muttafaq 'alaih) Makna Yunsa alahu fi atsarihi yaitu
diakhirkan ajalnya yakni diperpanjangkan usianya.
320. Dari Anas r.a.
pula, katanya: "Abu Thalhah adalah seorang dari golongan kaum Anshar di Madinah
yang banyak hartanya, terdiri dari kebun kurma. Di antara harta-hartanya itu
yang paling dicintai olehnya ialah kebun kurma Bairuha'. Kebun ini letaknya
menghadap masjid Nabawi di Madinah. Rasulullah s.a.w. suka memasukinya dan minum
dari airnya yang nyaman. Ketika ayat ini turun, yang artinya: "Engkau semua
tidak akan memperoleh kebajikan sehingga engkau semua suka menafkahkan dari
sesuatu yang engkau semua cintai," maka Abu Thalhah berdiri menuju ke tempat
Rasulullah s.a.w., lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta'ala
berfirman: (Ali-Imran: 92) -artinya sebagaimana di atas-. Padahal hartaku yang
paling saya cintai ialah kebun kurma Bairuha', maka sesungguhnya kebunku itu
saya sedekahkan untuk kepentingan agama Allah Ta'ala. Saya mengharapkan
kebajikan serta sebagai simpanan -di akhirat- di sisi Allah. Maka dari itu
gunakanlah kebun itu ya Rasulullah, sebagaimana yang Allah memberitahukan kepada
Tuan. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Aduh, yang sedemikian itu adalah
merupakan harta yang banyak keuntungannya -berlipat ganda pahalanya bagi yang
bersedekah-, yang sedemikian itu adalah merupakan harta yang banyak
keuntungannya." Saya telah mendengar apa yang engkau ucapkan dan sesungguhnya
saya berpendapat supaya kebun itu engkau berikan kepada kaum keluargamu -sebagai
sedekah-." Abu Thalhah berkata: "Saya akan melaksanakan itu, ya Rasulullah."
Selanjutnya Abu Thalhah membagi-bagikan kebun Bairuha' itu kepada keluarga serta
anak-anak pamannya." (Muttafaq 'alaih) Perihal lafaz-lafaznya sudah dijelaskan
di muka dalam bab "infak dari apa-apa yang dicintai" -harap diperiksa dalam
hadits no.298.
321. Dari Abdullah
bin Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Ada seorang lelaki menghadap
Nabi s.a.w. lalu berkata: "Saya berbai'at kepada Tuan untuk ikut berhijrah serta
berjihad yang saya tujukan untuk mencari pahala dari Allah Ta'ala." Beliau
bertanya: "Apakah salah seorang dari kedua orangtuamu itu masih ada yang hidup?"
Orang itu menjawab: "Ya, bahkan keduanya masih hidup." Beliau bersabda: "Apakah
maksudmu hendak mencari pahala dari Allah Ta'ala?" Ia menjawab: "Ya." Beliau
bersabda: "Kalau begitu kembali sajalah ke tempat kedua orangtuamu, lalu berbuat
baiklah dalam mengawani keduanya itu." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya
Imam Muslim. Dalam riwayat Imam-imam Bukhari dan Muslim lainnya disebutkan pula
demikian: "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w. lalu memohon izin kepada
beliau untuk ikut berjihad, lalu beliau bersabda: "Adakah kedua orangtuamu masih
hidup?" Ia menjawab: "Ya." Lalu beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu,
berjihadlah untuk kedua orangtuamu itu -dengan berbuat baik dan memuliakan
keduanya itu."
322. Dari Abdullah
bin Amr bin al-'Ash r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Bukanlah orang yang
menghubungi -mempererat kekeluargaan- itu dengan orang yang mencukupi -yakni
yang sama-sama menghubunginya-, tetapi orang yang menghubungi itu ialah orang
yang apabila keluarganya itu memutuskan ikatan kekeluargaannya, lalu ia suka
menghubunginya -menyambungnya kembali." (Riwayat Bukhari)
323. Dari Aisyah
radhiallahu 'anha dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Rahim -kekeluargaan- itu
tergantung pada 'Arasy sambil berkata: "Barangsiapa yang menghubungi aku
-mempererat kekeluargaan-, maka Allah menghubunginya dan barangsiapa memutuskan
aku, maka Allah memutuskannya." (Muttafaq 'alaih)
324. Dari Ummul
mu'minin yaitu Maimunah binti al-Harits radhiallahu 'anha, bahwasanya dia
memerdekakan seorang hamba sahayanya -perempuan- dan tidak meminta izin lebih
dulu kepada Nabi s.a.w. Ketika datang hari gilirannya yang waktu itu beliau
berputar untuknya, maka Maimunah berkata: "Adakah Tuan mengetahui, ya
Rasulullah, bahwa saya telah memerdekakan hamba sahayaku?" Beliau s.a.w.
bersabda: "Adakah itu sudah engkau kerjakan?" Ia menjawab: "Ya, sudah." Beliau
bersabda: "Alangkah baiknya kalau hamba sahaya itu engkau berikan saja kepada
pamanmu dari jurusan ibu, karena yang sedemikian itu adalah lebih besar
pahalanya untukmu." (Muttafaq 'alaih)
325. Dari Asma'
binti Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma, katanya: "Ibuku datang ke
tempatku sedang dia adalah seorang musyrik di zaman Rasulullah s.a.w. -Yaitu
disaat berlangsungnya perjanjian Hudaibiyah antara Nabi s.a.w. dan kaum
musyrikin. Kemudian saya meminta fatwa kepada Rasulullah s.a.w., saya berkata:
"Ibuku datang padaku dan ia ingin meminta sesuatu, apakah boleh saya hubungi
ibuku itu, padahal ia musyrik?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ya, hubungilah ibumu."
(Muttafaq 'alaih) Ucapan Asma': Raghibah artinya ialah ingin sekali meminta
sesuatu yang ada padaku. Ada yang mengatakan bahwa yang datang itu benar-benar
ibunya sendiri dari nasabnya, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa itu adalah
ibunya dari satu susuan yakni yang pernah menyusuinya waktu kecil. Yang shahih
ialah pendapat yang pertama yakni ibunya sendiri.
326. Dari Zainab
as-Tsaqafiyah yaitu istri Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu wa'anha,
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersedekahlah engkau semua, hai kaum
wanita dari perhiasan-perhiasanmu." Zainab berkata: "Saya lalu kembali ke tempat
Abdullah bin Mas'ud, lalu saya berkata: "Sesungguhnya engkau ini seorang lelaki
yang ringan tangannya -maksudnya dalam keadaan kurang harta-, dan sesungguhnya
Rasulullah s.a.w. telah memerintahkan kita untuk memberikan sedekah. Maka
datanglah engkau kepada beliau dan tanyakanlah, jikalau sekiranya yang
sedemikian itu mencukupi daripadaku, maka akan saya berikan saja padamu
-maksudnya ialah jikalau hartaku sendiri ini boleh diberikan kepada sesama
keluarga, tentu lebih baik untuk kepentingan keluarga saja-. Tetapi jikalau
tidak mencukupi yang sedemikian itu -yakni tidak boleh kepada keluarga sendiri-,
maka akan saya berikan kepada orang lain." Abdullah -suaminya- berkata: "Bahkan
engkau saja yang datang pada beliau." Kemudian saya -Zainab- berangkat,
tiba-tiba ada seorang wanita dari kaum Anshar yang sudah ada di pintu Rasulullah
s.a.w., sedang keperluanku sama benar dengan keperluannya. Rasulullah s.a.w. itu
besar sekali kewibawaan yang ada padanya. Kemudian Bilal keluar menemui kita,
lalu kita berkata: "Datanglah kepada Rasulullah s.a.w., kemudian beritahukanlah
bahwasanya ada dua orang wanita sedang menanti di pintu untuk bertanya kepada
Tuan: "Apakah sedekah itu mencukupi, jikalau diberikan saja kepada
suami-suaminya serta anak-anak yatim yang ada dalam tanggungannya? Tetapi
janganlah diberitahukan siapa kita yang datang ini!" Bilal lalu masuk kepada
Rasulullah s.a.w., kemudian menanyakan soal di atas itu. Rasulullah s.a.w.
bertanya: "Siapakah kedua orang itu?" Bilal menjawab: "Seorang wanita dari kaum
Anshar dan yang seorang Zainab." Rasulullah s.a.w. bertanya: "Zainab yang mana?
-sebab nama Zainab banyak-." Bilal menjawab: "Zainab istri Abdullah." Kemudian
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Kedua wanita itu mendapatkan dua pahala -jikalau
diberikan kepada keluarganya sendiri-, yaitu pahala karena kekeluargaan dan
pahala sedekahnya." (Muttafaq 'alaih)
327. Dari Abu
Sufyan yaitu Shakhr bin Harb r.a. dalam Hadisnya yang panjang perihal kisahnya
Hercules, bahwasanya Hercules berkata kepada Abu Sufyan: "Dia menyuruh apakah
kepadamu semua?" -yang dimaksudkan ialah Nabi s.a.w-. Abu Sufyan menjawab: Saya
lalu berkata: "Nabi itu mengucapkan demikian: "Sembahlah Allah yang Maha Esa dan
jangan menyekutukan sesuatu denganNya. Juga tinggalkanlah apa-apa yang diucapkan
oleh nenek moyangmu -tentang i'tikad yang salah-salah-. Dia menyuruh pula kepada
kita supaya kita melakukan shalat, berkata benar, menahan diri dari menjalankan
keharaman serta mempererat kekeluargaan." (Muttafaq 'alaih)
328. Dari Abu Zar
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Engkau semua akan membebaskan suatu
tanah yang di situ digunakan sebutan qirath -untuk mata uangnya." Dalam sebuah
riwayat lagi disebutkan: "Engkau semua akan membebaskan Mesir, yaitu tanah yang
di situ digunakanlah nama qirath, maka berwasiatlah kepada penduduk di situ
dengan baik-baik, sebab sesungguhnya mereka itu mempunyai hak kehormatan serta
kekeluargaan." Dalam riwayat lain disebutkan: "Jikalau engkau telah
membebaskannya, maka berbuat baiklah kepada penduduknya, sebab sesungguhnya
mereka itu mempunyai hak kehormatan dan kekeluargaan," atau dalam riwayat lain
disebutkan: "Mereka mempunyai hak kehormatan dan periparan -dari kata ipar."
(Riwayat Muslim) Para ulama berkata: "Rahim yang dimiliki oleh penduduk Mesir
ialah karena Hajar, ibunya Nabi Ismail adalah dari bangsa mereka sedang hubungan
ipar ialah karena Mariah istri Rasulullah, yakni ibunya Ibrahim bin Muhammad,
juga berasal dari bangsa Mesir itu.
329. Dari Abu
Hurairah r.a. katanya: "Ketika ayat ini turun yaitu yang artinya: Dan berilah
peringatan kepada kaum keluargamu yang dekat-dekat -as-Syu'ara' 214, lalu
Rasulullah s.a.w. mengundang kaum Quraisy, kemudian merekapun berkumpullah,
undangan itu ada yang secara umum dan ada lagi yang khusus, lalu beliau
bersabda: "Hai Bani Ka'ab bin Luay, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai
Bani Murrah bin Ka'ab, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Abdu
Syams, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Abdu Manaf,
selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Hasyim, selamatkanlah dirimu
semua dari neraka. Hai Bani Abdul Muththalib, selamatkanlah dirimu semua dari
neraka. Hai Fathimah -puteri Rasulullah s.a.w.-, selamatkanlah dirimu dari
neraka, karena sesungguhnya saya tidak dapat memiliki sesuatu untukmu semua dari
Allah -maksudnya saya tidak dapat menolak siksa yang akan diberikan oleh Allah
padamu-, jikalau engkau tidak berusaha menyelamatkan diri sendiri dari neraka.
Hanya saja engkau semua itu mempunyai hubungan kekeluargaan belaka -tetapi ini
jangan diandal-andalkan untuk dapat selamat di akhirat-. Saya akan membasahinya
dengan airnya." (Riwayat Muslim) Sabdanya Rasulullah: Bibalaliha, itu dengan
fathahnya ba' kedua dan boleh pula dengan dikasrahkan. Albalal artinya air.
Makna Hadis: Saya akan membasahinya dengan airnya ialah saya akan menghubungi
kekeluargaan itu. Beliau s.a.w. menyerupakan terputusnya kekeluargaan itu
sebagai sesuatu yang panas yang dapat dipadamkan dengan air dan yang panas ini
dapat didinginkan dengan mempereratkan kekeluargaan itu.
330. Dari Abu
Abdillah, yaitu 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar
Nabi s.a.w. bersabda secara terang-terangan tidak dirahasiakan lagi, yaitu:
"Sesungguhnya keluarga Abu Fulan itu bukanlah kekasihku. Sesungguhnya kekasihku
ialah Allah dan kaum mu'minin yang shalih. Tetapi mereka itu ada hubungan
kekeluargaan denganku yang saya akan membasahi dengan airnya -yakni saya
pereratkan ikatan kekeluargaan dengan mereka-." Muttafaq 'alaih, sedang lafaznya
adalah dari Imam Bukhari.
331. Dari Abu
Ayyub, yaitu Khalid bin Zaid al-Anshari r.a. bahwa ada seorang lelaki berkata:
"Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada saya suatu amalan yang dapat memasukkan
saya ke dalam syurga." Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: "Engkau supaya menyembah
kepada Allah dan janganlah engkau menyekutukan sesuatu denganNya, juga supaya
engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mempererat ikatan kekeluargaan."
(Muttafaq 'alaih)
332. Dari Salman
bin 'Amir r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jikalau seorang dari engkau semua
itu berbuka, maka berbukalah atas kurma, sebab sesungguhnya kurma itu ada
berkahnya, tetapi jikalau tidak menemukan kurma, maka hendaklah berbuka atas
air, sebab sesungguhnya air itu suci." Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda:
"Bersedekah kepada orang miskin adalah memperoleh satu pahala sedekah saja,
tetapi kepada -orang miskin- yang masih ada hubungan kekeluargaan, maka
memperoleh dua kali, yaitu pahala sedekah dan pahala mempereratkan
kekeluargaan." Hadits hasan yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia
mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
333. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma, katanya: "Di bawah saya ada seorang wanita -maksudnya-:
Saya mempunyai seorang istri- dan saya mencintainya, sedangkan Umar -ayahnya
membencinya-, lalu Umar berkata kepadaku: "Ceraikanlah istrimu itu!" sedang saya
enggan melakukannya. Umar lalu mendatangi Nabi s.a.w. kemudian menyebutkan
keadaan yang sedemikian itu, maka Nabi s.a.w. bersabda: "Ceraikanlah wanita
itu." Diriwayatkan oleh imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Imam Tirmidzi
mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
334. Dari
Abuddarda' r.a. bahwasanya ada seorang lelaki datang kepadanya: "Sesungguhnya
saya mempunyai seorang istri dan sesungguhnya ibuku menyuruh kepadaku supaya aku
menceraikannya." Kemudian Abuddarda' berkata: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Orangtua adalah pintu yang paling tengah diantara pintu-pintu
syurga." Maka jikalau engkau suka, buanglah pintu itu -tidak perlu mengikuti
perintahnya atau tidak berbakti padanya-, tetapi ini adalah dosa besar, atau
jagalah pintu tadi -dengan mengikuti perintah dan berbakti dan ini besar
pahalanya-." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah
hadits shahih.
335. Dari Albara'
bin 'Azib radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Bibi adalah sebagai
gantinya ibu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini
adalah hadits shahih. Dalam bab ini terdapatlah beberapa hadits yang
masyhur-masyhur dalam kitab hadits yang shahih. Di antaranya adalah hadits
orang-orang yang tertahan dalam gua -lihat hadits no.12- dan hadits Juraij
-lihat hadits no.260. Keduanya sudah disebutkan lebih dulu. Masih banyak lagi
Hadits-hadits yang masyhur dalam kitab shahih, tetapi saya hilangkan untuk
meringkaskannya. Di antara Hadits-hadits itu yang terpenting ialah Hadisnya 'Amr
bin 'Abasah r.a., sebuah hadits panjang yang mengandung beberapa uraian yang
banyak sekali dari hal kaidah-kaidah Islam dan adab-adabnya. Hadits itu akan
saya uraikan dengan selengkapnya Insya Allah dalam bab Raja' (Mengharapkan). Di
dalam Hadis itu disebutkan diantaranya: "Saya -yakni 'Amr bin 'Abasah- masuk
kepada Nabi s.a.w. di Makkah -yakni pada waktu permulaan nubuwat atau
diangkatnya sebagai Nabi-, lalu saya berkata padanya: "Siapakah Tuan itu?"
Beliau menjawab: "Nabi." Saya bertanya: "Apakah Nabi itu?" Beliau menjawab:
"Saya diutus oleh Allah." Saya bertanya lagi: "Dengan apakah Tuan diutus oleh
Allah?" Beliau menjawab: "Allah mengutus saya dengan perintah mempereratkan
ikatan kekeluargaan, mematahkan semua berhala dan supaya Allah itu di Maha
Esakan, yaitu tidak ada sesuatu apapun yang dipersekutukan denganNya," dan ia
menyebutkan kelengkapan hadits itu selanjutnya. Wallahu Ta'ala a'lam. Wa
bihil'aunu walquwwah (Dengan Allah kita dapat memperoleh pertolongan dan
kekuatan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar