Allah Ta'ala
berfirman: "Dan ketika Musa berkata kepada bujangnya: "Saya tidak akan berhenti
berjalan sehingga sampai di pertemuan dua sungai atau aku berjalan sampai
bertahun-tahun sehingga firman Allah: "Musa berkata kepadanya -yakni Hidhir-:
"Bolehkah aku mengikuti engkau dengan maksud supaya engkau mengajarkan kepadaku
kebenaran yang telah diajarkan kepadamu?” [34] (al-Kahfi: 60-66)
Keterangan:
Orang yang hendak
dicari oleh Nabiyullah Musa a.s. yang dianggapnya lebih pandai daripadanya
sendiri itu ialah Hidhir. Sebagian alim-ulama ada yang mengatakan bahwa Hidhir
itu adalah seorang Nabi, ada pula yang mengatakan, ia seorang waliyullah yang
memiliki karamah (keistimewaan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa
sebagai tanda kemuliaan yang dikaruniakan oleh Allah padanya, jadi sama halnya
dengan mu'jizat bagi seorang Nabi atau Rasul), juga ada yang mengatakan bahwa ia
adalah orang shalih saja. Jadi dalam hal ini banyak pendapat alim-ulama Islam.
Mana yang benar, hanyalah Allah Ta'ala yang Maha Mengetahui. Juga
diperselisihkan pula oleh beliau-beliau itu perihal kematian atau masih hidupnya
Hidhir itu sampai saat ini, hingga tibanya hari kiamat nanti sebagaimana
diperselisihkannya tentang kematian atau masih hidupnya Nabiyullah Isa al-Masih
a.s. Tegasnya ada sebagian ulama yang menyatakan pendapatnya bahwa kedua beliau
itu masih hidup dan baru akan mati nanti setelah datangnya hari kiamat, tetapi
hidupnya Hidhir a.s. di bumi dan Isa a.s. di langit. Juga ada sebagian ulama
yang menyatakan pendapatnya bahwa keduanya itu sudah mati. Wallahu A'lam
bishshawaab. Ketika Nabiyullah Musa a.s. hendak mencari Hidhir, Allah memberikan
petunjuk kepadanya bahwa tempat Hidhir itu ada di Majma'ul Bahrain yakni tempat
pertemuan dua lautan. Inipun diperselisihkan pula, ada yang mengatakan bahwa
lautan di situ maksudnya dua sungai. Jadi Majma'ul Bahrain, artinya ialah
pertemuan dua sungai yakni Sungai Nil Biru dan Nil Putih. Ada pula yang
mengatakan bahwa yang dimaksudkan memang betul-betul pertemuan dua lautan, yakni
lautan Hitam yang dulu masuk wilayah kerajaan Parsi di zaman kejayaannya dan
lautan Tengah yang dulu masuk wilayah kerajaan Romawi di zaman keemasannya. Jadi
kalau ini yang dianggap benar, maka pertemuan kedua lautan itu ialah di selat
Bospores yang kini masuk wilayah Turki. Namun demikian, semua pendapat itu masih
merupakan serba kemungkinan dan belum dapat dipastikan keshahihannya. Wallaahu
A'lam bishshawaab.
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Dan sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Tuhan
mereka di waktu pagi dan sore, mereka menginginkan keridhaan Tuhan." (al-Kahfi:
28)
359. Dari Anas
r.a., berkata: "Abu Bakar berkata kepada Umar radhiallahu 'anhuma setelah
wafatnya Rasulullah s.a.w.: "Marilah berangkat bersama kita ke tempat Ummu Aiman
[35] agar kita
dapat berziarah padanya, sebagaimana Rasulullah s.a.w. juga menziarahinya.
Setelah keduanya sampai di tempatnya, Ummu Aiman menangis, lalu keduanya
bertanya: "Apakah yang menyebabkan engkau menangis? Tidakkah engkau ketahui
bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik untuk Rasulullah s.a.w.?" Ummu
Aiman lalu menjawab: "Sesungguhnya saya bukannya menangis karena saya tidak
mengerti bahwa apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik untuk Rasulullah
s.a.w. itu, tetapi saya menangis ini ialah karena sesungguhnya wahyu itu kini
telah terputus dari langit." Jawaban Ummu Aiman menyebabkan tergeraknya hati
kedua orang tersebut untuk menangis lalu kedua orang itu pun mulai pula menangis
bersama Ummu Aiman." (Riwayat Muslim)
360. Dari Abu
Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. bahwasanya ada seorang lelaki berziarah kepada
seorang saudaranya di suatu desa lain, kemudian Allah memerintah seorang
malaikat untuk melindunginya di sepanjang jalan -yang dilaluinya-. Setelah orang
itu melalui jalan itu, berkatalah malaikat kepadanya: "Kemana engkau
menghendaki?" Orang itu menjawab: "Saya hendak ke tempat seorang saudaraku di
desa ini." Malaikat bertanya lagi: "Adakah suatu kenikmatan yang hendak kau
peroleh dari saudaramu itu?" Ia menjawab: "Tidak, hanya saja saya mencintainya
karena Allah." Malaikat lalu berkata: "Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah
untuk menemuimu -guna memberitahukan- bahwa sesungguhnya Allah itu mencintaimu
sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena Allah." (Riwayat Muslim)
361. Dari Abu
Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang
meninjau orang sakit atau berziarah kepada saudaranya karena Allah, maka
berserulah seorang yang mengundang-undang: "Engkau melakukan kebaikan dan baik
pulalah perjalananmu, serta engkau dapat menduduki tempat dalam syurga." "
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan
dan dalam sebagian naskah disebutkan sebagai hadits gharib.
362. Dari Abu Musa
al-Asy'ari r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya perumpamaan kawan
yang baik dan kawan yang buruk adalah sebagai pembawa minyak misik -yang baunya
harum- dan peniup perapian -pandai besi. Pembawa minyak misik ada kalanya
memberikan minyaknya padamu, atau engkau dapat membelinya, atau
-setidak-tidaknya- engkau dapat memperoleh wanginya -bau yang harum daripadanya.
Adapun peniup perapianmu, maka ada kalanya akan membakarkan pakaianmu atau
engkau akan memperoleh bau yang busuk daripadanya." (Muttafaq 'alaih)
363. Dari Abu
Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Seorang wanita itu dikawini karena
empat perkara, yaitu karena ada hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya dan karena teguh agamanya. Maka dari itu dapatkanlah -yakni
usahakanlah untuk memperoleh- yang mempunyai keteguhan agama, tentu kedua
tanganmu merasa puas -yakni hatimu menjadi tenteram." (Muttafaq 'alaih) Adapun
maknanya hadits di atas itu ialah bahwasanya para manusia itu dalam ghalibnya
menginginkan wanita itu karena adanya empat perkara di atas itu, tetapi engkau
sendiri hendaklah menginginkan lebih-lebih yang beragama teguh. Wanita
sedemikian itulah yang harus didapatkan dan berlumbalah untuk mengawininya.
364. Dari Ibnu
Abbas r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda -kepada- Jibril a.s.: "Apakah
sebabnya Tuan tidak suka berziarah pada kami yang lebih banyak lagi -lebih
sering- daripada yang Tuan berziarah sekarang ini?" Kemudian turunlah ayat -yang
artinya-: Dan kami tidak turun melainkan dengan perintah Tuhanmu. BagiNya adalah
apa yang ada di hadapan serta di belakang kita [36] dan apa saja yang ada diantara yang
tersebut itu." (Maryam: 64) (Riwayat Imam Bukhari)
365. Dari Abu Said
al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau bersahabat,
melainkan -dengan- orang yang mu'min dan janganlah makan makananmu itu kecuali
orang yang bertaqwa." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan
isnad yang tidak mengapa untuk dijadikan pegangan.
366. Dari Abu
Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Seorang itu adalah menurut agama
kekasihnya -teman atau sahabatnya-. Maka hendaklah seorang dari engkau semua itu
melihat -meneliti benar-benar- orang yang dijadikan kekasihnya itu."
Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan isnad shahih dan Imam
Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
367. Dari Abu Musa
al-Asy'ari r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Seseorang itu beserta orang
yang dicintainya." (Muttafaq 'alaih) Dalam suatu riwayat lain disebutkan: Abu
Musa r.a. berkata: "Nabi s.a.w. ditanya: "Ada seorang mencintai sesuatu kaum,
tetapi ia tidak pernah menemui mereka itu, bagaimanakah?" Beliau s.a.w. lalu
bersabda: "Seseorang itu beserta orang yang dicintainya."
368. Dari Anas r.a.
bahwasanya ada seorang A'rab -orang Arab pedalaman- berkata kepada Rasulullah
s.a.w.: "Kapankah datangnya hari kiamat?" Rasulullah s.a.w. bersabda kepadanya:
"Apakah yang telah engkau persiapkan untuk menemuinya?" A'rab itu menjawab:
"Kecintaanku kepada Allah dan RasulNya." Kemudian beliau s.a.w. bersabda:
"Engkau akan menyertai orang yang engkau cintai." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah
lafaz Imam Muslim. Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim lainnya, disebutkan
demikian: A'rab berkata: "Saya tidak menyiapkan sesuatupun untuk menemui hari
kiamat itu, baik yang berupa banyaknya puasa, shalat atau sedekah, tetapi saya
ini adalah mencintai Allah dan RasulNya."
369. Dari Ibnu
Mas'ud r.a. katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah s.a.w. lalu
berkata: "Ya Rasulullah, bagaimanakah pendapat Tuan mengenai seorang yang
mencintai sesuatu kaum, tetapi tidak pernah menemui kaum itu?" [37] Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Seorang itu beserta orang yang dicintainya." (Muttafaq 'alaih)
370. Dari Abu
Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Para manusia ini adalah bagaikan benda
logam, sebagaimana juga logam emas dan perak. Orang-orang pilihan diantara
mereka di zaman Jahiliyah adalah orang-orang pilihan pula di zaman Islam,
jikalau mereka menjadi pandai -dalam hal agama. Ruh-ruh itu adalah sekumpulan
tentara yang berlain-lainan, maka mana yang dikenal dari golongan ruh-ruh tadi
tentulah dapat menjadi rukun damai, sedang mana yang tidak dikenalinya dari
golongan ruh-ruh itu tentulah berselisihan -maksudnya ruh baik berkumpulnya
ialah dengan ruh baik, sedang yang buruk dengan yang buruk." (Riwayat Muslim)
Imam Bukhari meriwayatkan sabda Nabi s.a.w. Al-Arwah dan seterusnya itu dari
riwayat Aisyah radhiallahu 'anha.
Keterangan:
Dalam menafsiri
pengertian perihal ruh itu ada yang saling kenal mengenal yakni 'Ta'aruf dan ada
yang tidak saling kenal-mengenal yakni Tanakur, maka Imam Ibnu Abdissalam
berkata sebagai berikut: "Hal itu yakni kenal atau tidak kenal, maksudnya adalah
mengenai keadaan sifat. Artinya andaikata Anda mengetahui seorang yang berlainan
sifatnya dengan Anda, misalnya Anda seorang yang berbakti kepada Allah dan yang
dikenal itu orang yang tidak berbakti atau mengaku ketiadaan Allah, sekalipun
kenal orangnya, tetapi tidak saling kenal mengenal jiwa, ruh ataupun faham yang
dianutnya. Sebaliknya jika orang itu sama dengan Anda perihal keadaan sifatnya,
sama-sama berbaktinya kepada Allah, sama-sama berjuang untuk meluhurkan kalimat
Allah, sama-sama membenci kepada kemungkaran dan kemaksiatan, maka selain kenal
orangnya, juga sesuai jiwanya, sesuai ruhnya dan sejalan dalam faham yang
dianutnya. Oleh sebab itu dalam sebuah hadits lain disebutkan bahwa seorang yang
merasa jiwanya itu masih lari atau enggan mengikuti ajakan orang yang mulia dan
utama amalannya, pula bagus kelakuannya, hendaknya segera mencari
sebab-sebabnya, sekalipun ia sudah mengaku sebagai manusia muslim. Selanjutnya
setelah penyakitnya ditemukan, hendaknya secepatnya diubati dan dibuang apa yang
menyebabkan ia sakit sedemikian. Cara inilah yang sebaik-baiknya untuk
menyelamatkan diri dari sifat yang buruk, sehingga ruhnya dan jiwanya dapat
saling berkenalan dengan golongan orang-orang yang baik pula ruh dan
jiwanya."
371. Dari Usair bin
Amr, ada yang mengatakan bahwa ia adalah bin Jabir -dengan dhammahnya hamzah dan
fathahnya sin muhmalah-, katanya: "Umar bin Alkhaththab ketika didatangi oleh
sepasukan pembantu -dalam peperangan- dari golongan penduduk Yaman, lalu ia
bertanya kepada mereka: "Adakah diantaramu semua seorang yang bernama Uwais bin
'Amir?" Akhirnya sampailah Uwais itu ada di mukanya, lalu Umar bertanya: "Adakah
anda bernama Uwais." Uwais menjawab: "Ya." Ia bertanya lagi: "Benarkah dari
keturunan kabilah Murad dari lingkungan suku Qaran?" Ia menjawab: "Ya." Ia
bertanya pula: "Adakah Anda mempunyai penyakit supak, kemudian Anda sembuh
daripadanya, kecuali hanya di suatu tempat sebesar uang dirham?" Ia menjawab:
"Ya." Ia bertanya lagi: "Adakah Anda mempunyai seorang ibu?" Ia menjawab: "Ya."
Umar lalu berkata: "Saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Akan
datang padamu semua seorang bernama Uwais bin 'Amir beserta sepasukan mujahidin
dari ahli Yaman, ia dari keturunan Murad dari Qaran. Ia mempunyai penyakit supak
lalu sembuh dari penyakitnya itu kecuali di suatu tempat sebesar uang dirham. Ia
juga mempunyai seorang ibu yang ia amat berbakti padanya. Andaikata orang itu
bersumpah akan sesuatu atas nama Allah, pasti Allah akan melaksanakan sumpahnya
itu -dengan sebab amat berbaktinya terhadap ibunya itu-. Maka jikalau engkau
kuasa meminta padanya agar ia memintakan pengampunan -kepada Allah- untukmu,
maka lakukanlah itu!" Oleh sebab itu, mohonkanlah pengampunan kepada Allah
-untukku. Uwais lalu memohonkan pengampunan untuk Umar. Selanjutnya Umar
bertanya lagi: "Kemanakah Anda hendak pergi?" Ia menjawab: "Ke Kufah." Umar
berkata: "Sukakah Anda, sekiranya saya menulis -sepucuk surat- kepada gubernur
Kufah -agar Anda dapat sambutan dan pertolongan yang diperlukan." Ia menjawab:
"Saya lebih senang menjadi golongan manusia yang fakir miskin." Setelah tiba
tahun mukanya -tahun depannya-, ada seorang dari golongan bangsawan Kufah
berhaji, lalu kebetulan ia menemui Umar, kemudian Umar menanyakan padanya
perihal Uwais. Orang itu menjawab: Sewaktu saya tinggalkan, ia dalam keadaan
buruk rumahnya lagi sedikit barangnya -maksudnya sangat menderita." Umar lalu
berkata: "Saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Akan datang padamu
semua seorang bernama Uwais bin 'Amir beserta sepasukan mujahidin dari ahli
Yaman, ia dari keturunan Murad dari Qaran. Ia mempunyai penyakit supak lalu
sembuh dari penyakitnya itu kecuali di suatu tempat sebesar uang dirham. Ia juga
mempunyai seorang ibu yang ia amat berbakti padanya. Andaikata orang itu
bersumpah akan sesuatu atas nama Allah, pasti Allah akan melaksanakan sumpahnya
itu. Maka jikalau engkau kuasa meminta padanya agar ia memintakan pengampunan
-kepada Allah- untukmu, maka lakukan itu!" Orang bangsawan itu lalu mendatangi
Uwais dan berkata: "Mohonkanlah pengampunan -kepada Allah- untukku. Uwais
berkata: "Anda masih baru saja waktunya melakukan berpergian yang baik -yakni
ibadah haji-, maka sepatutnya memohonkanlah pengampunan untukku." Uwais lalu
melanjutkan katanya: "Adakah Anda bertemu dengan Umar?" Ia menjawab: "Ya". Uwais
lalu memohonkan pengampunan untuknya. Orang-orang banyak lalu mengerti siapa
sebenarnya Uwais itu, mereka mendatanginya, kemudian Uwais berangkat -keluar
dari Kufah- menurut kehendaknya sendiri." (Riwayat Muslim) Dalam riwayat Imam
Muslim lainnya disebutkan: "Dari Usair bin Jabir bahwasanya ahli Kufah sama
bertemu kepada Umar r.a. dan diantara mereka ada seorang lelaki yang
menghina-hinakan Uwais. Umar lalu bertanya: "Apakah di situ ada seorang dari
keturunan Qaran?" Orang yang dimaksudkan itu lalu datang padanya. Umar kemudian
berkata: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah bersabda: "Sesungguhnya ada
seorang lelaki dari Yaman, akan datang padamu semua. Ia bernama Uwais. Dia tidak
meninggalkan sesuatu di Yaman itu melainkan seorang ibu. Ia mempunyai penyakit
supak, lalu berdoa kepada Allah Ta'ala, lalu Allah melenyapkan penyakitnya tadi,
kecuali di suatu tempat sebesar uang dinar atau dirham. Maka barangsiapa
diantara engkau semua bertemu dengannya, hendaklah meminta padanya agar ia
memohonkan pengampunan -kepada Allah- untuknya." Juga disebutkan dalam riwayat
Imam Muslim lagi dari Umar, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya sebaik-baiknya kaum tabi'in ialah seorang lelaki bernama Uwais. Ia
mempunyai seorang ibu dan pada tubuhnya ada putih-putih -karena penyakit supak-,
maka suruhlah ia supaya memohonkan pengampunan untukmu semua." Sabda Nabi s.a.w.
Ghabraan-un nas, dengan fathahnya ghain mu'jamah, saknahnya ba' serta mad
(dibaca panjang ra'nya). Artinya golongan manusia yang fakir miskin dan rakyat
jelata atau rendahan dan tidak diketahui pula dari lingkungan mana sebenarnya
orang itu, sedang Al-Amdad adalah jamaknya Madad, yaitu para penolong dan
pembantu yang memberikan pertolongan serta bantuan kepada kaum Muslimin dalam
berjihad atau perjuangan menegakkan agama Allah.
372. Dari Umar bin
Alkhaththab r.a., katanya: "Saya meminta izin kepada Nabi s.a.w. untuk
menunaikan umrah, lalu beliau mengizinkan dan bersabda: "Jangan melupakan kita,
hai saudaraku, untuk mendoakan kita." Beliau s.a.w. telah mengucapkan suatu
kalimat -meminta ikut disertakan dalam doa- yang saya tidak senang memperoleh
seisi dunia ini sebagai gantinya" -maksudnya bahwa kalimat yang disabdakan oleh
beliau s.a.w. diatas bagi Umar r.a. amat besar nilainya yakni melebihi dari
nilai dunia dan seisinya. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu
Dawud dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
373. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma, katanya: "Nabi s.a.w. berziarah ke Quba'[38] sambil berkendaraan
serta berjalan, kemudian beliau bershalat dua rakaat." (Muttafaq 'alaih) Dalam
riwayat lain disebutkan: "Nabi s.a.w. mendatangi masjid Quba' setiap hari Sabtu
sambil berkendaraan dan berjalan dan Ibnu Umar juga melakukan seperti
itu."
Catatan
Kaki:
[34] Firman Allah Ta'ala dalam surah al-Kahfi di atas adalah ayat 60, sedang
yang di bawahnya adalah ayat 65.
Adapun
ayat-ayat yang terletak diantara keduanya itu ialah ayat-ayat 61, 62, 63, 64 dan
65. Kelengkapannya adalah sebagai berikut:
-
Sesudah keduanya (yakni Musa dan bujangnya) telah sampai di pertemuan kedua lautan itu, mereka lupa kepada ikannya (yang dibawa sebagai bekal), lalu ikan itu melompat mengambil jalannya sendiri di lautan (61)
-
Setelah keduanya berjalan lebih jauh, ia (Musa) berkata pada bujangnya: "Ambillah makanan kita, sungguh kita telah merasa lelah sebab (jauhnya) perjalanan kita ini (62)
-
Bujangnya menjawab; "Tidakkah Tuan ketahui bahwa ketika kita mencari tempat perlindungan (peristirahatan) di batu besar tadi, saya benar-benar lupa kepada ikan itu dan tiada lain yang menyebabkan saya, terlupa itu selain syaitan jua. Ikan itu lalu mengambil jalannya di lautan. Ini amat mengherankan sekali untuk mengingatnya (63)
-
Ia (Musa) berkata: "Itulah tempat yang kita cari," kemudian keduanya kembali mengikuti jejaknya semula (64)
-
Lalu keduanya mendapati seorang dari hamba-hamba Kami (Tuhan) yang telah Kami berikan kurnia kepadanya yaitu kerahmatan dari sisi Kami dan Kami ajarkan kepadanya ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang ada pada Kami (65)
[35] Ummu Aiman adalah perawat serta pengasuh Rasulullah s.a.w. di waktu
kecilnya. Ia adalah seorang hamba sahaya, lalu dimerdekakan oleh beliau s.a.w.
setelah beliau s.a.w. dewasa. Suaminya bernama Zaid bin Haritsah. Amat besar
penghormatan Nabi s.a.w. terhadap Ummu Aiman itu serta sangat dimuliakan, bahkan
beliau s.a.w. pernah bersabda: "Ummu Aiman ummi" artinya: "Ummu Aiman itu adalah
ibuku.
[36] Maksudnya ialah bahwa bagi
Allah itu adalah semua yang ada di muka dan di belakang kita serta apa pun yang
ada diantara keduanya itu, baik mengenai waktu dan tempat. Oleh sebab itu kita
semua ini tidak dapat berpindah dari satu keadaan atau tempat kepada keadaan
atau tempat yang lain, kecuali dengan perintah dan kehendak Allah
sendiri.
[37] Dalam riwayat Imam Ibnu Hibban ada tambahannya sesudah kata-kata "Walam
yalhaq bihim", sedang tambahannya itu berbunyi: Artinya: "Dan orang itu tidak
dapat mengamalkan sebagaimana yang diamalkan oleh kaum yang dicintainya itu."
[38] Quba' adalah sebuah desa
yang jaraknya dari Madinah ada sefarsakh atau kira-kira 5 km. Di situ ada
masjidnya yang terkenal, yakni masjid yang didirikan oleh Nabi s.a.w. yang
pertama kali, sedang yang kedua ialah masjid Nabawi di Madinah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar