web widgets

Minggu, 04 Januari 2015

Bab 44. Memuliakan Alim Ulama, Orang-orang Tua, Ahli Keutamaan Dan Mendahulukan Mereka Atas Lain-lainnya, Meninggikan Kedudukan Mereka Serta Menampakkan Martabat Mereka




Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah -hai Muhammad-, adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya yang mengingat ialah orang-orang yang menggunakan fikirannya." (az-Zumar: 9)

347. Dari Abu Mas'ud yaitu 'Uqbah bin 'Amr al-Badri al-Anshari r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Yang berhak menjadi imamnya sesuatu kaum -waktu shalat- ialah yang terbaik bacaannya terhadap kitabullah -al-Quran-. Jikalau semua jamaah disitu sama baiknya dalam membaca kitabullah, maka yang terpandai dalam as-Sunnah -Hadis-. Jikalau semua sama pandainya dalam as-Sunnah, maka yang terdahulu hijrahnya. Jikalau dalam hijrahnya sama dahulunya, maka yang tertua usianya. Janganlah seorang itu menjadi imamnya seorang yang lain dalam daerah kekuasaan orang lain itu dan jangan pula seorang itu duduk dalam rumah orang lain itu di atas bantalnya -orang lain tadi-, kecuali dengan izinnya -yang memiliki bantal tsb-." (Riwayat Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan oleh Imam Muslim: "Maka yang terdahulu masuknya Islam" sebagai ganti "yang tertua usianya." Dalam riwayat lain lagi disebutkan: "Yang berhak menjadi imamnya sesuatu kaum -waktu shalat ialah yang terbaik bacaannya terhadap kitabullah -al-Quran-, dan orang yang terdahulu pandai membacanya. Jikalau dalam pembacaan itu sama -dahulu dan pandainya-, maka hendaklah yang menjadi imam itu seorang yang terdahulu hijrahnya. Jikalau dalam hijrahnya sama dahulunya, maka hendaknya menjadi imam seorang yang tertua usianya." Yang dimaksudkan bisulthanihi yaitu tempat kekuasaannya atau tempat yang ditentukan untuknya. Takrimatihi dengan fathahnya ta' dan kasrahnya ra' ialah sesuatu yang dikhususkan untuk diri sendiri, baik berupa bantal, hamparan, kasur ataupun lain-lainnya.

348. Dari Abu Mas'ud r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. mengusap bahu-bahu kita dalam shalat dan bersabda: "Ratakanlah -saf-saf dalam shalat- dan jangan bersilih-silih lebih maju atau lebih ke belakang, sebab jikalau tidak rata, maka hatimu semua pun menjadi berselisih. Hendaklah menyampingi saya -dalam shalat itu- orang-orang yang sudah baligh dan orang-orang yang berakal diantara engkau semua. Kemudian di sebelahnya lagi ialah orang-orang yang bertaraf di bawah mereka ini lalu orang yang bertaraf di bawah mereka ini pula." (Riwayat Muslim) Sabda beliau s.a.w.: Liyalini diucapkan dengan takhfifnya nun -tidak disyaddahkan serta tidak menggunakan ya' sebelum nun ini, tetapi ada yang meriwayatkan dengan syaddahnya nun dan ada ya' sesudah nun itu, lalu dibaca liyalianni -. Annuha yakni akal. Ululahlami ialah orang-orang yang sudah baligh, ada pula yang mengertikan: ahli hilm -kesabaran- dan fadhal -keutamaan.

349. Dari Abdullah bin Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hendaklah menyampingi saya -dalam shalat- itu orang-orang yang sudah baligh dan berakal, kemudian orang-orang yang bertaraf di bawah itu." Ini disabdakannya sampai tiga kali. Beliau s.a.w. lalu melanjutkan: "Jauhilah olehmu semua akan berkeras-keras suara seperti -didalam- pasar. (Riwayat Muslim)

350. Dari Abu Yahya, ada yang mengatakan, namanya: Abu Muhammad, yaitu Sahal bin Abu Hatsmah -dengan fathahnya ha' muhmalah dan sukunnya tsa' mutsallatsah- al-Anshari r.a., katanya: "Abdullah bin Sahal dan Muhayyishah bin Mas'ud berangkat ke Khaibar dan pada saat itu antara penduduk Khaibar -dengan Nabi s.a.w.- ada persetujuan perdamaian. Kemudian kedua orang itu berpisah. Setelah itu Muhayyishah mendatangi tempat Abdullah bin Sahal, tetapi yang didatangi ini sudah dalam keadaan berlumuran darah dan telah terbunuh. Muhayyishah lalu menanamnya, terus berangkat kembali ke Madinah. Setelah itu Abdur Rahman bin Sahal, Muhayyishah dan Huwayyishah, yakni putera-putera Mas'ud, berangkat ke tempat Nabi s.a.w., lalu Abdur Rahman mulai berbicara, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Yang tua saja yang berbicara, yang tua saja yang berbicara," sebab Abdur Rahman adalah yang termuda antara orang-orang yang menghadap itu. Abdur Rahman lalu berdiam diri dan kedua orang itulah yang berbicara. Sesudah itu Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Adakah engkau semua -berani- bersumpah dan dapat menghaki -berhak atas- orang yang membunuhnya itu?" Seterusnya Abu Yahya yang merawikan hadits ini -menyebutkan kelengkapan hadits di atas. (Muttafaq 'alaih)

351. Dari Jabir r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. mengumpulkan antara dua orang lelaki dari golongan orang-orang yang terbunuh dalam peperangan Badar -yakni dikumpulkan dalam sebuah kubur, kemudian beliau bertanya- kepada sahabat-sahabatnya: "Manakah diantara kedua orang ini yang lebih banyak hafalnya pada al-Quran?" Ketika beliau s.a.w. diberi isyarat antara salah satunya, maka yang dikatakan lebih banyak hafalannya al-Quran itulah yang lebih didahulukan untuk dimasukkan dalam liang lahad." (Riwayat Bukhari)

352. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Saya pernah melihat diri saya sendiri dalam impian di waktu saya sedang bersugi -bersikat gigi- dengan menggunakan sebatang kayu siwak. Kemudian datanglah padaku dua orang lelaki, yang satu lebih tua daripada yang lainnya. Lalu siwak itu hendak saya berikan kepada orang yang lebih muda, tiba-tiba ada seorang yang berkata padaku: "Berikanlah kepada yang tua." Oleh sebab itu, maka saya berikanlah kepada yang tertua diantara kedua orang tadi." Diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai musnad dan oleh Imam Bukhari sebagai ta'liq.

353. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Setengah daripada cara mengagungkan Allah Ta'ala ialah dengan jalan memuliakan orang Islam yang sudah beruban serta orang yang hafal al-Quran yang tidak melampaui batas ketentuan -dalam membacanya- dan tidak pula meninggalkan membacanya. Demikian pula memuliakan seorang sultan -penguasa pemerintahan yang adil-." Hadits hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud.

354. Dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari neneknya r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak termasuk golongan kita -umat Islam- orang yang tidak belas kasihan kepada golongan kecil diantara kita -baik usia atau kedudukannya- serta tidak termasuk golongan kita pula orang yang tidak mengerti kemuliaan -cara memuliakan- yang tua diantara kita." hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi. Imam Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan: "hak orang yang tua dari kita."

355. Dari Maimun bin Abu Syabib bahwasanya Aisyah radhiallahu 'anha dilalui oleh seorang peminta-minta lalu olehnya diberi sepotong roti, juga dilalui oleh seorang lelaki yang mengenakan pakaian baik serta berkeadaan baik, lalu orang itu didudukkan kemudian ia makan. Kepada Aisyah ditanyakan, mengapa berbuat demikian -yakni tidak dipersamakan cara memberinya. Lalu ia berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Letakkanlah masing-masing manusia itu di tempatnya sendiri-sendiri." Diriwayatkan oleh Abu Dawud, tetapi kata Imam Abu Dawud: "Maimun itu tidak pernah menemui Aisyah." hadits ini disebutkan oleh Imam Muslim dalam permulaan kitab shahihnya sebagai ta'liq, lalu katanya: "Dan disebutkan dari Aisyah, katanya: "Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada kita supaya kita menempatkan para manusia itu di tempatnya sendiri-sendiri -yakni yang sesuai dengan kedudukannya." Imam Hakim Abu Abdillah menyebutkan ini dalam kitabnya Ma'rifatu 'ulumil hadits dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits shahih.

356. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: 'Uyainah bin Hishn datang -di Madinah- lalu bertemu di rumah anak saudaranya -sepupunya- yaitu Hur bin Qais. Hur ini adalah diantara golongan orang-orang yang dekat hubungannya dengan Umar r.a. dan memang para ahli membaca al-Quran itu menjadi sahabat dalam majlisnya Umar dan yang diajaknya bermusyawarah, baik pun mereka itu golongan orang-orang yang sudah tua ataupun yang masih pemuda. 'Uyainah berkata kepada sepupunya: "Hai anak saudaraku, engkau ini mempunyai wajah -yakni dikenal amat baik- di sisi Amirul mu'minin ini -maksudnya Umar, maka dari itu mintakanlah izin untukku supaya aku dapat bertemu dengannya. Hur memintakan izin lalu Umar mengizinkannya. Setelah 'Uyainah masuk lalu ia berkata: "Ingat hai anaknya Alkhaththab, demi Allah, engkau ini tidak dapat memberikan banyak keenakan pada kita dan engkau tidak memerintah kepada kita dengan cara yang adil." Umar r.a. marah padanya sehingga hampir saja bermaksud akan memberikan hukuman pada 'Uyainah itu. Tetapi Hur kemudian berkata pada Umar: "Hai Amirul mu'minin, sesungguhnya Allah Ta'ala telah berfirman kepada Nabinya s.a.w. -yang artinya: "Berilah pengampunan, perintahkan dengan kebajikan dan janganlah menghiraukan kepada orang-orang yang bodoh." (al-A'raf: 199) dan sesungguhnya orang ini -yakni 'Uyainah- adalah termasuk golongan orang-orang yang bodoh." Demi Allah, maka Umar tidak suka melanggar ayat tersebut ketika dibacakan padanya dan Umar adalah orang yang paling dapat menahan dirinya -yakni paling mentaati- kepada isi kitabullah Ta'ala itu." (Riwayat Bukhari)

357. Dari Abu Said yaitu Samurah bin jundub r.a., katanya: "Sesungguhnya saya dahulu itu sebagai seorang anak-anak di zaman Rasulullah s.a.w., maka saya menghafal -berbagai ajaran- dari beliau. Juga beliau tidak pernah melarang saya berbicara, melainkan jikalau di situ ada orang yang lebih tua usianya daripadaku sendiri." (Muttafaq 'alaih)


358. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah seorang pemuda itu memuliakan seorang tua karena usianya, melainkan Allah akan mengira-ngirakan untuknya orang yang akan memuliakannya nanti, jikalau ia telah berusia tua -maksudnya setelah tuanya pasti akan dimuliakan anak-anak yang lebih muda daripadanya-." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits gharib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar