فَإِذَا ٱنسَلَخَ ٱلْأَشْهُرُ ٱلْحُرُمُ
فَٱقْتُلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَٱحْصُرُوهُمْ
وَٱقْعُدُوا۟ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍۢ ۚ فَإِن تَابُوا۟ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ
وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَخَلُّوا۟ سَبِيلَهُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌۭ
رَّحِيمٌۭ
Allah Ta'ala
berfirman: "Maka jikalau orang-orang itu bertaubat dan mendirikan shalat serta
menunaikan zakat, maka bebaskanlah jalannya -yakni tidak boleh dimusuhi lagi-."
(at-Taubah: 5)
389. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saya diperintah
untuk memerangi semua manusia, sehingga mereka suka menyaksikan bahwa tiada
Tuhan kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah pesuruh Allah dan mendirikan
shalat serta menunaikah zakat. Maka jikalau mereka telah melakukan yang
sedemikian itu, terpeliharalah daripadaku darah serta harta benda mereka,
melainkan dengan haknya Islam, sedang hisab -perhitungan amal- mereka adalah
terserah kepada Allah Ta'ala. (Muttafaq 'alaih)
390. Dari Abu
Abdillah yaitu Thariq bin as-Syam r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengucapkan La ilaha illallah dan kafir
mengingkari -dengan sesuatu yang disembah selain daripada Allah-, maka haramlah
harta benda serta darahnya, sedang hisabnya adalah terserah kepada Allah."
(Riwayat Muslim)
391. Dari Abu
Ma'bad yaitu al-Miqdad bin al-Aswad r.a., katanya: "Saya berkata kepada
Rasulullah s.a.w.: "Bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau saya bertemu seorang
dari golongan kaum kafir, kemudian kita berperang, lalu ia memukul salah satu
dari kedua tanganku dengan pedang dan terus memutuskannya. Selanjutnya ia
bersembunyi daripadaku di balik sebuah pohon, lalu ia mengucapkan: "Saya masuk
Agama Islam karena Allah," apakah orang yang sedemikian itu boleh saya bunuh, ya
Rasulullah sesudah ia mengucapkan kata-kata seperti tadi itu?" Beliau s.a.w.
menjawab: "Jangan engkau membunuhnya." Saya berkata lagi: "Ia sudah memutuskan
salah satu tangan saya, kemudian mengucapkan sebagaimana di atas itu setelah
memutuskannya." Rasulullah s.a.w. bersabda lagi: "Jangan engkau membunuhnya,
karena jikalau engkau membunuhnya, maka ia adalah menempati tempatmu sebelum
engkau membunuhnya dan sesungguhnya engkau adalah di tempatnya sebelum ia
mengucapkan kata-kata yang diucapkannya itu." (Muttafaq 'alaih) Maknanya innahu
bimanzilatika: sesungguhnya ia di tempatmu ialah bahwa orang itu harus
dipelihara darahnya sebab telah dihukumi sebagai orang Islam. Adapun maknanya
innaka biman zilatihi: sesungguhnya engkau di tempatnya ialah bahwa halal
darahnya dengan qishash untuk para ahli warisnya, bukan karena ia dalam
kedudukannya sebagai orang kafir. Wallahu a'lam.'
392. Dari Usamah
bin Zaid radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. mengirim kita ke
daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat
air mereka. Saya dan seorang lagi dari kaum Anshar bertemu dengan seorang lelaki
dari golongan mereka -musuh-. Setelah kita dekat padanya, ia lalu mengucapkan:
La ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar itu menahan diri daripadanya -tidak
menyakiti sama sekali-, sedang saya lalu menusuknya dengan tombakku sehingga
saya membunuhnya. Setelah kita datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada
Nabi s.a.w., kemudian beliau bertanya padaku: "Hai Usamah, adakah engkau
membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?" Saya berkata: "Ya
Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja
-yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat-, sedang hatinya
tidak meyakinkan itu." Beliau s.a.w. bersabda lagi: "Adakah ia engkau bunuh
setelah mengucapkan La ilaha illallah?" Ucapan itu senantiasa diulang-ulangi
oleh Nabi s.a.w., sehingga saya mengharap-harapkan, bahwa saya belum menjadi
Islam sebelum hari itu -yakni bahwa saya mengharapkan menjadi orang Islam itu
mulai hari itu saja-, supaya tidak ada dosa dalam diriku." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan: Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukankah ia
telah mengucapkan La ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?" Saya menjawab:
"Ya Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata karena takut
senjata." Beliau s.a.w. bersabda: "Mengapa engkau tidak belah saja hatinya,
sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkan itu karena takut senjata
ataukah tidak -yakni dengan keikhlasan-." Beliau s.a.w. mengulang-ulangi
ucapannya itu sehingga saya mengharap-harapkan bahwa saya masuk Islam mulai hari
itu saja.
393. Dari Jundub
bin Abdullah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengirimkan sepasukan dari kaum
Muslimin kepada suatu golongan dari kaum musyrikin dan bahwa mereka itu telah
bertemu -berhadap-hadapan. Kemudian ada seorang lelaki dari kaum musyrikin
menghendaki menuju kepada seorang dari kaum Muslimin lalu ditujulah tempatnya
lalu dibunuhnya. Lalu ada seorang dari kaum Muslimin menuju orang itu di waktu
lengahnya. Kita semua memperbincangkan bahwa orang itu adalah Usamah bin Zaid.
Setelah orang Islam itu mengangkat pedangnya, tiba-tiba orang musyrik tadi
mengucapkan: "La ilaha illallah." Tetapi ia terus dibunuh olehnya. Selanjutnya
datanglah seorang pembawa berita gembira kepada Rasulullah s.a.w.
-memberitahukan kemenangan-, beliau s.a.w. bertanya kepadanya -perihal jalannya
peperangan- dan orang itu memberitahukannya, sehingga akhirnya orang itu
memberitahukan pula perihal orang yang membunuh di atas, apa-apa yang dilakukan
olehnya. Orang itu dipanggil oleh beliau s.a.w. dan menanyakan padanya, lalu
sabdanya: "Mengapa engkau membunuh orang itu?" Orang tadi menjawab: "Ya
Rasulullah, orang itu telah banyak menyakiti di kalangan kaum Muslimin dan telah
membunuh si Fulan dan si Fulan." Orang itu menyebutkan nama beberapa orang yang
dibunuhnya. Ia melanjutkan: "Saya menyerangnya, tetapi setelah melihat pedang,
ia mengucapkan: "La ilaha illallah." Rasulullah s.a.w. bertanya: "Apakah ia
sampai kau bunuh?" Ia menjawab: "Ya." Kemudian beliau bersabda: "Bagaimana yang
hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari
kiamat?" Orang itu berkata: "Ya Rasulullah, mohonkanlah pengampunan -kepada
Allah- untukku." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bagaimana yang hendak kau perbuat
dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?" Beliau s.a.w.
tidak menambahkan sabdanya lebih dari kata-kata: "Bagaimanakah yang hendak kau
perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?"
(Riwayat Muslim)
394. Dari Abdullah
bin Utbah bin Mas'ud, katanya: "Saya mendengar Umar bin Alkhaththab r.a.
bersabda: "Sesungguhnya sekalian manusia itu dahulu diterapi dengan hukum sesuai
dengan adanya wahyu yakni di zaman Rasulullah s.a.w., dan sesungguhnya wahyu itu
kini telah terputus -tidak datang lagi-, sebab Nabi s.a.w. telah wafat. Maka
sesungguhnya kami -Umar r.a.- menuntut engkau semua dengan dasar apa yang tampak
pada kami yaitu mengenai perbuatan-perbuatan yang engkau semua lakukan. Jadi
barangsiapa yang menampakkan perbuatan baik pada kami, maka kami berikan
keamanan dan kami dekatkan kedudukannya pada kami, sedang urusan apa yang dalam
hatinya tidak sedikitpun kami persoalkan, karena Allah akan menghisabnya dalam
hal isi hatinya itu. Tetapi barangsiapa yang menampakkan kelakuan buruk pada
kami, maka kami tidak akan memberikan keamanan padanya dan tidak akan percaya
ucapannya, sekalipun ia mengatakan bahwasanya niat hatinya adalah baik."
(Riwayat Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar