Allah Ta'ala berfirman; "Mereka -orang-orang yang beriman- itu sama menggutamakan orang lain lebih dari dirinya sendiri, meskipun mereka itu sebenarnya adalah dalam kemiskinan." (al-Hasyr: 9)
Allah Ta'ala
berfirman pula: "Mereka -orang-orang yang baik- itu sama memberikan makanan
dengan kasih-sayangnya kepada orang miskin, anak yatim serta orang yang
tertawan," sampai akhirnya beberapa ayat. (al-Insan: 8)
562. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w. lalu
berkata: "Sesungguhnya saya ini adalah seorang yang sedang dalam kesengsaraan."
Beliau s.a.w. menyuruh ke tempat sebagian istri-istrinya -untuk meminta sesuatu
yang hendak disedekahkan-, lalu istri-istrinya itu berkata: "Demi Zat yang
mengutus Tuan dengan benar, saya tidak mempunyai sesuatu melainkan air."
Kemudian beliau s.a.w. menyuruh lagi ke tempat istrinya yang lain, maka yang
inipun mengatakan sebagaimana di atas itu. Jadi mereka itu semuanya mengatakan
seperti itu pula, yaitu: "Tidak ada, demi Zat yang mengutus Tuan dengan benar,
saya tidak mempunyai sesuatu melainkan air." Beliau s.a.w. lalu bersabda:
-kepada sahabat-sahabatnya-: "Siapakah yang akan membawa orang ini sebagai
tamunya pada malam ini?" Seorang lelaki dari golongan Anshar berkata: "Saya, ya
Rasulullah." Orang itu berangkat dengan tamunya ke tempat kediamannya, lalu
berkata kepada istrinya: "Muliakanlah tamu Rasulullah s.a.w. ini." Dalam riwayat
lain disebutkan: "Orang itu berkata kepada istrinya: "Apakah engkau mempunyai
sesuatu jamuan?" Istrinya menjawab: "Tidak ada, kecuali makanan untuk
anak-anakku." Lelaki itu berkata pula: "Buatlah sesuatu hal kepada anak-anak itu
dengan sesuatu -sehingga terlupa dari makan malamnya-. Jadi kalau sudah waktunya
mereka makan malam, maka tidurkanlah mereka. Jikalau tamu kita telah masuk
rumah, lalu padamkanlah lampunya dan perhatikanlah padanya bahwa kita juga
makan. Demikianlah lalu mereka duduk-duduk -yakni tuan rumah dengan tamunya-,
tamu itupun makan dan keduanya lelaki dan istrinya -semalam itu dalam keadaan
perut kosong-. Ketika menjelang pagi harinya, orang itu -yang menjadi tuan
rumah- pergi kepada Nabi s.a.w. -untuk menerangkan peristiwa malam harinya- lalu
beliau s.a.w. bersabda: "Benar-benar Allah menjadi heran -kagum- dari kelakuanmu
berdua -suami-istri- terhadap tamumu tadi malam itu." [53] (Muttafaq 'alaih)
563. Dari Abu
Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Makanan untuk dua
orang itu cukup untuk tiga orang dan makanan tiga orang itu cukup untuk empat
orang." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Imam Muslim dari Jabir r.a. dari Nabi
s.a.w., sabdanya: "Makanan seorang itu cukup untuk dua orang dan makanan dua
orang itu cukup untuk empat orang, sedang makanan empat orang itu cukup untuk
delapan orang.
564. Dari Abu Said
al-Khudri r.a., katanya: "Pada suatu ketika kita semua dalam berpergian bersama
Nabi s.a.w., tiba-tiba datanglah seorang lelaki dengan menaiki kendaraannya,
lalu mulailah ia menengokkan wajahnya ke arah kanan dan kiri. Kemudian
bersabdalah Rasulullah s.a.w.: "Barangsiapa yang mempunyai kelebihan kendaraan
-yakni lebih dari apa yang diperlukannya sendiri-, hendaklah bersedekah dengan
kelebihannya itu kepada orang yang tidak mempunyai kendaraan -memboncengkan
orang lain- dan barangsiapa yang mempunyai kelebihan bekal makanan, maka
hendaklah bersedekah kepada orang yang tidak mempunyai bekal makanan apa-apa."
Selanjutnya beliau s.a.w. menyebutkan berbagai macam harta benda dengan segala
apa saja yang dapat disebutkan, sehingga kita semua mengerti bahwa tidak
seorangpun dari kita semua itu yang mempunyai hak dalam apa-apa yang kelebihan
-sebab segala macam yang merupakan kelebihan diperintahkan untuk disedekahkan-."
(Riwayat Muslim)
565. Dari Sahal bin
Sa'ad r.a. bahwasanya ada seorang wanita datang kepada Nabi s.a.w. dengan
membawa selembar burdah yang ditenun, kemudian wanita itu berkata: "Saya sendiri
menenun pakaian ini dengan tanganku untuk saya berikan kepada Tuan agar Tuan
gunakan sebagai pakaian." Nabi s.a.w. mengambilnya dan memang beliau
membutuhkannya. Beliau keluar pada kita dan burdah tadi dikenakan sebagai
sarungnya. Kemudian ada orang berkata: "Berikanlah burdah itu untuk saya pakai,
alangkah baiknya." Beliau s.a.w. bersabda: "Baiklah." Selanjutnya Nabi s.a.w.
duduklah dalam suatu majlis lalu burdah tadi dilipatnya kemudian dikirimkan
kepada orang yang memintanya tadi. Kaum -para sahabat- berkata kepada yang
meminta itu: "Alangkah baiknya perbuatanmu itu. Burdah itu dipakai oleh Nabi
s.a.w., sedangkan beliau membutuhkan untuk dipakainya dan engkau juga tahu bahwa
beliau itu tidak akan menolak permintaan siapapun yang memintanya." Orang tadi
menjawab: "Sesungguhnya saya, demi Allah, tidaklah saya memintanya itu karena
saya membutuhkannya, sesungguhnya saya memintanya tadi ialah untuk saya jadikan
kafanku -yakni kalau meninggal dunia-." Sahal -yang meriwayatkan hadits ini-
berkata: "Maka burdah tersebut sungguh-sungguh dijadikan kafannya." (Riwayat
Bukhari)
566. Dari Abu Musa
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w, bersabda: "Sesungguhnya kaum Asy'ariyin itu
apabila habis bekal-bekalnya dalam sesuatu peperangan atau tinggal sedikit
makanan untuk para keluarganya di Madinah, maka mereka sama mengumpulkan apa-apa
yang masih mereka punyai dalam selembar kain pakaian, lalu mereka
bagi-bagikanlah itu antara sesama mereka dalam ukuran satu wadah dengan sama
rata. Mereka itu adalah termasuk golonganku dan saya termasuk golongan mereka
pula." (Muttafaq 'alaih) Armalu artinya sudah habis bekal mereka atau sudah
mendekati kehabisannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar