679. Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui seorang lelaki
dari golongan kaum Anshar dan ia sedang menasihati saudaranya tentang hal sifat
malu. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Biarkanlah ia, sebab sesungguhnya
sifat malu itu termasuk dari keimanan." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Malu itu ada yang
baik dan ada yang jelek. Malu menjalani sesuatu kemungkaran dan kemaksiatan atau
umumnya larangan agama atau hal-hal yang syubhat adalah terpuji dan sangat baik.
Tetapi malu menjalankan ketaatan kepada Allah, misalnya malu shalat karena baru
saja menyadari kebenaran beragama, malu pergi ke masjid, malu kalau tidak suka
diajak berdansa-dansi, malu kalau menolak berjabatan tangan dengan wanita (bagi
seorang lelaki), semuanya itu adalah tercela dan tidak ada kebaikannya sama
sekali. Dalam hal ini ada sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari yang
diterima dari Abu Mas'ud yaitu Uqbah al-Anshari, mengatakan bahwa Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya diantara hal-hal yang ditemui (didapatkan) dari
ucapan kenubuwatan yang pertama ialah: Apabila kamu tidak malu, maka lakukanlah
apa saja yang kamu kehendaki." Adapun hadits di atas itu mengandung pengertian
sebagai ancaman atau untuk menakut-nakuti pada seorang yang hendak berbuat
semau-maunya. Jadi maksudnya ialah: "Kalau kamu tidak malu kepada Allah dalam
melakukan kemungkaran dan kemaksiatan itu, terserahlah, kamu boleh melakukan
apa-apa yang kamu inginkan dan sesuka hatimulah. Tetapi ingatlah bahwa setiap
sesuatu itu ada balasannya, baik di dunia ataupun di akhirat." Ada pula sebagian
alim ulama yang berpendapat bahwa maksud hadits di atas itu adalah untuk
menunjukkan kebolehan sesuatu kelakuan. Jelasnya: "Kalau kamu hendak melakukan
sesuatu, sekiranya kamu tidak malu kepada Allah dan para manusia, sebab memang
bukan larangan agama, baik sajalah kamu lakukan. Tetapi sekalipun agama
membolehkan, kalau kamu malu, tidak kamu lakukanpun baik juga jikalau hal itu
termasuk sesuatu yang mubah (yakni bukan hal yang wajib atau sunnah). Jadi baik
dilakukan atau ditinggalkan sama saja bolehnya."
680. Dari Imran bin
Hushain radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sifat malu
itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan." (Muttafaq 'alaih) Dalam
riwayat Muslim disebutkan: "Sifat malu itu baik seluruh akibatnya." Atau beliau
s.a.w. bersabda: "Malu itu semuanya baik akibatnya." Yang dimaksud itu ialah
malu mengerjakan kejahatan atau hal-hal yang tidak sopan menurut pandangan umum.
Adapun malu mengerjakan kebaikan, maka amat tercela dan tidak dibenarkan oleh
agama.
681. Dari Abu
Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Keimanan itu ada tujuh
puluh lebih -tiga sampai sembilan- atau keimanan itu cabangnya ada enam puluh
lebih -tiga sampai sembilan-. Seutama-utamanya ialah ucapan La ilaha illallah
dan serendah-rendahnya ialah menyingkirkan apa-apa yang berbahaya -semacam batu,
duri, ranting, paku, kayu, tumpahan minyak oli, lumpur, abu kotoran dan
lain-lain sebagainya- dari jalanan. Sifat malu adalah suatu cabang dari keimanan
itu." (Muttafaq 'alaih)
682. Dari Abu Said
al-Khudri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu lebih sangat sifat malunya
daripada seorang perawan dalam tempat persembunyiannya -yakni perawan yang baru
kawin dan berada dalam biliknya dengan suami yang belum pernah dikenalnya-. Ia
-perawan tersebut- amat sangat malu kepada suaminya itu. Jikalau beliau s.a.w.
melihat sesuatu yang tidak disenangi, maka kita dapat melihat itu tampak di
wajahnya." (Muttafaq 'alaih) Para alim ulama berkata: "Hakikat sifat malu itu
ialah suatu budi pekerti yang menyebabkan seorang itu meninggalkan apa-apa yang
buruk dan menyebabkan ia tidak mau lengah untuk menunaikan haknya seorang yang
mempunyai hak." Kami meriwayatkan dari Abul Qasim al-Junaid rahimahullah,
katanya: "Malu ialah perpaduan antara melihat berbagai macam kenikmatan atau
karunia dan melihat adanya kelengahan, lalu tumbuhlah diantara kedua macam sifat
yang di atas tadi suatu keadaan yang dinamakan sifat malu." Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar