web widgets

Minggu, 07 Februari 2016

Bab 71. Tawadhu' Dan Menundukkan Sayap -Yakni Merendahkan Diri- Kepada Kaum Mu'minin

Allah Ta'ala berfirman: "Dan tundukkanlah sayapmu -yakni rendahkanlah dirimu- kepada kaum mu'minin." (al-Hijr: 88)

Allah Ta'ala berfirman pula: "Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa yang surut kembali dari agamanya -yakni menjadi orang murtad-, maka Allah nanti akan mendatangkan kaum yang dicintai olehNya dan merekapun mencintai Allah. Mereka itu bersikap merendahkan diri -lemah lembut- kepada kaum mu'minin dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir." (al-Maidah: 54)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami -Allah- menciptakan engkau semua itu dari jenis lelaki dan wanita dan menjadikan engkau semua berbangsa-bangsa serta berkabilah-kabilah, agar engkau semua saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang termulia diantara engkau semua di sisi Allah ialah orang yang bertaqwa dari kalanganmu itu." (al-Hujurat: 13)

Allah Ta'ala juga berfirman: "Janganlah engkau semua melagak-lagakkan dirimu sebagai orang suci. Allah adalah lebih mengetahui kepada siapa yang sebenarnya bertaqwa." (an-Najm: 32)

Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan orang-orang yang menempati a'raf -tempat-tempat yang tinggi-tinggi- itu berseru kepada beberapa orang yang dikenalnya karena tanda-tandanya, mereka mengatakan: "Apa yang telah engkau semua kumpulkan dan apa yang telah engkau semua sombongkan itu tidaklah akan memberikan pertolongan kepadamu. Inikah orang-orang yang telah engkau semua persumpahkan, bahwa mereka tidak akan mendapatkan kerahmatan dari Allah? Kepada mereka itu dikatakan: "Masuklah engkau semua dalam syurga, engkau semua tidak perlu merasa ketakutan dan tidak pula bersedih hati." (al-A'raf: 48-49)

600. Dari 'Iyadh bin Himar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memberikan wahyu kepadaku, hendaklah engkau semua itu bersikap tawadhu', sehingga tidak ada seorang yang membanggakan dirinya di atas orang lain -yakni bahwa dirinya lebih mulia dari orang lain- dan tidak pula seorang itu menganiaya kepada orang lain -karena orang yang dianiaya dianggapnya lebih hina dari dirinya sendiri-." (Riwayat Muslim)

601. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah sedekah itu akan mengurangi dari harta seseorang dan tidaklah Allah menambahkan seseorang itu dengan pengampunan melainkan ditambah pula kemuliaannya dan tidaklah seseorang itu bertawadhu' karena mengharapkan keridhaan Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajat orang itu." (Riwayat Muslim)

602. Dari Anas r.a. bahwasanya ia berjalan melalui anak-anak, kemudian ia memberikan salam kepada mereka ini dan berkata: "Nabi s.a.w. juga melakukan sedemikian." (Muttafaq 'alaih)

603. Dari Anas r.a. pula, katanya: "Bahwasanya ada seorang hamba sahaya wanita dari golongan hamba sahaya wanita yang ada di Madinah mengambil tangan Nabi s.a.w. lalu wanita itu berangkat dengan beliau s.a.w. ke mana saja yang dikehendaki oleh wanita itu." Ini menunjukkan bahwa beliau s.a.w. selalu merendahkan diri. (Riwayat Bukhari)

604. Dari al-Aswad bin Yazid, katanya: "Saya bertanya kepada Aisyah radhiallahu 'anha, apakah yang dilakukan oleh Nabi s.a.w. di rumahnya?" Aisyah menjawab: "Beliau s.a.w. melakukan pekerjaan keluarganya -yakni melayani atau membantu pekerjaan keluarganya-. Kemudian jikalau datang waktu shalat, lalu beliau keluar untuk mengerjakan shalat itu." (Riwayat Bukhari)

605. Dari Abu Rifa'ah yaitu Tamim bin Usaid r.a., katanya: "Saya sampai kepada Nabi s.a.w. dan waktu itu beliau sedang berkhutbah, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, ada seorang yang gharib -asing yakni bukan penduduk negeri itu- datang untuk menanyakan agamanya yang ia tidak mengerti apakah agamanya itu." Rasulullah s.a.w. lalu menghadap kepada saya dan meninggalkan khutbahnya, sehingga sampailah ke tempat saya. Beliau s.a.w. diberi sebuah kursi kemudian duduk di situ dan mulailah mengajarkan pada saya dari apa-apa yang diajarkan oleh Allah padanya. Selanjutnya beliau mendatangi tempat khutbahnya lalu menyempurnakan khutbahnya itu." (Riwayat Muslim)

606. Dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. apabila makan sesuatu makanan, maka beliau itu menjilati jari-jarinya yang tiga -yakni ibu jari-, telunjuk dan jari tengah-. Anas berkata: "Rasulullah bersabda: "Jikalau suapan seorang dari engkau semua itu jatuh, maka buanglah daripadanya itu apa-apa yang kotor dan setelah itu makanlah dan janganlah ditinggalkan untuk dimakan syaitan -yang masih bersih tadi-. Beliau s.a.w. juga menyuruh supaya bejana tempat makanan itu dijilati pula. Beliau bersabda: "Sesungguhnya engkau semua tidak mengetahui dalam makanan yang manakah yang disitu ada berkahnya." (Riwayat Muslim)

607. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya:. "Tiada seorang Nabipun yang diutus oleh Allah, melainkan ia tentu menggembala kambing." Para sahabatnya bertanya: "Dan tuan?" Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, saya juga menggembala kambing itu, yaitu di Qararith. Kambing itu kepunyaan penduduk Makkah." Arti Qararith periksalah dalam hadits no.598. (Riwayat Bukhari)

608. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., katanya: "Andaikata saya dipanggil untuk mendatangi jamuan berupa kaki bawah atau pun kaki atas -maksudnya baikpun makanan yang tidak berharga ataupun yang amat tinggi nilainya-, sesungguhnya saya akan mengabulkan undangan itu. Juga andaikata saya diberi hadiah berupa kaki atas atau kaki bawah, sesungguhnya saya suka menerimanya." (Riwayat Bukhari)


609. Dari Anas r.a. katanya: "Adalah untanya Rasulullah s.a.w. itu diberi nama 'Adhba', tidak pernah didahului atau hampir tidak dapat didahului -karena menghormati Rasulullah-. Maka datanglah seorang A'rab -orang pedalaman- duduk di atas kendaraan yang dinaikinya, kemudian mendahului unta beliau s.a.w. itu. Hal itu dirasakan berat sekali atas kaum Muslimin -yakni kaum merasa tidak senang terhadap kelakuan orang A'rab tadi-. Hal itu -yakni keberatan kaum Muslimin tadi- diketahui oleh beliau s.a.w., kemudian beliau bersabda: "Adalah merupakan hak Allah bahwasanya tidaklah sesuatu dari keduniaan itu meninggi, melainkan pasti akan diturunkannya," maksudnya bahwa harta atau kedudukan itu jikalau sudah mencapai puncak ketinggiannya dan tidak digunakan sebagaimana mestinya berdasarkan tuntunan agama, pasti akan diturunkan kembali oleh Allah. (Riwayat Bukhari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar